Mohon tunggu...
Ambardewi
Ambardewi Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta seni, buku dan musik

Menulis adalah selera... Mengembangkan ide yang menjadi sebuah tulisan yang menginspirasi adalah tabungan ilmu yang bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri melainkan untuk orang lain.. Jangan memenjarakan ide.... keluar,,, dan tulislah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Anak Universal, Wujudkan Dunia yang Ramah bagi Anak

20 November 2018   23:25 Diperbarui: 20 November 2018   23:40 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak merupakan harta yang tidak terkira bagi setiap orang tua. Di pundak sang anak lah orang tua menitipkan seluruh harapan dan keinginan untuk masa depan lebih baik. Harapan tersebut harusnya didukung dengan kondisi dan peran serta dari setiap masyarakat untuk dapat mewujudkan dunia yang ramah pada anak.

Karena, peran serta orang tua dan lingkunganlah yang berperan langsung dalam tumbuh kembang anak. Sudah semestinya, anak juga harus mendapat perhatian yang optimal dari dunia dengan memperkenalkan apa saja hak hak yang dapat dinikmati anak. Biasanya, di beberapa belahan dunia juga memperingati hari anak yang diselenggarakan menurut negara yang bersangkutan.

Peringatan hari anak di setiap negara berbeda. Jika kita merujuk kepada Hari Anak Internasional tentu  diperingati setiap tanggal 1 Juni, sementara untuk Hari Anak Universal diperingati setiap tanggal 20 November.

Di Indonesia sendiri, Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984.  Hari Anak Universal bertujuan untuk memperkenalkan tentang kebersamaan internasional, kesadaran dan kesejahteraan di antara anak-anak di seluruh dunia.

Coba kita melihat di laman twitter dari UNICEF yang men-twit hashtag dengan tagar #WorldChildrensDay, di Indonesia, UNICEF Indonesia menamakan sebagai #AyoMenjadiBiru.

Hal ini sebagai salah satu bentuk dukungan kepada seluruh anak-anak di dunia tentang hak-hak yang seharusnya dipenuhi. Banyak sekali hak-hak yang harusnya dapat diterimakan dan dinikmati oleh anak, diantaranya adalah hak untuk mendapatkan keselamatan, hak untuk mendapat perlindungan, pendidikan dan masih banyak lagi. 

Sering kita melihat di luar sana, paling dekat dengan lingkungan kita, banyak sekali anak-anak yang terlantar dan kurang mampu berkeliaran dengan kondisi yang memilukan tanpa bisa mendapat perlakuan yang adil sesuai amanah konstitusi. Banyak pula, anak-anak di pedesaan yang mempunyai semangat juang tinggi untuk belajar tetapi terkendala dengan sarana dan prasarana yang tidak mendukung.

Belum lagi masih banyak anak-anak yang mendapat pengaruh buruk dari dampak modernisasi dan gaya hidup yang 'ramah gadget' kemudian diberlakukan kepada anak yang seharusnya familiar dengan buku. Jika harus dituliskan disini, sudah barang tentu banyak hak-hak anak yang masih belum terpenuhi. Apakah hal ini masih bisa dikatakan bahwa dunia sudah ramah terhadap anak?

Gaya Hidup VS Gaya Anak

Sedikit menyoroti tentang sisi lain gaya hidup dari manusia modern yang hidup di jaman now. Naif rasanya jika dikatakan bahwa modernisasi, globalisasi linier dengan internet dan mesin. Lantas.. Kemanakah fungsi buku, mainan tradisional dan peran orang tua dan guru.

Anak di sini tentu paling dekat dengan orang tua dan guru yang seharusnya menjadi oranh nomor satu yang bisa mendampingi dan mengawasi sang anak. Tapi jika boleh jujur, orang tua tidak sedikit yang menjejali anak dengan gaya hidup orang tua.

Seperti memberi gadget tanpa disertai dengan waktu pemakaian dan pengawasan yang intensif. Akui saja, banyak anak-anak yang 'matang' sebelum waktunya dan mengetahui hal-hal negatif yang sangat dimungkinkan didapati dari penggunaan gadget yang berlebihan.

Kondisi semacam ini, yang membuat anak semakin jauh dari kondisi ideal yang diharapkan oleh dunia. Kondisi dimana anak mendapati hak nya yang sedemikian rupa membentuk anak yang sewajarnya dan tumbuh seirinh dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh.

Toh.. Pengalaman adalah guru yang paling baik.  Figur semacam inilah yang harusnya juga menjadi perhatian kita semua untuk sama- sama menyelamatkan anak dari arus modernisasi yang rasanya belum benar-benar matang.

Anak Dalam Kondisi Negara Yang Berkonflik
Sedih rasanya saat melihat berita saudara kita yang berada di negara yang sedang berkonflik dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Anak-anak yang seharusnya masih bisa belajar, bermain dan menikamti proses tumbuh kembang harus merasakan rasa takut dan ancaman yang begitu besar dari musuh. Sangat tidak mampu untuk membayangkan, bagaimana rasanya setiap malam banyak ledakan dan bunyi senapan yang menggelegar yang harus didengar oleh anak-anak sekecil itu. Tidak adil kiranya.

Kepedulian keselamatan anak perlu untuk diperhitungkan. Hak untuk dilindungi, mendapat keselamatan dan perlindungan sudah seyogyanya diupayakan oleh kita semua. Anak-anak di negara yang sedang berkonflik rasanya mempunyai mentak yang lebih matang dan legowo untuk menerima keadaan yang sebegitu beratnya. Lantas.. Apa yang bisa kita perbuat?

Dunia Yang Ramah Anak
Kondisi ideal bagi anak adalah kondisi yang dicita-citakan mampu untuk menjadi tempat atau lingkungan yang dapat mendukung anak untuk mendapatkan hak-haknya. Dunia ini seharusnya mampu untuk mewujudkan, asal dari ketekunan dan kemauan kita semua.

Mewujudkan dunia yang ramah anak sejatinya merupakan satu kesatuan ekosistem dimana antara pemerintah dan juga masyarakat bisa menyadari hal-hal apa saja yang bisa menjadi pencetus contoh yang negatif ataupun sebaliknya bagi si anak.

Anak pada dasarnya mempunyai sifat keingin tahuan yang cukup tinggi, mudah meniru gerak gerik orang disekitarnya apalagi orang yang paling dekat dengannya. Minimal kita awali dulu dari lingkungan terdekat kita, bahkan dari kita sendiri dari orang tua.

Sisi perhatian dan kasih sayang pun dewasa ini juga perlu dipupuk kembali. Memberikan perhatian yang maksimal pada anak tentu meeangsang jiwa dan karsanya dalam berbuat san bertingkah laku kepada lingkungannya. Contoh kecil saja, jika orang tua sering marah-marah atau kurang komunikasi, maka sang anak secara tidak langsung akan bersifat tertutup dan cenderung tempramental.
Yang terakhir adalah segi komunikasi. Tanpa disadari, komunikasi pada anak, pasti akan memberikan ruang terbaik dan terluas bagi si anak. Karena, dengan adanya komunikasi yabg maksimal dan intesif di dalam rumah tangga, anak akan terbiasa untuk terbuka dan bisa mengekpresikan pendapatnya. Baik kepada lingkungan terdekatnya maupun kepada orang lain. Hal ini akan menunjukkan sisi positif bagi si anak.


Di belahan dunia manapun, pasti mengingikan generasi penerus yang cemerlang, kritis dan tanggap akan perubahan jaman. Jika kita semua berhasil untuk mewujudkannya, tidak ada lagi pemandangan anak di bawah umur yang sudah kenal dengan rokok dan candu, mengenal gaya hidup bak artis, tidak memiliki jiwa nasionalis dan berani kepada orang yang lebih tua.

Hari Anak Universal sejatinya harus dimaknai sebagai pengingat bagi diri sendiri, apakah diri kita pribadi sudah mewujudkan dunia yang ramah bagi anak meskipun dimulai dari lingkungan kita sendiri. Itu yang harus anda jawab dalam nurani masing-masing.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun