Seorang anak kecil memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memahami dunia sekitarnya. Bisa jadi ia mencampuradukkan hal yang nyata dengan pengalaman dan imajinasi yang dimilikinya untuk melindungi dirinya. Cerita tentang dunia anak kecil dari Haiti yang dibungkus imajinasi dan mistikisme ini disampaikan dalam film produksi Kanada dan Luxembourg berjudul Kanaval. Film ini akan tayang di Festival Film 100% Manusia yang berlangsung 30 Agustus hingga 8 September 2024.
Adalah Rico (Rayan Dieudonn) yang menyukai hiruk pikuk karnaval ala Haiti dengan kemeriahan kostum, tarian, dan hiburan di dalamnya. Ia mengabaikan peringatan ibunya, Erzuile (Penande Estime) untuk tak mendatangi karnaval tersebut karena situasi yang sedang bergejolak. Ketika ia kembali ke rumah, ia mendapati ibunya yang sedang hamil mendapat perlakuan brutal. Ibunya keguguran. Mereka berdua pindah ke Quebec, Kanada, karena situasi Haiti pada tahun 1975 tak aman bagi mereka.
Keduanya kemudian menetap di rumah pertanian milik pasangan suami istri, Albert Martin Dubreuil) dan Ccile (Claire Jacques). Rico kesulitan beradaptasi, apalagi ada satu keluarga yang rasis. Ia juga sedih ibunya terasa menjauh dan seperti menyalahkannya akan peristiwa kelam di Haiti. Seorang teman khayalan dari dunia mistis Haiti pun datang menghiburnya.
Cerita yang Hangat dengan Visual Memikat
Sebenarnya tema film ini sederhana, tentang hubungan ibu dan anak, juga bagaimana seorang anak menyikapi perubahan dunia sekelilingnya yang drastis. Henri Pardo si penulis dan sang sutradara bersama Kim Nguyen memberikan latar belakang peristiwa kelam di Haiti tahun 1975 dan situasi di Quebec masa itu yang masih sulit menerima pendatang dengan kulit berwarna.
Sebuah pilihan yang cerdas memberikan latar belakang peristiwa Haiti tersebut dengan unsur mistis dan kepercayaannya akan spirit dan dewa-dewi karena berhasil memberikan unsur cerita yang unik. Rico yang masih berusia enam tahun menggunakan pengetahuannya akan kultur mistis tersebut untuk membantunya memahami dunia sekitarnya dan melindungi dirinya.
Kostum berwarna-warni dan penampilan atraktif dari peserta karnaval menjadi salah satu adegan pembuka yang memikat. Adegan tersebut seperti sesuatu yang kabur, antara sesuatu yang nyata atau sekadar ilusi.
Sepertinya Henri Pardo lewat kamera Glauco Bermudez banyak menggunakan trik ini untuk memberikan batas yang tipis antara realitas dan khayalan, antara sesuatu yang terjadi di masa kini dan sesuatu yang sekadar imajinasi. Dengan metode ini elemen-elemen mistis dan makhluk ethereal yang dipercayai oleh Rico dan ibunya jadinya juga bisa disisipkan.
Film Kanaval bisa kalian saksikan di Festival Film 100% Manusia di tiga kota, yakni  4 September pukul 17.30 di IFI Thamrin, Sabtu 7 September pukul 16.30 di GoetheHaus dan pukul 19.30 di IFI Yogya, serta Minggu 8 September pukul 16.00 di IFI Bandung.
Omong-omong Festival Film 100% Manusia edisi kedelapan ini berlangsung di 14 tempat di tiga kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung. Â Nah, tahun ini akan diputar 88 film dari 24 negara, termasuk film-film dari negara-negara di Benua Afrika. Film berjudul Chinas dan Riviere terpilih sebagai film pembuka dan penutup edisi kali ini yang bertemakan Togetherness.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, di Festival Film 100% Manusia juga ada 11 acara nonfilm yang juga terbuka untuk umum serta gratis. Acara tersebut di antaranya karaoke bareng, screening kesehatan gratis, tur ke berbagai destinasi di Jakarta, kelas tentang kurasi film, dan berbagai acara menarik lainnya. Tertarik? Langsung cek jadwal acara dan film di lini masa media sosial Festival Film 100% Manusia (@100persenmanusia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H