"Apa? Aku tidur, bukan nya tadi kita ngantarin Rania ya? Dia kan sakit kepala?" tanyaku. Pandanganku mengarah ke arah Ralina, tatapan nya masih sama saat dia menatapku di balik cermin itu.
      "Dis, kamu ini ngigau ya, tadi itu memang Ralina sakit kepala, terus kamu bilang istirahat aja dulu, terus kamu pindah tidur di sini, di bangunin ga bisa terus dari tadi, sudah yuk pulang, sudah selesai tugasnya" kata Cici. Aku semakin bingung. Masa iya aku bermimpi.
      "Ralin, aku boleh gak nginep di kos kamu, udah malam nih kalau mau pulang ke rumahku" kataku beralasan, padahal aku penasaran, apa benar aku bermimpi.
      "Ya ampun, ini tuh masih jam 7, aku tahu kamu biasanya juga sampai rumah jam 9 malam" kata Ralina cuek.
      "Iya itu dulu, sekarang di jalan dekat rumah rawan begal, kalau sudah lewat jam 7 mending jangan lewat sana" kataku lagi beralasan, akhirnya Ralina menyetujui. Dan aku ikut ke kos nya Ralina.
Sesampai di kamar Ralina aku mencium aroma yang sama, namun aku tidak melihat sisir yang di rendam air bunga itu, meja riasnya tampak sepi.
      "Kamu mandi duluan aja, aku buatin teh ya, kamu pakai baju ku aja ini" kata Ralina. Aku menerima handuk dan sepasang baju tidur. Aku melangkah keluar ke kamar mandi. Rasanya badanku sedikit segar setelah terguyur air dingin itu. Aku menunggu Ralina sambil meminum teh hangat, suasana kamar nya sama seperti yang aku lihat tadi, tapi aku masih belum percaya kalau itu hanya mimpi. Aku melihat Ralina dengan bayangan-bayangan aneh, hingga aku susah memejamkan mataku. Tengah malam aku terbangun, samar-samar aku melihat seseorang menyisir rambutnya, itu Ralina. Tengah malam dia menyisir rambutnya, dengan sisir yang pernah aku lihat sebelum nya. Ralina terus saja menyisir rambut nya dengan sangat anggun. Aku menghampirinya dan di belakangku datang wanita mengerikan yang mencekik leherku.
Beberapa doa yang aku ingat aku baca dan meminta pertolongan Allah. Bayangan Ralina yang suka di bully terlihat jelas di hadapanku, lalu dia pergi ke orang pintar untuk memasang susuk, namun orang pintar itu memberinya sebuah sisir, yang apabila dia menyisirnya tengah malam di malam tertentu dia akan menjadi cantik. Akan tetapi, sisir itu meminta tumbal. Sebuah rambut yang indah dari para gadis. Tidak, meskipun aku tomboy, rambutku lumayan panjang dan terawat. Â Dari kejahuan samar-samar Ralina seperti mengucapkan mantra.
      "Tengah wengi, cah ayu sunggaran ing sinaran rembulan, dadio ayu lan midodareni ing sak dawane dino, sunggar-sunggar kembang, ojo balek elek yen rung ketemu wadon sing luwih ayu teko kulo (tengah malah seorang gadis cantik bersisir di bawah sinar rembulan, jadikan cantik seperti bidadari sepanjang hari. Sisir-sisir bunga, jangan kembali memberi jelek jika belum bertemu gadis yang lebih cantik dari aku)." Mantra Ralina saat bersisiran.
Aku berteriak pada Ralina untuk menghantikan mantra itu, kuntilanak ini semakin menarik kepalaku. Dan aku berserah diri dengan apa yang terjadi.
                              ****