Sate kambing dihidangkan minimalis, hanya tusukan sate dengan daging dan lemak yang berukuran cukup besar. Ada piring-piring dengan kecap dan bawang merah yang diedarkan, di mana bisa jadi tempat mencocol sate dengan bumbu sate.
Ketika kucicipi bumbu satenya unik. Aroma petisnya begitu kuat. Namun aku kurang cocok dengan rasa sate kambing ketika dicocolkan dengan bumbu tersebut.
Aku lebih suka menyantap sate kambing polosan. Rasanya agak manis, gurih, namun beberapa daging masih agak alot. Ada juga bagian yang agak gosong. Secara umum rasa sate kambingnya lumayan, meski agak kemanisan dan agak alot untukku.
Berbeda dengan daging sate kambing yang agak alot, daging dalam sop malah begitu empuk. Mudah digigit dan dicerna. Ada kentang dan potongan tomat di dalamnya sehingga menyegarkan. Hanya kuahnya mengejutkan. Rasanya hambar. Tidak sesuai harapanku di mana mendapatkan kuah berkaldu yang kental.
Untunglah kekecewaanku agak terobati dengan sate ayam yang rasanya paling lumayan di antara menu lainnya. Aku juga suka acar mentimunnya yang begitu royal dibagikan ke para tamu.
Setelah bersantap, aku mengakhiri acara makan siang dengan menyeruput jeruk hangat. Ah lemak-lemak dalam langit mulut dan rasa eneq pun terbebas.
Total bersantap di rumah makan ini bertiga menghabiskan Rp218 ribu. Tergolong wajar untuk acara santap siang dengan menu kambing.Â
Namun, aku agak kecewa dengan rasanya yang tak sesuai harapan. Ekspektasiku terlalu tinggi saat masuk ke resto legendaris ini. Mungkin aku lagi kurang beruntung saja saat itu. Siapa tahu kuah sopnya salah ambil atau pembakar satenya lagi melamun sehingga ada saja yang gosong dan dagingnya belum empuk.Â
Perjalanan masih lumayan jauh menuju Lampung Timur. Duh habis makan, aku malah mengantuk.Â
.