Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan dan Rekomendasi Agar Kontribusi Badan Bank Tanah Lebih Optimal

26 Januari 2025   23:57 Diperbarui: 26 Januari 2025   23:57 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengelolaan HPL sebagian telah memberi manfaat kepada masyarakat umum (sumber gambar: Instagram/Badan Bank Tanah Official) 

Indonesia sejatinya memiliki daratan yang luas, dengan 1.922.570 kilometer persegi dan 17.380 pulau berdasarkan data yang dilansir Badan Informasi Geospasial. Namun, dengan jumlah penduduk yang mencapai 281,6 juta jiwa berdasar data Badan Pusat Statistik serta konsentrasi penduduk di beberapa pulau, maka menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan persediaan. Kondisi tersebut bisa memicu konflik agraria. Oleh karena itu kemudian dilakukan reformasi agraria dan dibentuk badan pengelola tanah yang bisa mewujudkan ekonomi berkeadilan. Badan tersebut adalah Badan Bank Tanah. 

Sebenarnya apa sih konflik agraria? Dari kamus besar bahasa Indonesia, agraria dimaknai sebagai "urusan pertanian dan atau tanah pertanian, serta urusan pemilikan tanah". Sedangkan Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor memaknai agraria sebagai hal-hal yang berkaitan dengan distribusi, peruntukan, dan kepemilikan lahan. Konflik agraria berarti merupakan perselisihan antar individu, individu dengan lembaga, antar kelompok, atau antar lembaga yang berkaitan dengan tanah atau kepemilikan tanah. 

Jumlah kasus konflik agraria di Indonesia cukup banyak. Pada tahun 2024 terjadi 295 konflik agraria berdasarkan Konsorsium Pembaruan Agraria. Angka ini naik jika dibandingkan tahun 2023 yang jumlahnya 241 kasus. Mereka yang menjadi korban atas konflik agraria ini umumnya petani, kelompok masyarakat miskin di perkotaan, masyarakat adat, dan juga nelayan. Mereka tak hanya mengalami pengusiran dan perampasan lahan, akan tetapi juga tindak kekerasan dan kriminalisasi. 

Mengingat konflik agraria tersebut umumnya merugikan masyarakat, maka pemerintah kemudian berkomitmen untuk menjalankan reformasi agraria.  Tujuannya adalah menata kembali kepemilikan, penguasaan, dan sumber agraria untuk keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Salah satu cara yakni mendirikan Badan Bank Tanah pada 31 Desember 2021 dengan berlandaskan pada PP No 64 Tahun 2021 dan Perpres No 113 Tahun 2021. 

Badan Bank Tanah melakukan di antaranya pemanfaatan dan distribusi tanah negara (sumber gambar: YouTube/Badan Bank Tanah) 
Badan Bank Tanah melakukan di antaranya pemanfaatan dan distribusi tanah negara (sumber gambar: YouTube/Badan Bank Tanah) 

Badan Bank Tanah memiliki tugas mengelola tanah negara, dari perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah agar terwujud ekonomi berkeadilan.  Adapun fungsi dan perannya badan ini di antaranya menjaga ketersediaan tanah demi kepentingan umum dan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria.

Keberhasilan yang Telah Diraih dari Program Badan Bank Tanah
Pada saat ini Badan Bank Tanah telah melakukan berbagai program yang sudah mulai nampak keberhasilannya. Program pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) di Desa Tengkurak Kabupaten Serang, misalnya. Badan Bank Tanah melakukan program yang membantu para warga. 

Di desa nelayan tersebut warga desa melakukan budidaya bandeng dan rumput laut di tanah negara seluas 7,5 hektar. Dengan program tersebut warga Desa Tengkurak mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan ekonominya pun meningkat. 

Di Lembah Napu, Kabupaten Poso juga terdapat program HPL di tanah negara untuk investasi pengembangan sapi perah terintegrasi. Sementara bagi masyarakat kurang mampu, Badan Bank Tanah melakukan kerja sama dengan PT SMF untuk program rumah bagus dan layak untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 

Pengelolaan HPL sebagian telah memberi manfaat kepada masyarakat umum (sumber gambar: Instagram/Badan Bank Tanah Official) 
Pengelolaan HPL sebagian telah memberi manfaat kepada masyarakat umum (sumber gambar: Instagram/Badan Bank Tanah Official) 

Sentimen Negatif dan Tantangan yang Dialami Bank Tanah
Sayangnya meski Badan Bank Tanah sudah tiga tahun beroperasi, akan tetapi keberadaan badan ini belum banyak diketahui oleh masyarakat. Pemberitaan akan keberhasilan program badan ini tergolong minim, lebih banyak di akun medsos resmi badan tersebut. 

Adapun sentimen masyarakat sendiri ada dua, yakni yang bersifat positif alias mendukung keberadaan, dan yang sebaliknya. Sentimen negatif akan badan ini dua hal yang utama. Pertama, latar belakang pendirian Badan Bank Tanah yang berangkat dari UU Cipta Kerja tahun 2020 yang kontroversial. Kedua, kecurigaan sebagian kelompok terhadap fungsi Badan Bank Tanah untuk merampas lahan rakyat,  ketidakadilan dalam distribusi tanah, dan lebih berpihak kepada pihak industrial. 

Menghadapi sentimen negatif dan kecurigaan masyarakat tentunya tidak mudah. Meski kemudian beberapa pasal UU Cipta Kerja diperbaiki dan diresmikan tahun 2024, namun masih ada yang meragukan status hukum pendirian badan ini. Masih banyaknya kasus konflik agraria, seperti kasus yang dialami petani penggarap di Desa Batulawang, Cianjur pada tahun 2024, membuat ada kekuatiran masyarakat akan fungsi Bank Tanah. Juga ada kekuatiran terjadi perusakan lingkungan. 

Tak kenal maka tak sayang, masih ada pihak yang belum kenal baik dengan Badan Bank Tanah (sumber gambar: YouTube/Badan Bank Tanah) 
Tak kenal maka tak sayang, masih ada pihak yang belum kenal baik dengan Badan Bank Tanah (sumber gambar: YouTube/Badan Bank Tanah) 

Rekomendasi agar Peran dan Fungsi Badan Bank Tanah Bisa Lebih Optimal
Menghadapi sentimen negatif dan kritik masyarakat terhadap Badan Bank Tanah tentunya  tak mudah. Ada berbagai langkah yang harus dilakukan. Berikut beberapa usulan rekomendasi. 

Yang pertama, sosialisasi dan pengenalan fungsi Badan Bank Tanah. Tak kenal maka tak sayang maka Badan Bank Tanah perlu lebih banyak memperkenalkan diri ke masyarakat agar mereka mengenal apa itu Badan Bank Tanah dan fungsinya, serta apa saja program yang bisa diakses oleh masyarakat. Saat ini saya perhatikan informasi di website Badan Bank Tanah masih terbatas, belum ada laporan kerja tahunan yang bisa diakses masyarakat. Hal ini juga terkait dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas lembaga. 

Badan Bank Tanah harus transparan dan terbuka kepada masyarakat luas tentang program pengelolaan dan pendistribusian tanah negara, persyaratan mengikuti program dan akses mendapatkannya. Selain itu juga harus ada kepastian tanah tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat umum atau untuk kepentingan strategis nasional. 

Berkaitan dengan rekomendasi pertama yang berkaitan dengan akuntabilitas dan transparansi, maka rekomendasi kedua adalah adalah adanya kontrol dan monitoring agar Badan Bank Tanah bekerja sesuai fungsinya untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan. Sebaiknya ada fungsi pengawasan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat umum dengan adanya laporan kegiatan dan juga pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang. 

Rekomendasi ketiga adalah evaluasi atas kegiatan dan program yang dilakukan oleh Badan Bank Tanah selama ini. Contohnya adalah membuat daftar konflik agraria yang melibatkan Badan Bank Tanah dan berkomitmen untuk menyelesaikannya. Selain itu Badan Bank Tanah juga bisa memeriksa tingkat keberhasilan program HPL, mana yang sukses dan mana yang gagal. 

Yang utama adalah Badan Bank Tanah berpegang pada komitmen dan visi misi mewujudkan ekonomi berkeadilan bagi masyarakat (Youtube/Badan Bank Tanah) 
Yang utama adalah Badan Bank Tanah berpegang pada komitmen dan visi misi mewujudkan ekonomi berkeadilan bagi masyarakat (Youtube/Badan Bank Tanah) 

Rekomendasi keempat adalah koordinasi dan kolaborasi dengan lembaga terkait. Pengelolaan tanah melibatkan kebutuhan data dan kerja sama dari berbagai instansi seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Keuangan, instansi pemerintah/swasta yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan, pemerintah daerah, Badan Informasi Geospasial, BPS, dan masih banyak lagi. Dengan adanya kolaborasi dan koordinasi maka data yang didapat akan akurat dan keputusan akan juga lebih tepat sasaran. 

Yang tak kalah penting adalah melibatkan masyarakat adat. Oleh karena tak sedikit konflik agraria dengan masyarakat adat berkaitan dengan hal ulayat. Mereka adalah pihak yang berhak dilibatkan dalam penyampaian informasi dan pengambilan keputusan jika ada singgungan dengan hal masyarakat adat dalam pengelolaan tanah negara. 

Rekomendasi kelima dan yang tak kalah penting adalah tekad dan komitmen Badan Bank Tanah untuk selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat umum dan kepentingan strategis nasional ketika melakukan tugasnya dalam mengelola tanah negara. Selamat bertugas dan semoga Badan Bank Tanah semakin berkontribusi bagi masyarakat dan negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun