Mohon tunggu...
Dewi Fitria
Dewi Fitria Mohon Tunggu... Lainnya - Antropolog

Menyukai dunia literasi sejak kecil.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Wawasan Nusantara di Pulau Natuna

26 Mei 2024   16:12 Diperbarui: 26 Mei 2024   20:28 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kickli.my.id

Menyikapi ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan, terutama setelah adanya klaim nine dash line atau klaim sembilan garis putus-putus, di mana Republik Rakyat China menyebut bahwa Laut Natura Utara termasuk bagian dari peta kekuasaan republik mereka, membuat pemerintah Indonesia kini terpaksa harus bertindak lebih tegas lagi. 

Pasalnya, batas-batas wilayah kekuasaan yang sebelumnya sudah tertuang resmi dalam Konvensi UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa perairan Natuna Utara merupakan wilayah resmi negara Indonesia, dengan tanpa rasa bersalahnya telah dirusak secara eksplisit oleh China melalui publikasi resminya dalam nota diplomatik PBB, yang otomatis memicu eskalasi konflik di kawasan Laut China Selatan semakin memanas dan mengancam kedaulatan negara. 

Meski klaim tersebut tidak sepenuhnya begitu mengejutkan, mengingat letaknya sendiri yang memang berada di daerah rawan konflik, namun dalam hal ini pemerintah masih terus berupaya untuk mempertahankan perairan Natuna sebagai wilayah kekuasaannya. 

Salah satunya adalah dengan upaya meredam tumbuhnya rasa termarjinalisasi penduduk Natuna, yakni dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan suprastruktur serta distribusi pemenuhan kebutuhan yang tepat waktu. 

Tentu akan sangat berbahaya jika mereka merasa termarjinalkan. mereka bisa kapan saja berpaling melakukan pemenuhan kebutuhan ke negara lain yang lebih dekat bahkan berniat melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah yang dirasa abai. 

Kekhawatiran-kekhawatiran seperti ini yang kemudian menjadikan pemerintah semakin waspada, karena bukan hanya serangan eksternal saja yang dapat terjadi, tetapi juga serangan internal dari penduduk setempat jika mereka terlambat mengantisipasinya.

Saat ini pemerintah telah menyusun strategi maritim melawan klaim nine dash line dengan mengutamakan berjalannya kebijakan lima pilar, antara lain pengembangan budaya maritim, sumber daya maritim, infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, serta pertahanan maritim.

Sumber gambar: kickli.my.id
Sumber gambar: kickli.my.id

H.E. Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia untuk Republik Federasi Jerman mengungkapkan, sangat sulit untuk menyelesaikan konflik yang tengah terjadi. Pasalnya bukan hanya dua negara saja yang berkepentingan di wilayah tersebut, melainkan banyak negara. Dan strategi-strategi yang mereka gunakan pun juga berbeda. Inilah yang kemudian memperumit penyelesaian konflik karena adanya kepentingan yang tumpang tindih satu sama lain. 

Sebagai negara kepulauan yang didominasi oleh wilayah maritimnya, penanaman budaya maritim dengan wawasan nusantara sedari dini penting untuk dilakukan, mengingat pendidikan itu sendiri adalah alat mempertahankan kedaulatan yang paling efektif dan efisien dari segi kognitif. 

Geostrategi dengan mengedepankan nelayan sebagai pelaku utama dan pemerintah sebagai penyedia fasilitas diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, apalagi jika dilakukan dengan penanaman pemahaman nilai terhadap skema-skema interpretatif yang ada dalam hukum laut di wilayah negara mereka sendiri.

Wawasan nusantara perlu menjadi prioritas utama selain pengerahan kekuatan militer dan hubungan diplomasi dengan negara lain. Warga Natuna harus bisa mengetahui batas-batas wilayah kepemilikan negara mereka sendiri, menghidupkan segala aktivitas maritim di wilayah mereka sendiri, serta turut berperan aktif melindungi wilayah mereka sendiri.

Materi-materi di sekolah juga harus diselingi oleh wawasan nusantara, yakni melalui pendidikan budaya bahari, memperkenalkan generasi penerus selanjutnya tentang pentingnya jiwa nasionalisme yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan bernegara mereka.

Tidak boleh ada oknum pemerintah yang mempersulit nelayan menjalankan aktivitasnya di wilayah yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban mereka untuk menghidupi dan melindungi. Justru mereka harus difasilitasi dan didukung penuh. Pemerataan pembangunan infrastruktur juga tidak boleh timpang dan terlambat. 

Jika kedua elemen masyarakat dan pemerintah ini sudah bersatu. Hubungan diplomasi tentu akan jauh lebih mudah, karena kemandirian yang ditunjukkan kepada negara lain akan mempengaruhi citra bagaimana negara lain memperlakukan dan memandang kekuatan negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun