"Ada apa nak?"
      "Fania hamil, bu."
      "Apa, kamu bercanda?"
Aku menggeleng, aku melihat ekspresi kecewa wajah ibu. Untuk pertama kalinya aku melihat ibu meneteskan air mata. Ibuku yang kuat, ibuku yang tangguh aku patahkan hatinya seketika.
      "Bilang sama ibu, siapa?"
Aku menggeleng, karena aku yakin ketika aku mengatakan ini jauh lebih mematahkan hati ibu.
      "Apa maksud kamu ini Fan, kamu tidak tahu siapa ayah anakmu, ya Tuhan, apa salah ibu Fan, apa. Kenapa kamu melakukan hal yang mengecewakan ibu." Ibu menangis sembari memegang dadanya, bapakku yang telah tua renta datang dari sawah. Wajahnya yang lelah bertanya-tanya, ada apa dengan aku dan ibu.
      "Pak, kita telah salah mendidik anak kita Pak," kata ibuku sembari memeluk lengan bapak yang belang akibat sinar matahari di sawah.
      "Kenapa Bu, apa yang salah?"
      "Anak kita hamil Pak," jawab ibuku lagi, kali ini aku melihat wajah bapak. Sekali lagi aku mematahkan hati orang yang aku sayangi.
      "Benar itu nduk?" tanya bapak dengan suara perlahan, aku menganguk dan seketika aku melihat bapak jatuh terduduk. Tangannya yang kotor mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat. Bapak menangis, yah inilah saat duniaku hancur. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, semua terdiam, isak tangis ibu perlahan menghilang.