Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lebih Mengenal Bapak Bangsa Lewat Gedung Arsip Nasional

15 Januari 2025   19:48 Diperbarui: 15 Januari 2025   19:48 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interior gedung lama masih dipertahankan setelah dipugar (dokumen pribadi) 

"Kebenaran dan keadilan hanyalah dapat dicapai dengan perjuangan yang sehebat-hebatnya, ikhtiar dan usaha yang seulet-uletnya, pencerahan  jiwa raga yang semutlak-mutlaknya, pengorbanan kalau perlu yang seikhlas-ikhlasnya.  Inilah kepercayaan kita... " - pidato Sukarno, Yogyakarta 17 Agustus 1948.

Hari itu Sabtu siang dan masih masuk liburan Nataru. Kucek jalanan Jakarta cukup lengang di beberapa titik. Wah kayaknya warga Jakarta lagi asyik liburan ke luar kota nih. Sama seperti mereka, aku juga terkena hawa liburan, sehingga memutuskan untuk bergabung dengan acara Bacot Buku sekaligus tur koleksi Arsip Pendiri Bangsa, Pak Sukarno yang diadakan di Gedung Arsip Nasional.

Saat itu tidak banyak calon penumpang di Stasiun Commuter Line Tanjung Barat. Sudah beberapa waktu aku tidak naik dari stasiun ini. Rupanya sudah ada beberapa perubahan di stasiun ini.

Jembatan menuju stasiun Tanjung Barat sudah jadi. Bagian dalam stasiun masih berbenah (dokumen pribadi) 
Jembatan menuju stasiun Tanjung Barat sudah jadi. Bagian dalam stasiun masih berbenah (dokumen pribadi) 

Jembatan di stasiun ini agak lama diperbaiki sehingga calon penumpang menyeberang dengan bantuan satpam menuju stasiun. Tapi kini jembatan kokoh nan megah telah kembali terhubung. Ada juga eskalator dan tangga yang menghubungkan jalur satu dan dua. Bangku untuk menunggu kereta juga lebih manusiawi. Namun memang masih ada pembenahan di dalam stasiun dan belum rapi. 

Tak lama kereta pun tiba. Dalam kereta masih banyak bangku kosong, sehingga aku bisa duduk nyaman hingga tiba di tujuan. 

Ketika jembatan belum jadi, aku lebih sering naik dan turun di Stasiun Pasar Minggu (dokumen pribadi) 
Ketika jembatan belum jadi, aku lebih sering naik dan turun di Stasiun Pasar Minggu (dokumen pribadi) 

Lokasi Gedung Arsip Nasional ada di Jalan Gajah Mada No 111, Krukut, Pinangsia. Dulu aku sering melewati kawasan ini ketika menuju Halte Harmoni dengan bus TransJakarta. Namun ini kali pertamaku naik KRL. 

Aku memutuskan turun di Stasiun Sawah Besar. Ini kali keduaku turun di stasiun ini, dulu pernah turun di sini ketika ada acara nobar KOMiK di Paragon XXI. Aku masih asing dengan tempat dan suasana sekitarnya. 

Di peta jarak antara Stasiun Sawah Besar dan Gedung Arsip Nasional hanya berkisar 1,8  kilometer. Durasi perjalanan kuperiksa sekitar 25 menitan. Wah masih cukup waktu hingga acara dimulai. Aku pun memutuskan berjalan kaki. 

Yang menyenangkan dari acara berjalan kaki selain menyehatkan dan bebas polusi, yakni aku bisa mengeksplorasi daerah sekeliling. Aku belum pernah berjalan kaki menuju gedung ini sehingga ada pengalaman baru yang kudapat. 

Rupanya sedang ada pembangunan MRT di kawasan ini juga pembangunan lainnya sehingga kurang ramah untuk pejalan kaki. Aku memasuki jalan-jalan yang asing, ada wihara cantik bernama Wihara Candrasasana. 

Ada Wihara Candrasasana kutemui saat perjalanan dari stasiun ke Gedung Arsip (dokumen pribadi) 
Ada Wihara Candrasasana kutemui saat perjalanan dari stasiun ke Gedung Arsip (dokumen pribadi) 

Kemudian jalanan bercabang. Di seberang ada jalan yang sempit, hanya bisa untuk satu motor dan satu pejalan kaki keluar masuk. Kucek di peta, jalan  tersebut merupakan jalan pintas. Aku pun memutuskan menyusuri jalan tersebut. Jalanan kemudian melebar dan tak lama terlihat jalan utama. 

Wah karena ada pembangunan MRT, aku jadi bingung cara untuk menyeberang. Aku berjalan  lumayan jauh untuk kemudian menemukan pelican crossing. Lumayan juga perjalanan kakinya, sepertinya lebih dari 1,8 kilometer. 

Gedung yang Cantik dan Elegan
Akhirnya tiba di depan gedung cantik ini. Gedung Arsip Nasional yang ada di Jalan Gajah Mada ini antik dan memiliki arsitektur khas Eropa jaman dulu. Ada banyak jendela yang cocok untuk daerah tropis. Pintu masuknya dihiasi ukuran yang detail dan cantik. Dalamnya juga elegan. 

