Mohon tunggu...
Dewi Debby Febriani
Dewi Debby Febriani Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni Universtas Muslim Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pacar Terbaik Ku Pergi Tuk Selamanya

25 Oktober 2014   17:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:47 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

29 September 2014, tepat sebulan lalu. Pacar saya Andriy Shevchenko milad yg ke 23 tahun, Mestinya ini hari bahagia, namun justru menjadi hari paling duka bagi saya.Selasa petang, sesaat sebelum adzan magrib berkumandang, Hp berdering bergantian. Panggilan dari teman, sahabat “Rui Costa” dan kerabat “Nesta”.Namun setiap kali ku angkat panggilan di akhiri.Perasaan aneh mulai menyusup. Tersirat perasaan ada sesuatu yg tak biasa, Hingga kemudian ku ketahui, sejatinya mereka tak sanggup mengabari lngsng.Rui Costa memberi HP ke seorang sahabat yg layaknya saudara. Di seberang telp. jelas terdengar tangis yg jg tak biasa, perih dan mengiris. Namun tak selintas pun hadir dibenakku, semua tangis itu tentang pacarku, Tak ada kalimat yg tepat tuk menggambarkan betapa terkejutnya aku. Semalam aku masih berbicara cukup lama di telepon, setelah mengucap selamat milad tuk dia.

Tak sedikitpun terbaca, bahwa itu akan jd kali terakhir aku mendengar suaranya.Ia baru dua hari pulang dari Ukraina, berlibur bersama bapak dan mamaNya di sana.Bersyukur ketika berita itu ku terima, aku tak hanya sendiri. Seketika aku berteriak menyebut nama Allah. Seolah mempertanyakan kebenaran yg ku dgr. Sahabat-sahabat memberi pelukan, bertanya sembari menguatkan. Kalimat penguatan terus ku dengar.

“Innalillahi wa Innailaihi Rojiuuun”.

Ya Allah, aku nyaris tak percaya.kami pacaran cukup lama.Melewati tahun demi tahun , masa SMA,  hingga masa-masa kuliah, Layaknya orang pacaran pada umum Nya, kita pun sering terlibat pertengkaran kecil. Sepanjang jalan Makassar-Bone  airmataku seolah mengering. Benakku hanya mampu mengurai kenangan dengannya. Genggaman tangan sahabatku menguatkan ku, tetapi tatap mata Adik ku meneduhkan.

Ia Pacar Terbaik ku, dan Allah begitu mencintainya.

Pukul 10 malam kami tiba dibelokan menuju rumah Nya,kendaraan memadati jalan. tenda pun telah terpancang. banyak orang berlalu lalang. Barulah gemuruh rasa yang sulit ku bahasakan menyerang. Pacarku benar-benar telah tiada. Lemas rasa lututku menaiki anak tangga rumah,Terbayanglah senyum sumringah setiap kali menyambutku datang. Ia akan begitu tergopoh-gopoh meraih tas bawaanku. Namun kini ia tak ada, diruang tamu ia berbaring menungguku datang. Mama Nya kian histeris dengan tangisnya melihatku datang, begitupun dengan Nenek Nya. Bapak Nya terlihat lebih tegar.

Sejenak aku terhenti di depan pintu, menarik nafas yg dalam. Ku pegangi kedua lututku, terasa akan ambruk namun ku kuatkan. demi mama Nya, demi nenek Nya, dan demi keharusan seorang Pacar yg harus Mengikhlaskan kepergian kekasih Nya. Perlahan aku mendekat, duduk di samping bapak Nya yg kemudian membukakan penutup wajah Pacarku Shevchenko.

Ya Rabb, Teduh nian wajahnya, selain karena kapas dihidungnya. Ia hanya terlihat seperti sedang tertidur pulas. matanya tertutup rapat, bibirnya membingkai senyuman. Aku menelan ludah, getir nian menghadapi perpisahan yg sesungguhnya. Ku seka airmata yang basah dipipi.Ku cium kening dan pipinya berulang kali.Masih hangat, sehangat suaranya yg masih terngiang smlm.Ku peluk ia lama, ku tangisi tanpa suara.

Berulang kali ku bisikkan ke hati “Harus Kuat”. Insya Allah Pacarmu ditempat yang baik Nak! sebab ia anak yang baik” ujar bapak Nya bijak. Aku menarik diri mendekati mama Nya. Pecah lagi tangisnya dalam dekapku.Menangis sambil memanggil nama Pacarku “Sheva, bangun naaaak!” kata mama Nya.

Ku peluk saja mama Nya, sembari ku kuatkan. Ini memang tak mudah, sebab anak-anak bermula dari rahimnya, kini ia harus menyaksikan seorang anaknya terbujur di hadapannya. Keesokan pagi barulah jenazah Pacarku Shevchenko akan dikebumikan. Beberapa kerabat dan tetangga Nya bermalam dirumah sederhana itu. Bapak-bapak bercakap di teras dan di tenda. Aku semalam suntuk duduk disamping Pacarku, bersama bapak & mama Nya. Tilawah sembari sesekali mengganti kapas tuk menyeka darah yang keluar dari hidungnya. (diagnosa; pecah pembuluh darah)

Menyaksikan jarum jam berpindah angka,Bapak Nya beberapa kali memintaku istirahat,Tapi aku enggan. Aku ingin lebih lama bersama Pacarku. Menebus rasa bersalah teringat setiap kali aku harus pulang ke Makassar, ia akan menahanku dengan mimik wajah yg khas antara ngambek dan melucu ‘Makkedaki Onrono” ucapnya dalam bahasa bugis yang artinya “Ku bilang tinggal disini aja”. Subuh menjelang, barulah ku lihat mata bapak Nya berair. di pandanginya wajah Pacar ku dalam. “Gagahnya anak bapak. Mungkin Allah mengambilnya krn bapak sudah ‘terlalu” menyanyangi & menjaganya”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun