Mohon tunggu...
Dewi Fatimah
Dewi Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif STAI Al-Anwar

haiii aku azza salam kenal yaa...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Kebijakan Kewarganegaraan Terhadap Hak Minoritas: Masyarakat Suku Baduy

7 Juli 2024   11:54 Diperbarui: 7 Juli 2024   12:03 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Implikasi Kebijakan Kewarganegaraan terhadap Hak Minoritas:  Masyarakat Suku Baduy di Indonesia

            

      Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keberagaman masyarakatnya, hal tersebut dibuktikan dengan keberagaman suku, agama, ras, bahasa dan budaya. Keberagaman bangsa Indonesia dapat dibentuk oleh banyaknya jumlah suku bangsa yang tinggal di wilayah Indonesia dan tersebar di berbagai pulau dan daerah. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri pada aspek sosial dan budaya.

       Salah satunya di daerah banten yang dihuni oleh salahsatu suku yang cukup unik yaitu suku Baduy. Suku ini tinggal di desa Kanekes kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak, sekitar 46 Km ke arah selatan dari kota Rangkasbitung. 

Mereka bukanlah merupakan suku terasing, akan tetapi suatu suku yang sengaja “mengasingkan diri” dari kehidupan dunia luar, menetap dan menutup dirinya dari pengaruh kultur luar yang dianggap negarif dengan satu tujuan untuk menunaikan amanat para leluhurnya. Masyarakat suku baduy juga adalah sosok masyarakat yang dari waktu ke waktu tidak mengenal perubahan seperti masyarakat pada umumnya yang selalu mengikuti perkembangan zaman.

       Mereka hidup mandiri dengan tidak mengharapkan bantuan dari orang lain atau orang luar, menutup diri dari pengaruh budaya yang akan masuk dari luar. Uniknya suku baduy ada ditengah-tengah masyarakat modern yang seiring dengan perkembangan zaman bertambah pula gaya hidup praktisnya. 

Suku baduy merupakan generasi yang hidup dengan kesederhanaan, ketaatan, keikhlasan dalam mempertahankan dan melaksanakan tradisi serta amanat leluhurnya. Suku baduy menyadari demi tetap tegak berdirinya kesukuan mereka maka adat istiadat dan pusaka leluhur harus tetap dijaga dan dilestarikan dengan diwariskan secara berkesinambungan kepada anak cucunya secara tegas dan mengikat.

       Masyarakat Suku Baduy selain menganut adat kepu’unan juga memiiki kepercayaan sunda wiwitan. Mereka sangat patuh terhadap hukum adat yang telah ditetapkan oleh Pu’un atau ketua adat mereka. Namun seiring berjalannya waktu, banyak wisatawan yang datang ke wilayah suku Baduy untuk berkunjung bahkan untuk mengadakan penelitian, tanpa disadari Budaya dari luar telah masuk yang dibawkan oleh para pendatang yang berkunjung tersebut, sehingga menyebabkan diantara mereka ingin melepaskan diri dari hukum adat. 

Dengan demikian suku Baduy terpecah menjadi dua golongan yaitu suku Baduy Dalam yaitu mereka yang patuh terhadap hukum adat dan suku Baduy luar yaitu mereka yang keluar dari aturan-aturan hukum adat.

       Hubungan Suku Baduy dengan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia melibatkan sejumlah aspek yang bisa dianalisis dari berbagai teori HAM yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut ini adalah beberapa teori HAM yang relevan beserta aplikasinya dalam konteks Suku Baduy di Indonesia:

       1. Teori Pengakuan (Axel Honneth)yaitu Teori yang menekankan pentingnya pengakuan terhadap martabat manusia sebagai dasar dari pembangunan diri dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks Suku Baduy, teori ini dapat diterapkan untuk mempertimbangkan pentingnya pengakuan terhadap hak-hak mereka sebagai masyarakat adat, termasuk hak atas tanah adat dan kehidupan budaya mereka yang unik.

       2. Teori Keadilan (John Rawls): Rawls mengembangkan teori keadilan yang menekankan prinsip-prinsip keadilan dalam distribusi hak-hak dasar di masyarakat. Dalam hal ini, penting untuk memastikan bahwa Suku Baduy memiliki akses yang adil terhadap sumber daya alam dan layanan dasar, tanpa diskriminasi.

       3. Teori Kritis (Jürgen Habermas): Teori kritis Habermas menyoroti pentingnya ruang publik yang bebas dan inklusif untuk diskusi yang rasional dan partisipatif. Dalam konteks HAM, hal ini penting untuk memastikan bahwa suara dan kepentingan Suku Baduy didengar dan dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusan yang mempengaruhi mereka.

       4. Teori Feminisme dalam Konteks HAM (Carol Gilligan, Judith Butler): Teori feminisme menyoroti pentingnya mengakui peran gender dalam analisis HAM. Dalam konteks Suku Baduy, penting untuk mempertimbangkan bagaimana kebijakan dan praktik sosial dapat mempengaruhi perempuan dan anak perempuan di dalam masyarakat adat ini.

       5. Teori Dekolonialisasi (Frantz Fanon): Teori ini mengacu pada upaya untuk mengakhiri penjajahan dan penindasan kolonial serta untuk mempromosikan kemerdekaan dan keadilan. Dalam konteks global dan sejarah, teori ini dapat memperluas diskusi tentang bagaimana masyarakat adat seperti Suku Baduy dapat mempertahankan identitas budaya mereka dalam menghadapi tekanan modernisasi dan eksploitasi sumber daya.

      Dalam praktiknya, penerapan teori-teori HAM ini dapat membantu dalam merumuskan kebijakan dan intervensi yang mendukung perlindungan dan pemajuan hak-hak Suku Baduy di Indonesia. Upaya untuk mengakui, melindungi, dan mempromosikan hak-hak mereka sebagai masyarakat adat yang memiliki warisan budaya yang kaya menjadi bagian integral dari upaya yang lebih luas untuk memperkuat HAM di Indonesia secara keseluruhan.

Suku Baduy bisa dianggap sebagai salah satu contoh masyarakat adat di Indonesia yang terpengaruh oleh kebijakan kewarganegaraan. Mereka tinggal di daerah pedalaman di Provinsi Banten dan menjaga gaya hidup tradisional yang khas. Sebagai masyarakat adat, Suku Baduy menghadapi sejumlah tantangan terkait dengan hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah adat, pengakuan terhadap identitas budaya mereka, dan akses terhadap layanan publik.

 

Dalam konteks judul "Implikasi Kebijakan Kewarganegaraan terhadap Hak Minoritas: Kasus Masyarakat Adat di Indonesia", Suku Baduy dapat menjadi salah satu studi kasus yang relevan. Implikasi kebijakan kewarganegaraan, seperti regulasi tanah, perlindungan terhadap identitas budaya, dan partisipasi dalam keputusan publik, dapat mempengaruhi kondisi dan kehidupan mereka secara signifikan.Perlindungan terhadap hak-hak Suku Baduy dalam kerangka HAM adalah penting untuk memastikan bahwa mereka dapat mempertahankan gaya hidup tradisional mereka dan memperoleh keadilan sosial di dalam negara Indonesia yang majemuk.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun