Mohon tunggu...
Dewi Damayanti
Dewi Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Musim boleh berganti, namun menulis tak mengenal musim. Dengan goresan tintamu, kau ikut mewarnai musim.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bu Susi, Mungkin Ini Sebabnya Nelayan Kita Tertinggal!

22 Desember 2015   12:23 Diperbarui: 29 Desember 2015   09:51 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Helikopter di kapal nelayan, sumber: National Geographic Channel"][/caption]Laut sedang murka. Namun kapal itu terus saja melaju menentang ombak, meninggalkan suara hempasan keras di haluannya dan buih putih. Nakhoda kapal, seorang pria paruh baya dengan postur kekar dan rambut cepak nampak mengamati layar GPS di ruang kemudi dengan seksama. Kemudian dia mengeluarkan komando…

Sebuah helikopter yang tadinya bersandar di kapal itu lepas landas, membelah udara lantas berputar-putar di langit. Pusaran udaranya menggiring bayang-bayang hitam di kedalaman lautan sana, yang sejak tadi menjadi fokus perhatian pilot dan asistennya. Dengan bantuan teropong, mereka yakin tak pelak lagi bayangan hitam besar itu memang gerombolan ikan. Mereka menandai pada sebuah titik koordinat tertentu.

Kemudian melalui saluran komunikasi sang pilot helikopter memberi komando pada komandan kapal….dan done! Dua buah speed boat meluncur dari atas kapal menarik jaring raksasa ke tengah lautan, bak laba-laba merayap membentuk jaringnya. Ujung kedua jaring raksasa akan bertemu dan membentuk lingkaran hingga ikan-ikan akan terjebak di dalamnya.

Ini ada di sebuah film dokumenter yang saya tonton di sebuah channel TV kabel yang menggambarkan bagaimana sebuah kapal penangkap ikan Taiwan beroperasi. Kapal yang begitu canggih. Dilengkapi GPS dan sonar pendeteksi keberadaan ikan besar seperti tuna di lautan, helikopter untuk memastikan keberadaan objek dari jarak dekat, speed boat untuk menebar jaring dalam waktu singkat, juga mesin untuk menarik jaring kembali ke kapal, maka luar biasa…sekali tarikan berton-ton ikan Tuna terangkat!

Dengan peralatan canggih macam itu para Anak Buah Kapal (ABK) dan sang kapten biasanya ditarget sebulan agar menangkap 900 ton ikan Tuna. Dan target itu jarang meleset. Karena kapal nelayan itu mampu menampung 150.000 liter solar hingga sanggup berlayar ber bulan-bulan. Andai mereka kehabisan bahan bakar sebuah kapal tanker bahan bakar telah siap men-suplai.

Kapal tanker itu rupanya beroperasi tak jauh dari wilayah Papua. Sebuah peta terbentang, saat penyiar menyebutkan lokasi keberadaan kapal tanker penyuplai itu. Maka pikiran nakal saya bekerja, jangan-jangan kapal tanker itu menyedot solar subsidi dari Indonesia. Jangan-jangan. Hehehe.

[caption caption="Speed Boat, sumber: National Geographic Channel"]

[/caption]

Nelayan dan Ilmuwan

Dalam Island of Fish, Promised Fish lain lagi, film dokumenter tentang penangkapan ikan Mahi-Mahi (dolphinfishes) oleh nelayan Taiwan, seorang ilmuwan kelautan turut serta dalam sebuah kapal nelayan.

Kapten Chen dan Dr. Chiang. Yang seorang kapten kapal nelayan dan satunya ilmuwan kelautan, bekerja sama untuk kesinambungan bidang mereka. Kapten Chen spesialis nelayan ikan Mahi-Mahi inginnya ikan itu keberadaannya terus terjaga, agar dapurnya tetap mengepul. Bagi sang Ilmuwan, Mahi-Mahi adalah spesies yang harus dipelajari agar bisa dijaga kelestariannya. Karena ikan itu sangat digemari penggila sea food, maka nilainya tinggi di pasaran.

Untuk itu Dr. Chiang menempeli tubuh beberapa ikan dengan label satelit dan label konvesional. Dengan label satelit, dapat di pelajari habitat, pola migrasi, dan perkembangbiakannya. Sementara dari label konvensional dapat diketahui bahwa ikan Mahi-Mahi adalah jenis spesies yang paling cepat berkembang di laut, dan aman dari resiko polutan karena pertumbuhannya yang cepat.

Dan ikan Mahi-Mahi hasil tangkapan kapten Chen saat tiba di pelelangan telah ditunggu seorang pemilik pabrik pengawetan ikan, dan siap di ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa dengan harga sangat tinggi.

Dr. Chiang mengatakan ini merupakan kebijakan manajemen perikanan. Sebuah mata rantai di bidang perikanan yang telah tertata luar biasa. Nelayan, ilmuwan, distributor, dan eksportir. Semua elemen masyarakat terlibat di sana.

Nasib Nelayan Indonesia

Sementara bagi kita menjadi nelayan belum merupakan sebuah profesi pilihan. Karena menjadi nelayan berarti siap menjadi masyarakat yang termarginalkan. Termarginalkan secara ekonomi, sosial, dan politik.

Karena melaut hanya sekedar mempertahankan hidup, belum sanggup menyejahterakan hidup. Belum ada kebijakan manajemen perikanan yang tertata seperti di Taiwan sana, misalnya.

Lihat saja buktinya. Wilayah laut kita meliputi 5,8 juta km² atau sekitar 70 persen dari luas total wilayah Indonesia dengan kekayaan laut yang luar biasa, menjadi sasaran empuk illegal fishing. Itu terjadi bertahun-tahun tanpa tindakan tegas dari pemerintah kita. Sementara nelayan kita yang kebanyakan hanya nelayan tradisional hanya menjadi penonton.

Bolehlah kita sedikit bernapas lega saat Susi Pudjiastuti naik sebagai menteri Kelautan dan Perikanan. Beratus-ratus kapal pencuri ikan itu kini ditenggelamkan.

Karena menurut Bu Menteri atas pencurian ini Indonesia rugi hingga 240 triliun. Kini ekpor Indonesia naik 240 persen. Tapi ini kan hitung-hitungan secara nasional, apakah nasib nelayan-nelayan kita di pulau-pulau terpencil sana telah ikut terdongkrak juga kehidupannya?

Fiiuuh…rasanya masih jauh. Saya teringat nelayan-nelayan dengan perahu tempel dan seringkali kehabisan solar untuk melaut. Atau nelayan dengan perahu dayung kecil, terseok-seok tak mampu menyorongkan jukung saat musim badai tiba. Dan mereka menghitung sen demi sen Rupiah bukan Dolar, karena harga ikan tinggi itu ada di rantai teratas, bukan di mereka.

Jadi Bu Susi, PR Anda masih banyak…jangan terburu pergi dan meninggalkan pekerjaan yang sudah digelar dan belum usai.

Karena saya lihat Anda punya energi yang luar biasa untuk memperbaiki mata rantai perikanan kita. Saya yakin Anda punya kekuatan untuk memaksa para investor menanamkan modal mereka di bidang industri perikanan kita yang masih memprihatinkan. Dan satu lagi. Rasanya kalau tidak salah, baru Anda menteri yang begitu peduli untuk memperbaiki nasib nelayan-nelayan kita yang terpinggirkan…

Salam saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun