Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengunjungi Bumi Sang Proklamator

14 November 2024   14:54 Diperbarui: 11 Desember 2024   09:02 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Fotonya sambil duduk di sana. Jalanannya sepi,"dia menunjuk ke jalanan.

Sempat ragu, namun akhirnya kami asyik cekrek sana-sini dengan segala macam gaya. Sumpah, dengan lanskap seindah itu, batu pun akan terlihat indah jika difoto. Apalagi kami berempat. Hahaha.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Setelah puas berfoto ria, kami segera menuju Pantai Mandeh. Dari Puncak Paku ke Pantai Mandeh hanya sepuluh menit saja. Perahu Bang Icon telah menunggu di Muara Mandeh. Dengan membayar 500 ribu rupiah, Bang Icon siap mengantarkan kami ke Pulau Setan. Perahu motor kami segera melaju, membelah lautan tenang nyaris tanpa gelombang. Tak heran,  karena ini kawasan teluk, maka angin dan gelombang terhalang pulau-pulau.

Dari Muara Mandeh awalnya terlihat hutan bakau membentang di kiri kanan, membentuk vegetasi rimbun menjadi habibat tempat berkembang biaknya ikan, udang, kepiting, dan makhluk air lainnya.  Hanya sepuluh menit saja, perahu kami merapat di dermaga Pulau Setan. Kami melompat turun dari perahu, membenamkan telapak kaki kami ke dalam pasir putih yang lembut. Telapak kaki serasa dipijat-pijat pasir yang lembut. Dengan hanya membayar sepuluh ribu rupiah per orang, pantai serasa milik kami berempat hari itu. Sepi sekali, karena memang bukan akhir pekan.

Di sepanjang pantai terlihat banyak saung yang disewakan. Namun kami memang ingin merasakan hangatnya pasir pantai. Setelah mencari penyewa tikar, kami duduk bersantai di pinggir pantai. Pulau Setan ini menawarkan beberapa sarana rekreasi. Pengunjung bisa menyewa Banana Boat, Donut Boat ataupun snorkeling menikmati keindahan bawah laut. Namun kami berempat memang tak ingin berbasah-basah ria.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Sambil  menghirup kelapa muda penghilang dahaga, kami memandangi lautan hijau toska di depan kami. Maka cerita nostalgia masa lalu menjadi kawannya. Cerita ketika kami masih satu kantor di Jakarta dulu. Ternyata masa itu telah terhanyut jauh. Bak ombak menghanyutkan pasir menuju muara.

"Eh, kita sholat dulu yuks," ajak Leni.

Kami segera mencari kamar mandi umum untuk berwudhu. Tapi tak ada air yang mengalir keluar dari keran-keran yang terpasang. Untung saja kami tak ada yang berenang, bingung juga harus mencari tempat berbilas jika air bersih tak tersedia.

Bang Icon menawari kami untuk berfoto di beberapa titik yang dianggapnya menarik. Bang Icon ini selain piawai mengemudikan perahu juga mahir membidik dengan kamera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun