Di Kecamatan Ngluyu, Kecamatan Nganjuk banyak beredar mitos-mitos yang masih belum jelas faktanya, atau yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai berita simpang siur yang tidak benar. Mari kita kenali dulu Kecamatan Ngluyu, Kecamatan Ngluyu merupakan salah satu pemekaran dari Kabupaten Nganjuk. Kecamatan Ngluyu terletak di bagian utara Kabupaten Nganjuk. Terdapat 5 desa pada subdivisi tersebut yaitu Desa Gampeng, Desa Sugiwaras, Desa Bajang, Desa Lengkonglor dan Desa Tempuran. Setiap desa di kawasan Ngluyu memiliki beberapa mitos yang diyakini warga setempat.
Pertama, di penghujung tahun 2022, salah satu peristiwa yang menghebohkan warga sekitar terjadi di Desa Gampeng, khususnya Dusun Glidah, yaitu banyaknya warga Desa Gampeng yang gantung diri. Awalnya hanya ditemukan satu atau dua warga yang gantung diri. Belakangan, beberapa warga yang khawatir dengan kejadian tersebut meminta bantuan kepada seseorang yang diyakini memiliki "ilmu tinggi" untuk membantu warga melindungi rumahnya dari gangguan gaib. Beberapa orang yang meminta pertolongan kepada "orang bijak" tersebut biasanya hanya diberikan garam saja dan orang jawa biasa menyebutnya dengan "uyah grosok" dimana garam tersebut ditaburkan disekitar rumah untuk melindungi rumah dari hal-hal yang dianggap.
Namun, dari hari ke hari jumlah korban gantung diri tidak berkurang, malah bertambah. Situasi desa semakin buruk setiap hari. Beberapa warga kemudian mendatangi rumah yang diyakini sebagai rumah sesepuh desa Gampeng untuk mencari tahu apa sebenarnya penyebab banyaknya warga yang gantung diri satu per satu dalam waktu singkat.Â
Ternyata setelah mendapat pertanyaan dari warga berdasarkan informasi yang diberikan oleh lelaki tua tersebut kepada warga sekitar, lelaki tua tersebut mendapat petunjuk melalui mimpinya. Mimpi orang tua tersebut adalah sebagai berikut : "Banyak warga yang gantung diri karena di desa tersebut ada suatu tempat yang dianggap keramat oleh seluruh warga Dusun Glidah. Konon nenek moyang yang tinggal di Sendang Sejat marah karena merasa mereka telah dilupakan. . . karena tempat itu kotor, dan ada sedekah, yang seharusnya menjadi kewajiban penduduk asli setiap tahunnya.".
Kemudian solusi yang diberikan oleh para sesepuh kepada warga setempat adalah agar warga setempat segera melakukan pekerjaan bersih-bersih antar sesamanya, berdoa bersama dengan ikhlas dan berharap agar tradisi bersedekah tetap terkabul di muka bumi. setiap tahunnya untuk mencegah hal serupa terjadi lagi. Setelah beberapa minggu menjaga rangkaian tradisi, Dusun Glidah akhirnya kembali normal tanpa ada kejadian misterius yang terulang
kembali.Kedua, keadaan di Desa Lengkonglor hampir sama dengan di Desa Gampeng. Ini adalah tempat yang dulunya dianggap sebagai tempat suci oleh penduduk setempat. Namun berbeda, di desa ini para penjaga gunung bukanlah korban dari penduduknya, melainkan kepala desa. Pasalnya, Kepala Desa dikabarkan tidak mengizinkan warga setempat untuk melakukan tradisi salat berjamaah di Gunung Mbah Njalu.Â
Mungkin hal ini yang membuat kepala desa menjadi tujuan para leluhur yang tinggal di gunung, karena kepala desa sudah tidak memperbolehkan lagi penduduknya untuk menunaikan tradisi berdoa bersama di gunung, dan kemungkinan ia tidak mengirimkan doa kepada leluhurnya dari rumahnya. Meski penduduknya tidak diperbolehkan berdoa di gunung tersebut, namun mereka tetap mengirimkan doa kepada leluhur dari rumahnya. Inilah kesempatan warga menjadi sasaran nenek moyang mereka yang marah. Peristiwa ini terjadi pada masa maraknya COVID-19, tepatnya pada tahun 2021-2022.
Yang terakhir ini yang diketahui oleh warga sekitar di beberapa kecamatan di Kabupaten Nganjuk bahkan di luar Nganjuk adalah mitos pelarangan batik motif parang yang rusak. Jika batik rusak parang masuk ke kawasan Ngluyu, meski tidak dalam bentuk kain melainkan hanya dalam kertas kado, dianggap melanggar kepercayaan mitos setempat.Â
Mitos ini sudah tersebar sejak nenek moyang yang sering disapa Mbah Gedong oleh penduduk setempat karena kesukaannya terhadap pakaian berdesain parang patah. Namun setelah kematiannya, hal tersebut menjadi mitos karena Mbah Gedong tidak menganggap pakaiannya sama dengan miliknya. Dan kalau ada yang kena entah di baju atau di baju, bikin Mbah marah. Kemudian masyarakat Kecamatan Ngluyu akan mengalami kejadian tersebut sehingga seluruh desa di Kecamatan Ngluyu akan mengalami hujan dan badai yang sangat dahsyat.padat Badai dan hujan pun berhenti ketika batik bermotif parang rusak itu dibuang dari Subbagian Ngluyu.
Bahkan pernah terjadi kejadian pada bulan Maret 2023. Ada seorang warga Kecamatan Ngluyu yang sedang merayakan pernikahan putranya, saat itu salah satu tamu undangan membawa kado pernikahan yang dibungkus kertas kado dengan batik parang rusak. Kawasan Ngluyu langsung terdampak hujan disertai angin. sampai tenda pernikahan runtuh.
Lalu ada contoh lain, ketika pada bulan Agustus 2023 diadakan karnaval SD se-kecamatan, ada salah satu siswa SD yang mengikuti karnaval tersebut memiliki motif batik parang rusak. Sebelumnya ada tanda alam berupa awan yang diketahui, dan warga sudah menduga ada yang menggunakan batik dengan motif tersebut. Tak lama kemudian, hujan deras datang disertai badai, dan tak lama kemudian, seorang anak tiba di karnaval dengan kasau rusak.Â