Pagi itu cuaca cerah dan hawa di Krui begitu segar. Kami menuju Pesisir Barat, Lampung, untuk melihat-lihat pantai di sana sebelum menuju Liwa. Ketika melihat papan petunjuk Gua Matu, kami tertarik. Kami pun singgah, menuruni sejumlah anak tangga dan mengagumi panorama di sekitar.Â
Hari masih pagi. Tak ada kendaraan yang parkir. Kami pun bertanya ke seorang kakek yang menjaga warung sambil menjaga parkir. Ia menanyakan maksud kedatangan kami. Ketika kami memberitahukan ingin melihat gua, ia menyarankan untuk mengajak kuncen yang biasanya berdiam di sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari dangau sebelum menuruni anak tangga menuju gua.Â
Kakek tersebut menolak ketika kami mengajaknya sebagai pemandu. Oh mungkin si kakek kuatir capek pulang pergi ke gua.Â
Rupanya kuncen gua tersebut tidak ada. Kami ragu-ragu apakah kami terus melangkah menuju gua atau kembali saja ke parkiran.Â
Ketika melihat panorama dari dangau, aku merasa takjub. Dari tempat tersebut terlihat Samudera Hindia atau Samudera Indonesia yang luas. Akhirnya kami pun sepakat untuk melihat-lihat panorama di sekitaran Gua Matu.Â
Sebelum menuruni tangga, ada peringatan untuk berniat yang baik dan menjauhi perbuatan maksiat. Kami kemudian melihat deretan anak tangga yang rapi menuju ke bawah dengan kanan kiri adalah pepohonan.Â
Debur ombak semakin terdengar ketika kami terus menuruni anak tangga. Ada hewan-hewan yang melintas, seperti monyet dan burung-burung. Hawa begitu segar dan pemandangan laut juga begitu menawan.Â
Hingga kemudian di satu titik kami ragu untuk terus melangkah dan mendekati gua. Apalagi kami tanpa kuncen. Aku hanya melihat gua yang masih alami tersebut dari atas. Gua tersebut nampak begitu besar dan gelap. Nampak wingit. Tidak seperti gua-gua alami yang pernah kukunjungi.Â
Pasangan dan mas Angga ingin melihat mulut gua sedikit lebih dekat tapi kemudian urung dan kembali ke tempatku menunggu. Mereka mengaku tiba-tiba lemas seperti energi tersedot.Â
Perjalanan kembali terasa melelahkan karena mendaki ke atas. Setelah tiba di atas, baru kami merasa lega dan beristirahat sejenak di dangau. Ayam dan anjing yang ada di sekitar dangau nampak waspada, apakah ada sesuatu?Â
Baru setelah kami sarapan sekaligus makan siang di sebuah warung makan, kami membahas tentang gua tersebut. Rupanya gua tersebut kental dengan cerita mistis, konon ada 12 kerajaan gaib di dalam gua tersebut.Â
Agar aman saat memasuki gua maka harus ada kuncen yang menemani untuk masuk. Itupun hanya bagian depan yang boleh dimasukin, bagian lainnya rawan karena juga berdekatan dengan samudera.Â
Waduh aku jadi merinding. Untuk kami hanya lihat dari atas sejenak. Oh makanya anjing dan ayam tadi waspada melihat kami dan si kakek bersikeras menolak permintaan kami untuk menemani.Â
Meski demikian, kami senang melihat panorama alam berlatar samudera di kompleks gua tersebut. Hawanya segar dan pemandangannya sungguh cantik.Â
Mas Angga dan pasangan masih merasa lemas dan kakinya sakit ketika kami beristirahat di warung makan. Sementara aku langsung pesan nasi nila goreng dengan sambal seruit dan kelapa muda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H