"Meskipun kita merasa seperti ingin mati, kadang hati kita berbisik dan kita pun merasa ingin makan tteokpokki." - terapis
Beberapa tahun terakhir kesadaran masyarakat akan kesehatan mental semakin membaik. Bahkan makin banyak pihak yang membuat buku, film, dan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran dan literasi tentang kesehatan mental. Salah satu buku yang menarik untuk dibaca tentang kesehatan mental adalah I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki karya Baek Se Hee.
Buku ini merupakan buku esai, dengan sebagian besar merupakan percakapan antara si penulis dan psikiater/terapis yang ditemuinya saat sesi terapi. Si penulis sendiri merasa perlu menjalani pengobatan karena ia mengalami depresi ringan berkepanjangan yang disebut dengan istilah distimia.
Sepanjang menjalani pengobatan si penulis menyampaikan keluhan dan kisah-kisah kesehariannya. Ia bekerja di sebuah kantor penerbitan. Meskipun memiliki latar belakang sarjana sastra dan telah bekerja beberapa tahun, ia masih tidak begitu percaya diri. Ia iri dengan kemampuan rekan-rekannya dan merasa kuatir suatu saat ia bisa sewaktu-waktu tergantikan.
Di sesi lain ia mengungkapkan kecemasannya untuk menjalin hubungan pertemanan, juga memiliki masalah dalam hal percintaan dan pandangan orang lain. Ada masa lalu yang membuatnya trauma berteman, juga bagaimana pendapat seseorang membuatnya cemas dengan penampilannya. Hal ini dikarenakan ia pernah mendapat komentar buruk tentang fisiknya di masa kecilnya di mana hal itu terus membekas di ingatannya.
Di sesi terapi berikutnya, si penulis bercerita tentang kegiatan barunya, bergabung dengan komunitas diskusi film. Ia senang bergabung dengan komunitas tersebut. Namun ia takut menyampaikan pendapatnya ketika ia merasa film yang dibahas bukan seleranya.
Keluhan lainnya berkaitan dengan efek obat yang diminumnya, juga kebiasaannya untuk mengkonsumsi minuman beralkohol. Ia juga mengeluh sering melihat sesuatu secara hitam putih dan melakukan kesimpulan sendiri dari sudut pandang yang negatif. Ada kalanya ia merasa tak punya semangat sama sekali di tempat kerja.
Dalam buku ini juga ada pengantar dari dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, psikiater dan penulis buku terkenal, Merawat Luka Batin. Dalam pengantarnya, Jiemi memperkenalkan definisi depresi dan distimia, serta cara berpikir mereka yang sedang mengalami depresi dan distimia.
Depresi menurut Jiemi merupakan gangguan mood sehingga si penderita kehilangan kesenangan secara persisten, juga mempengaruhi cara ia berpikir dan bertindak. Si penderita akan mengalami perasaan seperti merasa tidak berharga, merasa bersalah, memiliki pikiran berulang tentang kematian dan bisa jadi memiliki gagasan untuk mengakhiri hidupnya.
Mereka yang mengalami depresi dan distimia akan cenderung melihat segala sesuatu hitam putih, menganggap segala sesuatu adalah kesalahannya, dan kerap membayangkan masa depan dengan sisi negatif. Ia juga bisa mengalami ambivalensi yakni pikiran yang kontradiktif, misalnya pada saat bersamaan ia ingin mengakhiri hidup, namun juga ingin tetap hidup.
Juga ada bagian yang membahas pendapat psikiater yang menangani si penulis. Bagaimana ia merasa menyesal karena merasa kurang banyak memberikan bantuan dan mungkin membuat kesalahan. Ia awalnya terkejut, malu, dan cemas ketika mengetahui rekaman pada saat proses terapi dijadikan sebuah buku. Namun pengalaman  langsung yang ditulis dalam buku ini  bisa jadi memberikan banyak informasi dan bantuan ke mereka yang juga sedang dalam masa depresi dan ingin bangkit
Buku yang Cocok Bagi Mereka yang Ingin Lebih Memahami Kesehatan Mental
Kadang-kadang saya membeli dan menyewa buku karena tertarik dengan judulnya, tanpa membaca sinopsisnya. Kali ini saya salah memilih buku, tapi tak apa-apa karena bukunya juga lumayan menarik.
Oleh karena saya menyukai buku dengan tema kuliner, ketika membaca judulnya saya mengira buku ini tentang tokoh yang hobi jajan, terutama tteokpokki alias jajan Korea yang berupa kue tepung beras dengan pasta yang pedas dan manis. Eh ternyata bukunya merupakan buku nonfiksi yang membahas tentang sesi terapi yang dilakukan oleh penderita depresi, yang di sini adalah si penulis itu sendiri.
Saya meminjam buku ini di komunitas Perpustakaan Berjalan. Model peminjaman mirip dengan perpustakaan pada umumnya, ada proses meminjam buku, menunggu buku datang dari Minpus (Perpustakaan Berjalan), proses membaca, dan kemudian mengembalikannya. Alhasil satu buku bisa dibaca banyak orang dari berbagai kota.
Buku ini masuk bestseller di Korea Selatan. Sejak dicetak kali pertama tahun 2019, sampai Juni 2022 telah mengalami cetak ulang hingga ke-25.
Dalam buku ini si penulis ingin memahami dirinya sendiri. Ia yakin ada orang lain yang sama seperti dirinya. Dari luar kelihatannya baik-baik saja, tapi memiliki luka dan memiliki perasaan bersalah dan tidak baik-baik saja.
Buku ini terasa begitu personal dan memiliki nyawa karena si penulisnya menyampaikan isi percakapan saat ia melakukan sesi terapi yang dialaminya sendiri. Ketika membaca bagian ini, pembaca akan seperti sedang berada di kursi si penulis dan ikut mendengarkan solusi yang disampaikan si psikiater.
Dialognya riil, tentang apa yang dialami si tokoh yang mengalami depresi, apa saja keluhannya saat menjalani sesi terapi tiap minggunya, juga solusi yang diberikan oleh psikiater. Ada beberapa istilah di sini yang menambah pengetahuan, seperti distimia, mitomania, akathisia (gejala gelisah karena efek samping obat penenang), dan sudut pandang mereka yang sedang depresi dalam melihat dunia dan keseharian.
Saya membaca buku ini lumayan lama karena bukunya memiliki nuansa yang agak suram dan saya kuatir larut dalam suasana depresif. Saat membaca buku ini saya merasa mood saya berubah dan ada beberapa bagian yang membuat saya ter-trigger kondisi yang pernah saya alami. Ada perasaan tidak nyaman dan mual ketika membaca bagian yang mirip dengan situasi yang pernah saya alami.
Namun lewat buku ini saya jadi paham bahwa mengatasi depresi apalagi yang telah berkepanjangan itu sungguh berat. Kemauan dan usaha itu penting. Buku ini juga tak hanya membahas sisi suram penderita depresi, melainkan juga mengajak pembaca mencari tahu penyebab mendasar dengan situasi yang sifatnya spesifik, juga cara mereka yang hidup dalam depresi untuk terus bergerak agar kehidupan mereka lebih sehat.
Terjemahannya enak dibaca, tidak begitu kaku. Layout isi bukunya juga rapi dan bikin nyaman untuk membacanya. Ada bagian-bagian penting yang diberi warna mencolok sehingga memudahkan pembaca untuk mengingatnya.
Buku ini bisa dibaca siapa saja  baik yang sedang mengalami depresi maupun mereka yang ingin mengetahui lebih dalam tentang kesehatan mental. Hanya ada bagian yang mungkin bisa membuat pembaca merasa suasana hatinya menjadi buruk, larut dalam suasana depresif, atau ter-trigger kondisi serupa.
Ada banyak kutipan dalam buku ini yang menarik, baik dari si penulis maupun si psikiater. Di antaranya sebagai berikut:
"Salah satu cara untuk membuat diriku merasa bebas adalah dengan menunjukkan sisi gelapku. Aku ingin orang-orang yang berharga bagiku mengetahui kalau sisi gelap itu juga merupakan bagian dari diriku."
"Rasa percaya bahwa meskipun bukanlah hari yang sempurna, hari ini bisa menjadi hari yang cukup dan baik-baik saja. Rasa percaya bahwa hidup adalah ketika meskipun aku merasa depresi seharian penuh, aku masih bisa tersenyum hanya gara-gara sebuah hal kecil sekalipun."
"Kata orang-orang, jika seseorang terluka terlalu dalam, maka akan cenderung menekan luka tersebut."
"Hal yang paling penting adalah perasaan senang dan gembira dari dalam diri Anda, tidak peduli apa yang orang lain pikir atau katakan. Saya harap anda bisa memenuhi keinginan anda terlebih dahulu, tanpa memikirkan apa yang dilihat oleh orang lain."
"Akhirnya Anda pun menjadi lelah karena harus menunjukkan sosok yang bukan diri Anda sendiri yang sebenarnya."
"Tumpukan kegagalan bisa membentuk diriku yang lebih kokoh."
"Ada saat di mana aku ingin mencengkeram kerah baju orang yang menyuruhku untuk bersemangat, di saat aku merasa kesulitan."
Detail Buku:
Judul: I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki
Pengarang: Baek Se Hee
Penerbit: Penerbit Haru
Penerjemah: Hyacinta Louisa
Penyunting: Lovita Cendana
Penata Sampul dan Isi: Propanardilla
Tebal Buku: 236 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H