Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Burung-Burung Kecil, Buku Kembangmanggis tentang Anak Jalanan

18 Juli 2024   00:35 Diperbarui: 18 Juli 2024   00:38 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kali pertama membaca sketsa-sketsa Kembangmanggis, aku langsung jatuh cinta dan mengoleksi berbagai bukunya. Aku suka dengan cerita kesehariannya yang ringan di Bogor dan Bali yang dikemas dengan cerita yang menarik. Selain itu tiap cerita punya ilustrasi yang apik. Namun rupanya buku berjudul Burung-burung Kecil sangat berbeda dengan buku-buku Kembangmanggis yang biasa kubaca.

Burung-burung kecil dalam buku ini memiliki dua makna. Makna pertama adalah makna harfiah karena ada satu bab yang membahas tentang burung kecil yang terluka dan kemudian dirawat.

Makna kedua, rupanya adalah metafora dari kawanan anak jalanan yang ditampung oleh sebuah rumah singgah yang dikelola oleh seorang perempuan di kawasan Pangkalan Asem, Jakarta. Para anak jalanan itu seperti burung kecil karena suka terbang bebas dan sulit diikat oleh aturan. Hanya beberapa waktu sebagian dari mereka bisa bertahan, lalu mereka kembali ke jalanan.

Salah satu penghuni rumah singgah itu adalah Eges. Ia sering mengemis dengan berpura-pura badannya cacat. Ia sebenarnya masih beribu, tapi ia lebih suka datang ke rumah singgah daripada bertemu dengan ibunya yang bekerja menjual diri ke para hidung belang.

Di rumah singgah Pangkalan Asem, ada banyak anak seperti Eges. Mereka bekerja macam-macam, menjadi pengemis, penyemir sepatu, dan lainnya. Sama seperti Eges, ada kalanya mereka tinggal di sana beberapa hari, di lain waktu mereka lebih nyaman tidur di jalanan.

Sang ibu sendiri memiliki lima rumah singgah. Mereka yang masih seperti burung kecil tinggal di rumah pertama. Yang telah mampu hidup teratur akan tinggal di rumah kedua dan seterusnya. Tak sedikit anak jalanan yang mampu bersekolah.

Tugas ibu tak mudah. Ia mencukup-cukupkan dana dari donatur untuk menghidupi anak-anak asuhnya. Ia juga memasak dan mengurus rumah. Namun, pekerjaan terberatnya adalah menggosok permata. Tugas ini seperti tak ada henti-hentinya. Masalah bisa muncul kapan saja seperti saat ada anak jalanan yang overdosis terkapar di jalan dan harus dipompa perutnya secepat mungkin.

Cerita yang Hangat
Awalnya aku kurang tertarik mengikuti cerita ini ketika membaca bab pertama. Rasanya gaya cerita dan temanya berbeda dengan sketsa Kembangmanggis yang biasa kubaca. Namun, ketika aku mencoba meneruskan membaca hingga bab tiga, aku pun keterusan, dan membacanya hingga tamat.

Anak jalanan bukan isu yang umum digunakan oleh pengarang. Aku langsung teringat dengan film Garin Nugroho berjudul Daun di Atas Bantal yang juga mengupas tentang kehidupan anak jalanan dan seorang ibu yang sukarela menampung mereka.

Ceritanya mengingatkan pada Daun di Atas Bantal (sumber gambar: Kineforum) 
Ceritanya mengingatkan pada Daun di Atas Bantal (sumber gambar: Kineforum) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun