"Kamu sudah pernah ke Museum Panji? Bagus lho konsep museumnya," kata kakakku ketika aku pulang kampung ke Malang. Karena hari itu sedang tidak ada acara, aku segera memesan ojek daring yang membawaku ke sekitar 15 kilometer dari pusat kota, di daerah Tumpang.
Sepi. Tak nampak pengunjung saat itu. Memang saat itu aku ke sini saat hari kerja dan bukan musim liburan. Aku pun membayar tiket sebesar Rp25 ribu dan mulai berkeliling.
Dari depan, bangunan museum ini nampak biasa saja, tapi ketika memasukinya aku langsung paham bahwa museum yang dikelola perorangan ini dimiliki oleh seseorang yang memang memiliki kecintaan akan seni dan budaya. Selain itu, pemiliknya pasti eksentrik dan penuh totalitas dengan minatnya ini karena pastinya biaya pemeliharaan kompleks museum ini sangat besar.
Rupanya pemilik Museum Panji ini adalah Dwi Cahyono yang dulu pernah memiliki Museum Malang Tempo Doeloe. Ia juga pemilik rumah makan Inggil yang terkenal dengan konsep etnik Jawanya.
Mengapa aku menyebutnya kompleks museum? Pasalnya, museum ini memiliki konsep wisata edukasi di mana di kompleks ini terdapat bangunan museum, kolam renang, taman dengan air terjun buatan, dan restoran yang menyajikan aneka masakan tradisional dengan harga terjangkau. Wah tempat ini bisa menjadi wisata keluarga dan anak-anak pastinya akan menyukainya. Museum Panji bisa jadi destinasi wisata saat musim liburan ini.
Karena datang sendirian dan sedang tak ada pengunjung lainnya, aku jadi leluasa ke sana ke sini dan mengambil gambar. Di ruangan pertama ada ucapan selamat datang dari para tokoh Panji, baik dalam bentuk wayang topeng, wayang kulit, dan aneka koleksi wayang lainnya. Di ruangan di sampingnya, ada tempat untuk melangsungkan pertunjukkan wayang dengan langit-langit berhiaskan tokoh pewayangan dan berbagai segmen cerita wayang.
Oh iya bagi yang belum tahu, cerita Panji merupakan epos berlatar kerajaan Jawa Timur, yaitu Panjalu dan Jenggala. Ceritanya berpusat pada percintaan antara Raden Inu Kertapati dan Putri Galuh Candrakirana yang tidak berjalan mulus, harus mengalami sejumlah halangan. Ceritanya sendiri kemudian mengalami variasi dengan adanya cerita Keong Mas, Ande-ande Lumut, dan masih banyak lagi. Namanya juga bervariasi, adalanya disebut Raden Panji dan Dewi Sekartaji.