Mohon tunggu...
Dewi Anggraini
Dewi Anggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswi suka baca kadang suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengenal Majalah Horison

19 Juni 2022   21:57 Diperbarui: 19 Juni 2022   23:06 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa Orde Baru terjadi pergolakan antara aliran Manifes Kebudayaan dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Dari pergolakan tersebut Lekra melarang jalannya Manifest kebudayaan untuk menerbitkan dan mengedarkan karya-karyannya, akhirnya ini berdampak pada seniman dan sastrawan lainnya yang tidak bisa mengekspresikan karyanya. 

Situasi tersebut juga berdampak pada surat kabar, ada beberapa surat kabar yang memiliki kekuatan politik karena dimanfaatkan sebagai media dan alat propaganda bagi partai politik.

Saat itu, Majalah berfungsi sebagai media bagi sastrawan untuk mengeluarkan ide kreatif dalam dirinya yang dalam bentuk karya sastra, selain itu pula menjadi sebuah tempat untuk tumbuh berkembangnya para sastrawan dalam dunia kesusastraan. 

Akhirnya Majalah Horison hadir memfasilitasi dan menjembatani untuk memperjuangkan nilai demokratis dan kebebasan aspirasi masyarakat serta majalah horison ini lahir dari kegelisahan mahasiswa melihat kebudayaan, krisis kesusastraan, dan politik di Indonesia.

Penamaan "Horison" yang artinya "Kaki langit yang jauh" ini sebenarnya mengajak masyarakat agar terus menjadi horison, dalam arti supaya kita lebih terbuka dan sadar harus menghapuskan batas-batas yang menghambat pemikiran serta memperluas daya kreatif kita dalam semua bidang untuk kehidupan bangsa kita. Majalah Horison ini diterbitkan pertama kali pada bulan Juli 1966 di Jakarta

Hadirnya majalah Horison ini, membuat semangat para seniman kembali menyala di bidang kebudayaan, termasuk pihak-pihak yang tertekan pada masa tersebut, seperti para sastrawan yang ikut terlibat dalam pergolakan Manifest kebudayan (Manikebu) antara majalah sastra dengan Lekra. 

Majalah Horison ini melahirkan W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, Umar Kayam, Goenawan Mohamad, Arifin C. Noer, Teguh Karya, Sutardji Calzoum Bahri, Danarto, Budi Darma, Hamsad Rangkuti dan sastrawan besar yang lain.

Perkembangan Majalah Horison

Majalah Horison merupakan majalah kebudayaan baru yang berfokus pada seni dan sastra di Indonesia, selain itu berdasarkan isi dari beberapa karya sastra (cerpen dan puisi) dan opini dari Mochtar Lubis menunjukkan bahwa majalah horison sangat mendukung pemerintahan Orde Baru. 

Maka dari itu majalah horison pun berhasil memfasilitasi sastrawan angkatan 66 dalam berkegiatan sastra sehingga dikemudian hari beberapa sastrawan tersebut menjadi tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan kesusastraan di Indonesia.

Perkembangan majalah Horison berubah, ketika tatanan dewan redaksi yang mengalami perubahan dan rubrikasi dalam majalah Horison yang mengalami perubahan juga. Majalah Horison juga memberikan ruang kepada karya-karya keislaman. Karya-karya keislaman dalam majalah Horison memiliki nilai-nilai moral ajaran Islam yang dapat diambil hikmah dan pelajaran. 

Seperti dalam cerita "Kuburan Keramat" memberikan pembelajaran mengenai syariat Islam yang tidak memperbolehkan mempercayai hal dan kekuatan ghaib. Dalam melakukan syariat-syariat Islam harus dibimbing oleh guru yang memiliki ilmu spiritual yang memadai. Cerita pendek karya Mochtar Lubis pada terbitan pertama ini mengingatkan kepada pembaca agar selalu yakin terhadap Allah SWT dan jangan berlebihan dalam menanggapi hal-hal ghaib.

Majalah Horison Berubah Alih Menjadi Media Digital

Saat ulang tahun ke-50 majalah Horison tanggal 26 juli 2016 redaksi Horison mengalih bentukan penerbitan majalah dari berbentuk fisik menjadi bentuk digital. Versi digital majalah horison disebut Horison Online. Horison Online ini digagas oleh Prof. Dr. Amin Sweeney yang menjabat sebagai pemimpin redaksi dalam Horison Online. Pada 13 November 2010 Prof. Dr. Amin Sweeney walfat dan pemimpin redaksi Horison Online di gantikan oleh Dr. Sastri Sunarti.

Horison Online mengalami perubahan tampilan beberapa kali. Horison Online ini merupakan versi terbaru setelah majalah Horison edisi cetak berusia setengah abad pada Juli 2016. Dengan demikian, Horison Online versi baru ini merupakan kelanjutan dari Horison edisi cetak setelah majalah sastra edisi cetak itu berusia 50 tahun


Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun