Mirip dengan Women from Rote Island, cerita berawal dari kematian salah satu orang penting di sebuah keluarga. Jika di Women from Rote Island, yang meninggal adalah kepala keluarga, maka di Xal adalah seorang nenek. Ritual kematian dapat disaksikan dalam film ini dengan kostum dan tradisinya yang unik.Â
Spoiler Alert!Â
Menurut nasihat neneknya, Fatou harus menikah (Rokhaya Niang) dengan sepupu jauhnya, Atoumane. Pernikahan ini menyiksa Fatou yang tak pernah mencintai suaminya. Ia sering menerima tamparan dan pukulan dari suaminya yang temperamental. Hingga suatu ketika Atoumane melampiaskannya ke keponakannya yang berujung fatal.Â
Di film ini, sama seperti dalam film Women from Rote Island, perempuan menjadi pihak yang lemah. Hukum adat meski keras, namun belum banyak berpihak ke sisi perempuan. Si paman yang melakukan KDRT ke istri dan memerkosa keponakannya hanya dihukum dikucilkan dan tidak boleh masuk ke lingkungan mereka selama 10 tahun. Setelah itu ia bebas berbuat apa saja. Sungguh tidak adil. Keadilan inilah yang kemudian diperjuangkan oleh Awa.Â
Selain isu tentang KDRT dan keadilan yang belum banyak berpihak ke perempuan, dalam film ini bisa dilihat kondisi masyarakat Dakar yang tinggal di pesisir pantai. Mereka miskin secara struktural. Reli akbar dan pembangunan seperti tak berdampak ke mereka. Lingkungan rumah mereka nampak kumuh dan mereka makan apa saja yang tersedia.Â
Tak heran jika kemudian muda-mudinya berniat untuk meninggalkan daerah tersebut. Mereka nekat naik kapal tradisional dan menjadi imigran ilegal di Eropa. Selama berhari-hari mereka terombang-ambing di kapal yang sempit bersama puluhan orang dengan risiko kapal mereka tenggelam.Â
Xal sarat dengan isu sosial ekonomi dan perempuan yang ditampilkan lewat visual yang memikat. Kostum tradisional yang berwarna-warni nampak kontras dengan lingkungan tempat tinggal mereka yang suram.Â
Setiap terjadi tragedi atau peristiwa ada sesi menari atau menyanyi dengan seorang narator yang bercerita langsung ke para penonton atau yang dikenal dengan istilah mendobrak tembok keempat. Penggunaan narator ini membuat film ini terasa unik dan penonton jadi lebih dekat dengan isu yang diangkat.Â
Film Xal sendiri sarat akan prestasi. Film yang dirilis tahun 2022 ini tayang di Adelaide Film Festival dan Mill Valley Film Festival. Film ini menjadi pemenang film terbaik dan berbagai kategori lainnya di African Movie Academy Awards 2023 juga menjadi perwakilan Senegal di ajang Oscar pada tahun 2023.