Hingga kemudian di satu titik kami ragu untuk terus melangkah dan mendekati gua. Apalagi kami tanpa kuncen. Aku hanya melihat gua yang masih alami tersebut dari atas. Gua tersebut nampak begitu besar dan gelap. Nampak wingit. Tidak seperti gua-gua alami yang pernah kukunjungi.Â
Pasangan dan mas Angga ingin melihat mulut gua sedikit lebih dekat tapi kemudian urung dan kembali ke tempatku menunggu. Mereka mengaku tiba-tiba lemas seperti energi tersedot.Â
Perjalanan kembali terasa melelahkan karena mendaki ke atas. Setelah tiba di atas, baru kami merasa lega dan beristirahat sejenak di dangau. Ayam dan anjing yang ada di sekitar dangau nampak waspada, apakah ada sesuatu?Â
Baru setelah kami sarapan sekaligus makan siang di sebuah warung makan, kami membahas tentang gua tersebut. Rupanya gua tersebut kental dengan cerita mistis, konon ada 12 kerajaan gaib di dalam gua tersebut.Â
Agar aman saat memasuki gua maka harus ada kuncen yang menemani untuk masuk. Itupun hanya bagian depan yang boleh dimasukin, bagian lainnya rawan karena juga berdekatan dengan samudera.Â
Waduh aku jadi merinding. Untuk kami hanya lihat dari atas sejenak. Oh makanya anjing dan ayam tadi waspada melihat kami dan si kakek bersikeras menolak permintaan kami untuk menemani.Â
Meski demikian, kami senang melihat panorama alam berlatar samudera di kompleks gua tersebut. Hawanya segar dan pemandangannya sungguh cantik.Â
Mas Angga dan pasangan masih merasa lemas dan kakinya sakit ketika kami beristirahat di warung makan. Sementara aku langsung pesan nasi nila goreng dengan sambal seruit dan kelapa muda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H