Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

UMKM Maju, Ekonomi Indonesia Melaju

30 Agustus 2018   10:29 Diperbarui: 30 Agustus 2018   10:47 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama Tarif Pajak. Penurunan Tarif Pajak Final menjadi setengah persen dari sebelumnya satu persen. Tarif Pajak Final setengah persen ini dikenakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan (koperasi, persekutuan komanditer, firma, dan perseroan terbatas) yang menjalankan usaha dengan omset tak lebih dari Rp4,8 Milyar setahun. Titik berat disini ditujukan bagi mereka yang menjalankan usaha, karena penghasilan yang diperoleh dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas dikecualikan dari aturan ini.

Apa saja yang termasuk dalam jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas? Pasal 2 ayat 4 PP No 23 tahun 2018 menyebutkan secara terperinci siapa saja yang dapat dikategorikan menjalankan pekerjaan bebas, antara lain: tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, PPAT, penilai, dan aktuaris. Kemudian mereka yang bekerja di bidang seni seperti: bintang film, bintang iklan, dan sejenisnya.

Pengarang, agen iklan, dan lain-lain juga termasuk yang dikecualikan. Jika ingin tahu apakah termasuk yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Final setengah persen ini cukup intip Pasal 2 ayat 4 PP No 23 tahun 2013 ini.

Ketika beberapa orang pribadi bergabung membentuk perseroan komanditer atau firma dan menjalankan pekerjaan bebas, apakah dikecualikan juga? Jawabnya adalah: iya.

Kedua  jangka waktu pengenaan PPh Final. Jika dalam aturan sebelumnya tak ada jangka waktu bagi Wajib Pajak yang ingin menggunakan Tarif Pajak Final, dalam aturan yang baru diatur jangka waktunya.  Yaitu: tujuh tahun bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, empat tahun bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, dan firma, serta tiga tahun bagi Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas.

Dan perlu digarisbawahi adalah bagi Wajib Pajak yang memutuskan memilih menggunakan Tarif Pajak umum Pasal 17 tak bisa beralih kembali ke Tarif Pajak Final. Jangka waktu tiga, empat, dan tujuh tahun ini diberikan kepada Wajib Pajak agar memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan sarana ketika harus mulai melakukan pembukuan.

Salah satu narasumber yang diundang untuk memberikan sosialisasi terkait pembukuan UMKM adalah Khusnaini, yang merupakan dosen di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan pembina komunitas UMKM Sahabat Pajak. Dia memaparkan bahwa meskipun UMKM dari segi kuantitas mendominasi perekonomian nasional , tetapi kualitas mereka tidak mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun.

Data dari Kementerian Koperasi dan UKM lebih 99% pelaku UMKM masih berada ditataran mikro. Jika merujuk pada  Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah artinya kekayaan bersih mereka tak melebihi dari Rp50 juta dan omset yang dihasilkan tak lebih dari Rp300 juta setahun.  Kendala yang dihadapi pelaku UMKM yang membuat mereka sulit naik kelas adalah karena: pertama enggan melakukan pencatatan/pembukuan, dan kedua tak menguasai pemasaran secara daring.

Keengganan pelaku UMKM melakukan pencatatan/pembukuan kebanyakan karena masih terbelenggu stigma lama bahwa melakukan pembukuan itu sesuatu yang sulit dan rumit. Padahal dengan kemajuan teknologi kini telah tersedia pembukuan untuk UMKM yang bisa diunduh di beragam laman. 

Dengan menggunakan salah satu aplikasi pembukuan UKM yang diunduh dari salah satu layanan konten digital, narasumber memperagakan kepada peserta cara melakukan pencatatan transaksi keseharian mereka. Hasilnya jurnal, buku besar, hingga laporan keuangan (Rugi Laba) langsung tersaji. Peserta pun antusias.

Masalah kedua pelaku UMKM sebagian besar tidak memahami seluk-beluk pemasaran secara daring. Biasanya terjadi pada mereka yang berada di pedesaan sehingga tak terjangkau teknologi internet, ataupun mereka yang tak lagi muda usia sehingga gagap teknologi. Agar peserta lebih memahami seluk beluk pemasaran daring ini KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua juga mengundang narasumber yang kompeten di bidangnya yaitu dari blanja.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun