Mohon tunggu...
Dewie Sudarsh
Dewie Sudarsh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIRASWASTA

"Suka malam tetapi benci gelap, suka hujan tapi takut petir, suka warna tapi harus biru, suka es krim tapi harus trico, suka kamu tapi yang sebelum bersama dia." Dewie Sudarsh Manusia yang sering dikatain terlalu novelis, Duniaku tidak bisa diprediksi. Kadang cerah, kadang mendung, kadang juga bisa tiba-tiba badai. Jadi Harap Maklum. Tidak suka, Menyingkir saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang

14 Januari 2024   18:03 Diperbarui: 14 Januari 2024   18:20 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Ada apa nak?"

            "Fania hamil, bu."

            "Apa, kamu bercanda?"

Aku menggeleng, aku melihat ekspresi kecewa wajah ibu. Untuk pertama kalinya aku melihat ibu meneteskan air mata. Ibuku yang kuat, ibuku yang tangguh aku patahkan hatinya seketika.

            "Bilang sama ibu, siapa?"

Aku menggeleng, karena aku yakin ketika aku mengatakan ini jauh lebih mematahkan hati ibu.

            "Apa maksud kamu ini Fan, kamu tidak tahu siapa ayah anakmu, ya Tuhan, apa salah ibu Fan, apa. Kenapa kamu melakukan hal yang mengecewakan ibu." Ibu menangis sembari memegang dadanya, bapakku yang telah tua renta datang dari sawah. Wajahnya yang lelah bertanya-tanya, ada apa dengan aku dan ibu.

            "Pak, kita telah salah mendidik anak kita Pak," kata ibuku sembari memeluk lengan bapak yang belang akibat sinar matahari di sawah.

            "Kenapa Bu, apa yang salah?"

            "Anak kita hamil Pak," jawab ibuku lagi, kali ini aku melihat wajah bapak. Sekali lagi aku mematahkan hati orang yang aku sayangi.

            "Benar itu nduk?" tanya bapak dengan suara perlahan, aku menganguk dan seketika aku melihat bapak jatuh terduduk. Tangannya yang kotor mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat. Bapak menangis, yah inilah saat duniaku hancur. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, semua terdiam, isak tangis ibu perlahan menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun