Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengunjungi Bumi Sang Proklamator

14 November 2024   14:54 Diperbarui: 11 Desember 2024   09:02 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi pribadi
Koleksi pribadi

Menurut Yuli, salah satu masakannya yang tersohor adalah ayam gorengnya. Aku ingin mencobanya.  Benar saja, ayam gorengnya garing di luar tapi empuk di dalam. Bumbunya meresap dan terasa orisinal sekali.  Bumbunya tidak berlebihan, berbeda dari ayam goreng yang biasa kita temui di rumah makan Padang yang tersebar di seantero Jakarta. Konon salah satu rahasianya adalah mereka menggunakan minyak kelapa untuk menggorengnya. Minyak kelapa asli buatan sendiri. Setelah menghabiskan dua potong ayam goreng ditambah lauk lainnya, amunisi telah tercukupi. Para Bolang siap bertualang.

Tujuan hari pertama kami adalah kawasan Mandeh. Kawasan ini terletak di Teluk Carocok Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Mandeh ini memiliki sejumlah pulau diantaranya: Tarajun, Sironjong Besar dan Sironjong Kecil, Setan Kecil, Pulau Merak, dan Pulau Cubadak. Menurut informasi yang saya dapatkan, kawasan Mandeh ini dikenal sebagai Raja Ampatnya Sumatra Barat. Katanya begitu sih. Tapi aku sendiri belum pernah ke Raja Ampat, jadi tak berani membandingkan.

Perjalanan di mulai. Mobil kami segera membelah kota Padang. Kota padang ini letaknya di pinggir pantai. Maka tak perlu waktu lama untuk mencapai tepi pantai. Begitu pemandangan gedung-gedung menghilang, pantai pun terhampar.  Kami melewati Teluk Bayur yang tersohor itu. Teluk bayur merupakan salah satu pelabuhan tertua di Sumatra dan kota yang berjaya di masa lalu. Dibangun sejak zaman kolonial Belanda antara tahun 1888 sampai 1893. Sebelumnya namanya Emmahaven. Terlihat kapal-kapal besar terapung di kejauhan.

Ingatanku melayang ke puluhan tahun silam, saat masa kanak-kanak di Lampung dulu. Suara merdu Ernie Djohan mendendangkan lagu Teluk Bayur biasa terdengar di rumah kami. Itu lagu favoritnya salah satu Kakakku sepertinya. Jadi pelabuhan ini memang sudah tua ya, karena lagu Teluk Bayur saja old song. Hehehe.

Kendaraan mulai menyusuri pesisir yang berkelok-kelok dengan hamparan biru lautan di sebelah kanan kami dalam pelukan pantai nan perawan. Kami disuguhi lukisan alam sepanjang perjalanan.  

"Bentar lagi ada beberapa titik agak terjal dan jalannya naik turun. Nggak ada yang mabokkan?" Pak Jon mengingatkan.

Aku, Teteh Wien, dan Yuli serempak melihat ke arah Leni. Meskipun urang awak dia tak hobi ngebolang. Sebelum perjalanan dimulai, dia sudah menyiapkan sebuah kantong plastik di sakunya. Semoga saja tak ada tragedi. Semoga Leni kuat dan tidak sampai mengeluarkan isi perutnya, doaku dalam hati.  

Benar saja, beberapa kali kendaraan kami melewati tikungan yang ekstrem, cukup memacu adrenalin. Pak Jon memang sengaja memilih jalur yang lebih sepi melewati Sungai Pisang. Bis-bis dan kendaraan umum jarang lewat jalur ini, karena jalannya memang hanya cukup untuk dua mobil papasan dengan medan menantang. Butuh sopir yang piawai dan menguasai medan. Beberapa kali mobil kami harus berhenti karena ada sapi atau kambing yang menghalangi jalanan. Kondisi jalan di Sumatra memang seperti itu.

Empat puluh menit perjalanan melewati bukit-bukit berkelok dan menanjak, pada suatu titik mata kami berempat terpaku melihat hamparan lukisan alam. Dari ketinggian sebuah bukit tampak lautan biru dengan gugusan pulau seakan mengapung di udara. Subhanallah. Tuhan mungkin sedang melukis ketika menciptakan Sumatra Barat ini, batinku. Serempak kami berempat melompat keluar mobil.

Tempatnya di Puncak Paku. Gugusan kepulauan Mandeh dalam sketsa biru nan hijau di kejauhan. Jangan lupa ambil foto yang banyak di sini. Semua sudutnya menjanjikan keindahan. Di sini kami berjanji bertemu dengan pemilik perahu motor yang akan membawa kami ke Pulau Setan. Seorang pria berpostur gempal segera muncul. Bang Icon panggilannya. Melihat kami masih asyik berfoto ria, dia segera menyela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun