"Merdeka atau Mati..!" Â - Bung Tomo
Pidato Bung Tomo ampuh menggelorakan semangat juang arek-arek Surabaya dalam mempertahankan kota Surabaya dari ancaman Sekutu. Kisah pertempuran besar berhari-hari di Surabaya yang dikenal sebagai peristiwa 10 November ini diangkat ke layar lebar dalam film Soerabaia 45 yang dirilis tahun 1990. Kini film tersebut telah di-remastered dan menjadi salah satu film yang bisa disaksikan di Jakarta World Cinema (JWC) 2024 versi online yang bisa disaksikan di KlikFilm.Â
Program remastered film agak berbeda dengan restorasi meski sama-sama bertujuan untuk merawat dan menjaga film lawas agar tetap bisa dinikmati. Proses remastering yaitu meningkatkan kualitas film lawas secara digital sehingga kualitas video dan audionya sesuai dengan standar saat ini. Sementara, restorasi film memiliki tujuan untuk mengembalikan film ke kondisi awalnya dengan mencoba memperbaiki dan menyempurnakan kualitas fisiknya, serta untuk merawat nilai sejarahnya.Â
Namun ada juga yang beranggapan proses restorasi juga akan melibatkan proses remastered di akhir. Setelah film fisik berhasil diperbaiki maka selanjutnya akan dilakukan digitalisasi, serta dilakukan koreksi warna, peningkatan kualitas audio, dan kualitas resolusi videonya.Â
Saat ini sudah ada beberapa film klasik Indonesia yang telah direstorasi. Film-film karya Usmar Ismail dan yang sejaman beberapa di antaranya telah direstorasi seperti Darah dan Doea, Tiga Dara, Pagar Kawat Berduri, Kereta Api Terakhir, Dr. Samsi, dan Bintang Ketjil.
Jumlah film Indonesia yang di-remastered juga terus bertambah. Film-film tersebut di antaranya Bayi Ajaib, Akibat Guna-guna Istri Muda, Misteri Banyuwangi, Soerabaia 45, Bangkitnya Si Mata Malaikat, Putri Duyung, Krakatau, dan Badai Jalanan.
 Yuk Bahas Soerabaia 45
Film perjuangan ini meski dibuat tahun 1990, masih tetap enak dan nyaman di mata karena telah melalui proses remastering. Warna-warnanya masih cukup tajam. Audionya juga sudah bagus, jernih, tidak kemresek. Meski kadang-kadang ada jeda layar gelap di 1-2 bagian.Â
Soerabaia 45Â disutradarai oleh Imam Tantowi yang sudah berpengalaman menggarap film kolosal. Film-film yang pernah digarapnya cukup banyak, yang tergolong kolosal adalah Saur Sepuh yang sukses dibuat sampai empat judul.Â
Naskah Soerabaia 45 disusun oleh Gatut Kusumo Hadi bersama Iwan Tantowi. Gatut pada masa tersebut merupakan pejuang Suroboyo yang ikut bergabung dengan BKR Pelajar. Film ini diproduksi oleh Inter Pratama Studio dan Cinema City Studio. Para pemerannya di antaranya Usman Effendy, Rudy Wowor, Anneke Putri, Â Tuty Kusnandar, Dewi Irawan, Juari Sanjaya, Nyoman Swadayani, Sasetyo Wilutama, dan Leo Kristi sebagai Bung Tomo.Â
Film diawali radio yang memperdengarkan pembacaan teks proklamasi. Selanjutnya penonton diperlihatkan adegan-adegan di mana para pemuda berupaya merebut senjata dan tempat-tempat strategis dari Jepang.Â
Konflik mulai memanas ketika mereka mengetahui kedatangan tentara Inggris bersama tentara gurkha. Mereka cemas Belanda akan kembali berkuasa. Pertempuran pun tak terelakkan hingga kemudian Sekutu memberikan ultimatum yang disambut dengan gagah berani oleh arek-arek Suroboyo.
Selama menonton, aku merasa terharu. Apalagi melihat para pejuang yang bergabung sebagian besar adalah orang-orang biasa. Bung Tomo lewat pidatonya mengajak semua elemen masyarakat, termasuk penjual soto, penarik becak, dan semua warga yang kuat untuk ikut mempertahankan kota Surabaya. Sementara mereka yang sudah tua, para istri, dan anak-anak disarankan untuk segera mengungsi.
Desain set dan propertinya lumayan detail. Hotel Oranje yang kemudian menjadi Hotel Majapahit juga dinampakkan seperti bangunan hotel lawas. Daerah-daerah ikonik di Surabaya seperti pintu air Jagir Wonokromo juga hadir dalam sebuah adegan. Sejumlah kendaraan militer seperti tank juga diperlihatkan, demikian juga dengan kapal perang.
Cerita dalam Soerabaia 45 ini mencoba setia dengan kronologi sejarah tanpa banyak didramatisir. Adegan penting seperti perobekan bendera merah putih biru di Hotel Orange dan penembakan Brigadir Jenderal Mallaby juga dimunculkan.
Dalam film yang tayang di JWC Online hingga 28 September ini ada dialog dengan beragam bahasa: dari Jawa Suroboyoan, Indonesia, Jepang, Belanda, Jerman, Inggris, dan India. Sayangnya tidak ada subtitle-nya, sehingga beberapa adegan yang krusial jadi sulit dipahami.
Meski mengusung tema patriotis, ada beberapa adegan yang bikin tertawa dengan dialog Suroboyoan yang lucu, seperti ketika ada adegan beberapa pemuda membawa pria asing yang terluka. Temannya yang melihatnya terkejut ketika mendengar kata-kata yang terlontar dari pria asing tersebut.
- "Ngawur, iki wong Jerman dudu wong Londo!"
+ "Salahe rupane podo wae."
Celetukan yang lucu dari salah satu pejuang juga muncul saat diumumkan dilakukan gencatan senjata dengan Inggris:Â
"Kok leren sih. Deluk engkas Inggris entek"
Ketika ada pesawat yang disebut membawa presiden, tak sedikit pejuang yang ragu dan hendak menembak siapapun yang akan keluar dari pesawat tersebut. Temannya langsung menghalangi:
"Ojo kesusu, ojo ngawur  yen Presiden temenan yo mati ketembak! "
Pada saat peperangan, seorang kakek nampak bingung dan gelisah. Seorang pejuang bertanya kepadanya:
- " Bapak arek nang endi?"
+ " Ningali griya kulo."
- Â " Akeh tentara gurkha. Bapak iki ngawur. Iki perang, Pak!"
Ketika banyak pejuang yang gugur di pertempuran dan para pejuang harus mundur. Ada kutipan yang bikin trenyuh:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H"Ini bukan akhir. Ini baru permulaan!"