Karena temanya tidak biasa dan karakternya adalah anak jalanan yang berusia remaja, maka aku jadi penasaran, cerita apa yang disodorkan oleh si penulis ini. Rupanya isu yang masuk dalam buku ini beragam dan cukup berat, namun disampaikan dengan gaya bahasa yang menarik, ringan, dan mengalir dengan beberapa perumpamaan.Â
Permata yang dimaksud di sini adalah anak-anak jalanan tersebut. Ibu mengasuh mereka, mendidik mereka agar suatu saat mereka bisa bersinar.
Isunya sendiri dari miras dan narkoba yang menjadi kebiasaan sekelompok anak jalanan, rebutan kekuasaan di jalanan, hingga cara mendidik mereka agar tak mencuri. Juga ada isu tentang kasih sayang. Rupanya meski mereka terbiasa hidup keras, mereka juga mendamba perhatian yang didapatkan dari ibu pengelola rumah singgah.
Aku tersentuh dengan cara ibu mendidik mereka agar tak mencuri. Tidak mudah. Ibu melakukannya dengan sabar dan kadang-kadang memberikan iming-iming hadiah agar mereka tak mengambil barang milik orang lain.
Cerita yang terangkum dalam buku setebal 120 halaman ini membumi dan dibiarkan apa adanya, tidak dibuat-buat agar terkesan dramatis. Aku tercenung ketika membaca bab yang mengulas kekuatiran Ebes dan kawan-kawannya ketika ada preman yang dibebaskan dari penjara. Gara-gara ketakutan, mereka malah mengonsumsi miras dan narkotika yang disebut kancing secara berlebihan, dengan tujuan melipatgandakan keberanian. Ah konyolnya, miris, tapi kasihan juga.
Buku ini diterbitkan Gramedia Pustaka Utama tahun 2022. Burung-burung Kecil berhasil menjadi juara dalam sayembara novelet Femina dan meraih penghargaan Adikarya dari Ikatan Penerbit Indonesia pada tahun 2023.
Meski buku ini berbeda dengan karya Kembangmanggis pada umumnya, namun buku ini memikat dengan caranya. Tema sosialnya begitu kuat sehingga buku ini juga beberapa kali menjadi bahan penelitian sastra dan bidang ilmu lainnya.
