Aku sedang memotong-motong ikan yang isi perutnya sudah kubersihkan, ketika kucing itu datang. Kucing yang tak kukenal. Ia mengintip aktivitasku dengan wajah yang nampak penasaran.
Setelah ikan kubumbui dan kubiarkan sejenak, aku ingin melihat kucing itu lagi. Eh dia masih ada. Posisinya masih sama seperti tadi. Raut wajah yang polos dan nampak penasaran dengan gerak-gerikku.
Milik siapa ya kucing ini? Lewat mana kucing ini masuk?
Aku langsung merasa malu dengan diriku. Jendela di dapur masih terbuka lebar. Jadinya alasan paling masuk akal ya si kucing lewat jendela tersebut.
Kucing ini masih memandangku. Kemudian perhatiannya teralihkan dengan potongan ikan yang kumarinasi. Hidungnya nampak bergerak-gerak lucu. Ia mengendus-endus.
Omong-omong ternyata ia berjinjit dengan kaki belakangnya selama ini. Ia naik kursi, lalu menggunakan dua kaki belakangnya sebagai tumpuan untuk melihat sekelilingnya, alih-alih melompat dan duduk di meja.
Oh, ia kucing yang sopan.
Lima menit, sepuluh menit berlalu. Si kucing mulai pegal dan kemudian menurunkan kaki depannya. Ia bergaya ala roti tawar di kursi
Eh dia kucing siapa ya? Ia nampak begitu percaya diri masuk ke rumah yang pemiliknya tak dikenalnya.
Mulailah aku menggoreng ikan dengan minyak sedikit. Aku suka sekali menyantap ikan ekor kuning yang digoreng agak kering. Sebentar lagi nasi matang. Sambil menunggu kedua sisi ikan matang, aku menyiapkan lalapan mentimun dan selada plus sambal tomat. Ooh makan siangku akan luar biasa.