Wah kompleksnya luas dan cantik (dokumen pribadi) 
Wah kompleksnya luas dan cantik (dokumen pribadi) 

Gedung depan menjadi cagar budaya (dokumen pribadi) 
Gedung depan menjadi cagar budaya (dokumen pribadi) 

Kompleks bangunan ini begitu luas dan cantik. Di bagian depan adalah bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya dan biasanya digunakan sebagai lokasi pameran temporer. 

Di bagian tengah ada taman rindang berumput yang cantik. Wah bisa betah nih baca buku di sini. Di bagian belakang adalah gedung baru yang megah. Biasa digunakan untuk workshop dan juga ada ruang pemeran tetap yang berisikan koleksi arsip kepresidenan. 

Gedung belakang adalah gedung baru yang digunakan untuk pameran koleksi Bapak Bangsa (dokumen pribadi) 
Gedung belakang adalah gedung baru yang digunakan untuk pameran koleksi Bapak Bangsa (dokumen pribadi) 

Gedung Arsip Nasional ini dibangun mulai tahun 1755 dan diperkirakan selesai tahun 1760. Rupanya gedung ini dulunya adalah kediaman Gubernur Jenderal VOC Reynier de Klerk. Lalu pernah menjadi gedung untuk Departemen Pertambangan Kolonial, baru kemudian menjadi Gedung Arsip Nasional. Namun pada tahun 1975 Gedung Arsip Nasional pindah ke Jalan Ampera. 

Setelah mengalami pemugaran, gedung ini kembali difungsikan sebagai Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan. Nah setelah acara bacot buku selesai, mulailah acara tur koleksi arsip kepresidenan. 

Interior gedung lama masih dipertahankan setelah dipugar (dokumen pribadi) 
Interior gedung lama masih dipertahankan setelah dipugar (dokumen pribadi) 

Di tempat yang biasa digunakan untuk workshop dihiasi oleh foto-foto dan kutipan pidato Bung Karno. Salah satu kutipannya dalam buku Penyambung Lidah Rakyat,

 "Janganlah kita lupakan demi tujuan kita bahwa pemimpin berasal dari rakyat dan bukan di atas rakyat".

Petuah Bung Karno (dokumen pribadi) 
Petuah Bung Karno (dokumen pribadi) 

Koleksi yang Komplet dengan Penyajian yang Menarik
Koleksi Arsip Kepresidenan merupakan koleksi permanen museum. Ada empat lantai museum dengan koleksi yang ditata menarik dan menggunakan teknologi. Ada teknologi scan barcode untuk mendengarkan, juga video interaktif. 

Di bagian awal disampaikan asal usul Bung Karno, dari silsilah, riwayat pendidikan, serta kebiasaannya dalam berbusana dan menulis surat. Ia pecinta buku dan menyukai kisah pewayangan seperti Epos Mahabarata dan Ramayana.

Dipandu guide dari Gedung Arsip kami berkeliling empat lantai menikmati koleksi tentang Pak Sukarno (dokumen pribadi) 
Dipandu guide dari Gedung Arsip kami berkeliling empat lantai menikmati koleksi tentang Pak Sukarno (dokumen pribadi) 

Koleksi buku Bung Karno mencapai delapan ribu buah. Ia juga menulis beberapa buku seperti Sarinah (1947), Indonesia Menggugat (1951), Mustikarasa (1957), dan Di Bawah Bendera Revolusi (1959). 

Tulisan tangan Sukarno dalam menulis surat cantik dan menggunakan kata-kata yang indah. Di sini bisa dilihat gaya bahasa yang akrab dan hangat antara Bung Karno kepada Pak Sudirman. 

Bung Karno dan istri, Hartini, membuat buku resep masakan yang dikenal dengan Mustika Rasa (dokumen pribadi) 
Bung Karno dan istri, Hartini, membuat buku resep masakan yang dikenal dengan Mustika Rasa (dokumen pribadi) 

Di pameran ini juga ditampilkan koleksi surat belasungkawa ketika Bung Karno meninggal juga replika kamar pengangsinganya hingga beliau meninggal. Ia dikenal sebagai ahli pidato. Salah satu pidatonya yang terkenal adalah pembacaan pledoi pada 1 Desember 1930 yang kemudian dikenal sebagai Indonesia Menggugat. 

Ada banyak sisi menarik yang ditampilkan dalam pameran ini. Ada foto tentang seriusnya Bung Karno dalam program penumpasan buta huruf di Yogyakarta juga miniatur peristiwa Lapangan Ikada, dan maket Jakarta dengan bangunan yang didirikan semasa pemerintahan Bung Karno. 

Bung Karno juga pecinta buku, penggiat literasi, cinta budaya seni, dan juga punya pengetahuan luas soal kuliner (dokumen pribadi) 
Bung Karno juga pecinta buku, penggiat literasi, cinta budaya seni, dan juga punya pengetahuan luas soal kuliner (dokumen pribadi) 

Wah begitu banyak wawasan yang kudapat selama menyusuri koleksi arsip kepresidenan. Liburan pun jadi bermanfaat plus hemat dengan naik KRL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun