Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

A Ballad in A Sea of Rubbish, Cerita Haru dari Suami Istri Pemulung

9 September 2024   23:59 Diperbarui: 10 September 2024   16:35 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setelah pemutaran film dilakukan tanya jawab bareng para sineas (dokumentasi pribadi) 

Ada banyak cerita di balik tumpukan sampah, baik yang ada di tempat penampungan sementara maupun tempat pemrosesan akhir sampah yang ada di berbagai kota besar di Indonesia. Film pendek berjudul A Ballad in A Sea of Rubbish berupaya menyampaikan sekelumit cerita dari mereka yang mengais rejeki dari tempat tersebut.

Adalah pasangan suami istri pemulung yang sudah lama belum dikarunia keturunan. Si suami sudah sangat mengharapkan momongan, namun sang istri masih belum begitu menginginkan karena kehidupan mereka yang masih susah. Hingga suatu ketika mereka mendengar rengekan bayi dari gerobak milik mereka.

Si bayi ditinggalkan dengan sewadah susu. Si suami langsung jatuh cinta dan berkeinginan merawatnya, namun si istri nampak kesal dan ogah-ogahan. Ia cemberut melihat suaminya yang nampak sibuk dan telaten merawat bayi tersebut.

Hingga lambat laun pesona si bayi sulit ditampik sang istri.

Cerita yang Terinspirasi dari Kisah Nyata
Film A Ballad in A Sea of Rubbish diputar di Festival 100 Persen Manusia sebagai bagian dari program 100% STMJ. Film ini diputar beberapa kali, saya menontonnya di Kineforum Asrul Sani pada Jumat (7/9) bersama para penonton lainnya yang memenuhi studio tersebut. Usai acara dilakukan tanya jawab bersama perwakilan pembuat film pendek. Termasuk, Bhima Agrasatya, sutradara film pendek tentang pasangan pemulung tersebut.

Setelah pemutaran film dilakukan tanya jawab bareng para sineas (dokumentasi pribadi) 
Setelah pemutaran film dilakukan tanya jawab bareng para sineas (dokumentasi pribadi) 

Ia bercerita bahwa gagasan film pendek tersebut didapatnya dari tempat pembuangan sementara yang tak jauh dari lingkungan tempat ia tinggal. Ia mendengar dan melihat sendiri cerita-cerita bayi yang dibuang di sana karena tidak diinginkan atau karena hal lainnya. Kasihan bayi-bayi yang tak berdosa tersebut mendapat perlakuan seperti itu.

Omong-omong tentang bayi, bayi dalam film pendek berdurasi 20 menitan tersebut memang menjadi nyawa dan penarik perhatian dalam cerita. Bayi tersebut nampak menggemaskan ketika dimandikan atau digendong. Interaksinya nampak natural dengan para pemain ibu dan ayah, di mana peran si ayah dimainkan oleh Jaka Perdana alias Kak Jek yang sebelumnya tampil sebagai Abdul di film pendek Ngidam produksi KOMiK.

Mengarahkan bayi dalam film tentu tak mudah. Itu diakui Bhima dan kak Jek. Mereka syuting menyesuaikan dengan suasana hati dan situasi si bayi. Jika bayinya sedang menangis maka mereka merekam adegan saat si bayi menangis. Demikian juga ketika si bayi sedang hepi. Alhasil proses syuting tidak bisa diprediksi dan banyak disesuaikan. Tapi tak apa-apa karena hasilnya jadi memuaskan.

Untuk lokasi syuting mereka menggunakan TPS yang ada di Kampung Gasong yang terletak belakang Mal Kota Kasablanca. Tempat tersebut dipilih karena dikelilingi gedung-gedung tinggi, sehingga bisa menggambarkan kontradiksi dan kesenjangan antara kaum kelas atas dan kelas bawah di kota besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun