Mohon tunggu...
Dewi Dara Puspita
Dewi Dara Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis untuk meninggalkan jejak dam tidak dilupakan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terimakasih untuk Bapak dan Ibuku

9 Oktober 2023   22:13 Diperbarui: 9 Oktober 2023   22:30 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejujurnya saya bingung, kalimat pembuka macam apakah yang mesti saya tulis untuk membuka tulisan ini. Demikian pula isinya. Bukannya saya melupakan jasa Bapak dan Ibu saya. Pun bukan karena jasa mereka terlalu banyak atau bagaimana. Memang, tentu jasa mereka tak terhingga untuk saya. Saya bingung bagaimana menuangkannya dalam sebuah tulisan.

Adanya saya di dunia ini, tidak lain dan tidak bukan adalah karena Bapak dan Ibu, yang memutuskan untuk mempunyai anak lagi setelah kakakku yang kedua menginjak usia 8 tahun. Jarak kelahiran yang cukup jauh. Saya seringkali terpikir, mungkin Bapak dan Ibu adalah tipe manusia yang mempertimbangkan segala aspek untuk kemudian memutuskan untuk memiliki anak. Lahirnya saya di dunia ini, barangkali adalah hasil keputusan yang lama diambil dengan mempertimbangkan segala sesuatunya. Saya sangat bersyukur akan hal ini, karena kami hidup dalam lingkungan pedesaan yang masih berpegang pada pemikiran "banyak anak banyak rezeki". Saya banyak menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang terburu-buru dan berlomba-lomba memiliki anak tanpa menimbang keadaan finansial mereka. Jadi, saya sangat bersyukur, Bapak dan Ibu dengan penuh sadar dan pertimbangan yang matang memutuskan untuk melahirkan saya ke dunia ini dengan persiapan mental, fisik, ekonomi yang memadai untuk saya tumbuh dan berkembang.

Bapak yang kukenal, adalah laki-laki pekerja keras yang bertanggung jawab. Bapak selalu mengusahakan supaya semua kebutuhan keluarga terpenuhi. Suatu momen yang menjadi puncak kesadaran saya akan hal itu adalah ketika Bapak dengan susah payah mencari nafkah untuk membayar UKT saya. Saya kala itu hampir menyerah, sempat bilang pada Bapak bahwa tidak apa-apa jika memang belum ada biaya untuk melanjutkan pendidikan saya. Saya berencana melupakan tentang berkuliah dan lanjut berkerja di sebuah apotek. Saya mungkin menyerah, tapi Bapak saya tidak. Beliau meyakinkan saya, bahwa bagaimanapun, Bapak pasti akan segera mendapat rezeki untuk membayarnya, dan beliau benar-benar menepati perkataannya. Terimakasih bapak sudah memenuhi kewajibannya untuk menafkahi dengan begitu kerasnya. Terimakasih atas kerja keras Bapak selama ini.

Ibu, adalah sosok paling sabar, tulus, kuat, penyayang, dan pemaaf yang pernah saya temui di dunia ini. Saya berani bilang ibu adalah manusia paling sabar dan tegar di dunia ini. Ibu selalu sabar dan telaten merawatku.

Bagian ini mungkin akan terdengar klise. Ibu telah merawatku sejak aku masih dalam kandungan, sembilan bulan lamanya. Sembilan bulan itu, dia membawaku ke mana-mana. Sembilan bulan itu, Ibu tetap melakukan aktivitas rumah tangganya, sambil membawaku di perutnya. Ibu pernah bercerita bahwa dulu, saat mengandungku, beliau selalu mual apabila mencuci dan memasak ikan. Malang sekali nasib ibuku, setelah bayi yang dikandungnya lahir, bayi itu tumbuh menjadi anak yang sangat picky eater. Tidak doyan ikan, daging merah, sayur dan buah-buahan. Karena kurangnya nutrisi, aku dulu sering sakit. Lagi-lagi ibu yang repot dua kali lipat untuk mengurusku.

Sebagai anak terakhir, aku terlalu dimanja. Ibu selalu mempersiapkan segala sesuatu yang kubutuhkan, mulai dari bangun tidur, ibu akan membangunkanku dan menyuruhku mencuci muka dan berkumur. Ibu akan menyiapkan air hangat untukku mandi, karena aku benci air dingin. Kemudian Ibu akan menyuapiku, menemaniku bermain, dan lain sebagainya. Kehidupanku menyenangkan sekali tanpa beban, hingga suatu hari saat saya kelas 6 SD.

Ibu depresi, terlalu banyak beban yang dipikulnya. Selama ini Ia diam, tak pernah bercerita. Namun diamnya itu menjadi petaka. Ibuku yang kukenal selalu lembut dan penyabar itu tak mau bicara, tak mau beraktivitas, mandi pun dimandikan, bahkan lebih sering berontak ketika kami mulai menyentuhnya. Sosok kecilku waktu itu tidak tau yang namanya 'depresi'. Aku hanya bisa menangis, ibuku hilang. Tentu bukan hilang secara harfiah.

Dewi kecil yang dulunya apa-apa selalu disiapkan oleh sang Ibu, kini harus menerima kenyataan pahit. Dulu, pakaian selalu ibu yang mencucikannya. Kini Ibu hanya tergeletak di kasur dan mengucapkan kalimat-kalimat aneh. Kakak-kakakku pun waktu itu sedang dalam perantauan semua. Jadi, hanya aku, Bapak, dan Ibu di rumah. Semua pekerjaan rumah tangga yang biasanya dikerjakan Ibu, kini dikerjakan Bapak dan aku.

Setiap hari aku berdoa untuk kesehatan ibu. Aku ingin ibu kembali seperti semula. Aku rindu ibuku. Doaku terkabul saat aku naik kelas 2 SMP. Ibu perlahan membaik setelah lama dirawat di rumah sakit (ibu dibawa ke rumah sakit dengan penuh drama karena beliau selalu berontak).

Setelah kejadian itu aku lebih berhati-hati dalam memperlakukan ibu. Aku dan kakak-kakakku pun senantiasa meminta ibu untuk tidak memendam sesuatu. Kami ingin ibu berbagi bebannya dengan kami. Ibu telah merawat dan menyayangi kami dengan sebegitu baiknya, kali ini biarkan kami merawat dan menyayangi ibu pula. Kami senantiasa berharap ibu mendapatkan kebahagiaan selalu. Aku sayang sekali pada Ibu. Terimakasih ibu sudah menjadi ibu yang baik. Maafkan aku karena aku belum bisa menjadi anak yang baik. Tapi aku selalu berusaha. Kasih sayangku kepada Ibu dan sebaliknya, tak bisa kudeskripsikan dan kutulis dengan detail karena keterbatasan penulisanku. Namun, kasih sayang itu, dapat dirasakan, sepanjang aku dan ibu masih hidup. Terimakasih Ibu

Ditulis bersama Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum.
Dosen PBSI FKIP UNS, Ketua Umum ADOBSI, & Pegiat LIterasi Arfuzh Ratulisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun