Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setyani Dwi Lestari, Dosen Swasta Merangkap PNS

16 Agustus 2020   21:34 Diperbarui: 19 Agustus 2020   20:45 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti peribahasa lama yang menyatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya, maka Setyani Dwi Lestari mewarisi jiwa pendidik dari sang Ayah. Wanita kelahiran Jogjakarta 59 tahun lalu yang biasa disapa  Setyani ini mengenang Ayahnya, sebagai sosok guru teladan di zamannya. Puji Harsono, adalah seorang master di bidang pendidikan.

"Penghargaan sebagai guru teladan dari Presiden Soeharto kala itu membuktikan bahwa kiprah Ayah saya diakui secara nasional,"cerita Setyani bangga.  

Setelah menamatkan Sarjana Matematika dan Statistika dari Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1984, Setyani akhirnya memutuskan mengikuti jalan sang Ayah untuk menjadi dosen di Universitas Budi Luhur di daerah Petukangan, Jakarta Selatan. Dia meninggalkan kesempatan untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) kala itu.

Tentu saja keputusan tersebut mengecewakan sang Ayah. Di kalangan masyarakat Jawa saat itu menjadi PNS masih dianggap profesi terpandang. Tetapi Setyani bergeming. Sejak kecil dia punya keinginan berkeliling dunia, entah bagaimana caranya. Semesta merestui, dengan menjadi dosen dia akhirnya telah menginjakkan kakinya ke beberapa negara Eropa, Asia, Australia dan Amerika Serikat. 

Setelah berhasil menjadi dosen, Setyani bertekad menebus kekecewaan Ayahnya. Dia kemudian berusaha mencari jalan untuk menjadi PNS kembali. Tekadnya berbuah manis, dia berhasil menjadi seorang dosen seperti cita-citanya dan menjadi PNS seperti keinginan Ayahnya.

Kecintaan Setyani pada Ayahnya terpancar jelas. Namun dia sempat dilanda nestapa yang dalam di hari bahagia ketika diwisuda dari program Doktor Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2009. Momen bahagianya seharusnya disaksikan sang Ayah, tapi Allah berkehendak lain. Ayahnya yang kala itu telah menjadi seorang dosen dan sedang menyelesaikan program S3 di Universitas Negeri Yogyakarta, berpulang ke Rahmatullah. 

Raut kesedihan terpancar di wajahnya mengenang itu semua. Sang Ayah telah meletakkan pondasi kuat pada dirinya untuk terus menuntut ilmu, telah pergi. Setyani mengenang perjalanan berliku yang ditempuhnya untuk menebus kekecewaan Ayahnya.

"Status saya itu dosen diperbantukan di LLDikti Kemendikbud, tapi homebaseku di Universitas Budi Luhur " terang Setyani.

Sore itu (Kamis 06/08/2020) di ruang tamunya yang sejuk di kawasan perumahan Larangan Indah, Setyani bercerita banyak tentang kiprahnya seputar dunia pendidikan

Alasan kenapa dia tertarik menjadi menjadi dosen di Universitas Budi Luhur adalah "Saya kerasan dengan kultur kampusnya, kultur Jawa."

Sebagai wanita Jawa dia merasa nyaman dengan kultur Jawa yang mewarnai kampus tempat dia mengabdi tersebut.

Universitas Budi Luhur berada di bawah Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti dan didirikan oleh Drs. Djaetun HS pada 1 April 1979. Visi mulia perguruan tinggi ini adalah mendidik tenaga terampil cerdas dan berbudi luhur. Karena menurut pendirinya cerdas dan berbudi luhur merupakan dua hal terpadu yang tidak terpisahkan. Kecerdasan tanpa dilandasi budi yang luhur akan cenderung digunakan untuk membodohi dan mencelakakan orang lain, sebaliknya budi luhur tanpa diimbangi kecerdasan akan merupakan sasaran kejahatan dan penindasan dari orang lain.

Kini tiga puluh tiga tahun Setyani telah mengabdi di Universitas Budi Luhur. Sebagai Lektor Kepala di Program Studi Manajemen-S2, dia mengampu beberapa mata kuliah, antara lain: Manajemen Sumber Daya Internasional, Metode Riset Bisnis, Matematika Bisnis, Statistik Bisnis, Manajemen Strategik, dan Manajemen SDM Lanjutan. Perjalanan panjang penuh perjuangan  yang dia tempuh mulai berbuah. Seperti keyakinannya selama ini bahwa kesabaran merupakan kunci keberhasilan.

 "Untuk mencapai hasil yang  tinggi itu harus sabar,"nasehatnya bijak.

Pencapaian wanita berpostur mungil yang luwes dalam bergaul ini dalam bidang pendidikan harus diakui. Dia menggondol predikat best paper pada konferensi internasional yang diadakan di Maldives pada tahun 2019. Dia berhasil menyisihkan 31 negara lainnya dengan jurnal ilmiahnya yang berjudul: Effect of Occupational Health and Safety, and Work Environment on Employee Performance with Working Environment  as Mediating Variables. Survei dilakukan pada PT Kereta Api Indoensia, Tahun 2019. 

Penghargaan best paper di tingkat Asia Pasifik juga pernah diraihnya pada tanggal 22 Juli 2015 yang diadakan di Bali. Jika ditelusuri di mesin pencari google, maka tak sulit menemukan karya ilmiahnya yang telah menghiasi laman-laman di luar maupun dalam negeri. Membuktikan kapasitas keilmuan wanita yang mengidolakan Ki Hajar Dewantara ini tak diragukan lagi.

"Pemimpin besar harus sebagai ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani, sebagai role model, memberi peluang dan mencetak pemimpin yang lebih baik dari dirinya." Setyani menjelaskan alasannya mengagumi Bapak Pendidikan Nasional itu.

Di kalangan mahasiswa Magister Manajemen di Universitas Budi Luhur, Setyani memang dikenal sebagai sosok mengayomi. Dia orang yang akan dicari mahasiswa saat membutuhkan solusi. Pintu ruang kerjanya selalu terbuka bagi yang ingin berkonsultasi atau sekedar berkeluh kesah. Dia tak sekedar menjadikan dosen sebagai sebuah profesi, namun menjalaninya dengan hati.

Profesi dan Tantangan

Bagi Setyani menjadi dosen dituntut untuk terus mengembangkan kemampuan diri. Apa lagi di era milineal sekarang ini seorang dosen harus peka membaca prioritas kebutuhan di bidang pendidikan, tidak hanya berpaku pada kurikulum yang ditetapkan sebelumnya saja.

"Bagaimana usaha pemerintah mengubah behaviour pembelajaran yang lebih inovatif, berbasis digital dan pengetahuan terbaru yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," Setyani mengemukakan harapannya di bidang pendidikan.

Dan dia memulainya di kampus tempatnya mengabdi. Karena itu materi kuliah di Magister Manajemen tak melulu dalam bentuk teori saja, namun juga diberikan bekal praktis tentang penerapan ilmu di lapangan kelak. Sehingga setiap semester akan diberikan kuliah umum dengan mendatangkan pakar praktisi di bidangnya, seperti: Dewi Motik Pramono, Okky Asokawati, dan lain lain. Muara yang ingin dicapai adalah agar para mahasiswa dapat menimba ilmu dan pengalaman dari mereka yang kompeten di bidangnya.

Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda, pastinya berpengaruh besar ke sektor pendidikan. Dengan diterapkannya sistem pembelajaran jarak jauh, justeru menurut Setyani merupakan momentum yang tepat untuk memulai implementasi Era Revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan. Sekarang ini kuliah, bimbingan, dan seminar mulai dilakukan secara daring.

"Dengan teknologi kini semua aktivitas belajar menjadi mudah.  Contohnya meeting di seluruh pelosok tanah air bahkan lintas negara dapat dilakukan tanpa tatap muka,"terang Setyani.

Ahli teori pendidikan sering menyebut Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah integrasi teknologi cyber baik secara fisik maupun non fisik dalam pembelajaran. Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 adalah fenomena untuk merespons kebutuhan revolusi industri menyesuaikan dengan kurikulum baru sesuai kondisi saat ini. Kurikulum tersebut mampu membuka jendela dunia melalui genggaman contohnya memanfaatkan internet of things (IOT). Di sisi lain pengajar juga memperoleh lebih banyak referensi dan metode pengajaran.

Ibu dua orang puteri yang telah menamatkan pendidikan tingginya dan kini sukses berkarier di perusahaan asing dan BUMN ini, tak menampik bahwa tantangan yang dihadapi dosen di Era Revolusi Industri ini tak kalah beratnya. Seorang pengajar harus terus berupaya meningkatkan kompetensi diri, jangan sampai tertinggal dengan kemajuan yang dicapai anak didiknya. Karena seorang pengajar harus mampu mengekspor ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Bagaimana akan mentransfer ilmu jika dia sendiri tak memiliki kompetensi?

Bagi wanita dengan moto hidup: berkarya untuk kepentingan yang luas dan pantang menyerah dalam setiap kesulitan, itu semua adalah tantangan yang harus dihadapi. Karena menjadi dosen adalah panggilan jiwanya, dan memenuhi panggilan jiwa berarti siap dengan segala konsekuensinya. Maka dia menjalani itu semua dengan bahagia, seperti senyum yang selalu ditebarnya dalam setiap kesempatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun