Mohon tunggu...
Dewi Aryanti
Dewi Aryanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo semuanya, terima kasih telah berkunjung ke profile saya!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Pembunuhan Wayan Mirna (Sianida) dengan Perspektif Filsafat Hukum Positivisme

24 September 2024   12:38 Diperbarui: 24 September 2024   12:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Dewi Aryanti

Nim : 222111202

Kelas: HES 5f

1. Kasus hukum  dan analisis menggunakan cara pandang filsafat hukum positivisme.

    Kasus: Kasus Pembunuhan Wayan Mirna (Kasus Sianida)

Pada tahun 2016, Wayan Mirna Salihin meninggal dunia setelah meminum kopi yang dicampur sianida di sebuah kafe di Jakarta. Teman Mirna, Jessica Kumala Wongso, dituduh sebagai pelaku yang menaruh sianida dalam minuman tersebut. Kasus ini menjadi perhatian publik karena bukti yang dianggap tidak langsung dan banyaknya spekulasi tentang motif Jessica. Pengadilan akhirnya memvonis Jessica bersalah atas pembunuhan berencana dan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara.

Analis dengan cara pandang filsafat hukum postivisme

  • Hukum Sebagai Aturan Tertulis: Kasus Jessica Wongso, yang didakwa berdasarkan KUHP Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, menekankan pentingnya hukum sebagai aturan tertulis. Pendekatan positivisme menilai bahwa hukum yang berlaku harus diterapkan sesuai dengan isi pasal tersebut, tanpa mempertimbangkan konteks emosional atau sosial.
  • Fokus pada Bukti dan Prosedur: Dalam perspektif positivisme, keputusan pengadilan didasarkan pada bukti yang ada dan prosedur yang telah ditetapkan. Meskipun bukti yang diajukan bersifat tidak langsung, hakim harus menilai apakah bukti tersebut memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal yang relevan. Proses ini mengikuti prosedur hukum yang formal dan sistematis.
  • Penegakan Hukum oleh Otoritas yang Sah: Proses hukum di tangan otoritas yang sah (pengadilan dan aparat penegak hukum) menjadi pusat analisis positivisme. Putusan pengadilan dianggap sah dan final, karena dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, dan keputusan tersebut mengikat tanpa mempedulikan opini publik atau moralitas.
  • Pemisahan Hukum dari Moralitas: Pendekatan positivisme menekankan bahwa hukum dan moralitas adalah entitas yang terpisah. Dalam kasus ini, pengadilan tidak mempertimbangkan apakah tindakan Jessica bisa dianggap baik atau buruk secara moral; fokusnya adalah pada apakah dia melanggar hukum yang telah ditetapkan.

Pendekatan positivisme dalam analisis kasus Jessica Wongso menekankan penerapan hukum yang jelas dan prosedural, penegakan hukum oleh otoritas yang sah, serta pemisahan antara hukum dan moralitas. Keputusan pengadilan diambil berdasarkan aturan yang tertulis, menjadikan proses hukum objektif dan konsisten dengan norma yang ada.

2. Mazhab hukum postivisme

Mazhab hukum positivisme adalah aliran filsafat hukum yang berpandangan bahwa hukum tertulis adalah hukum tertinggi dalam suatu negara. Aliran ini memiliki beberapa ciri, yaitu: Memisahkan secara tegas antara hukum dan moral, Mengagungkan hukum tertulis, Tidak membahas baik buruknya hukum positif, Tidak membahas efektivitas hukum dalam masyarakat. Aliran positivisme hukum memiliki beberapa dampak, yaitu: Kepastian hukum, Memudahkan hakim dalam mengadili perkara, Hakim hanya berpedoman pada ndang-undang, sehingga mengesampingkan nilai moral.

3. Argumen tentang madzab hukum postivisme dalam hukum indonesia

  • Kepastian Hukum:  Hukum positivisme memberikan aturan yang jelas dan tertulis, sehingga masyarakat tahu hak dan kewajibannya. Ini penting untuk menciptakan stabilitas dalam masyarakat.
  • Proses Hukum yang Formal: Pendekatan ini menekankan pentingnya prosedur hukum yang sistematis dan adil, memastikan bahwa setiap individu diperlakukan sama di depan hukum.
  • Reformasi dan Responsivitas: Hukum positivisme mendorong pembaruan undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, membuat hukum menjadi lebih relevan dan adaptif terhadap perubahan sosial.
  • Pemisahan Hukum dari Moralitas: Sementara pemisahan ini dapat meningkatkan objektivitas hukum, hal ini juga berisiko menghasilkan keputusan yang tidak mencerminkan nilai-nilai sosial dan keadilan masyarakat.
  • Kendala dalam Penegakan Hukum:Meskipun berlandaskan pada aturan, praktik penegakan hukum seringkali terhambat oleh korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum. 
    • Jadi, Madzab hukum positivisme memberikan dasar yang kuat untuk kepastian dan struktur hukum di Indonesia, namun perlu diimbangi dengan pertimbangan moral dan nilai sosial agar penegakan hukum benar-benar mencerminkan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun