Ada beragam cara menggiatkan kegiatan dan kebiasaan membaca di masyarakat, dari diskusi dan bedah buku, saling bertukar buku, gerakan membaca buku 17 halaman per hari, buku sastra masuk kurikulum, hingga membaca buku dengan nyaring. Belakangan ini gerakan membaca buku di tempat umum mulai digencarkan.Â
Apakah kalian masih suka membawa satu dua buku di tas dan membacanya di taman atau di tempat-tempat lain ketika menunggu seseorang? Atau, apakah gawai kalian memiliki aplikasi pembaca buku dan perpustakaan daring, sehingga kalian bisa membacanya di mana saja?Â
Dulu melihat orang-orang membawa buku bacaan dan membacanya di kereta atau di kendaraan umum lainnya adalah pemandangan umum. Aku juga dulu masih suka menyisipkan satu dua buku bacaan jika berlibur. Siapa tahu bisa membacanya di perjalanan.Â
Namun setelah era medsos dengan segala distraksinya, kebiasaan membaca ini terasa menurun. Hal ini kualami sendiri. Perlu benar-benar fokus dan menyisihkan waktu sendiri  agar bisa membaca dan bebas dari distraksi.Â
Hal ini juga dialami oleh sebagian kalangan. Â Kebiasaan membaca yang paling merosot di kalangan yang benar-benar sulit lepas dari gawai dan medsos. Tingkat fokus merasa rendah. Mereka lebih suka scrolling video pendek dan status di medsos, daripada membaca buku, baik buku fisik maupun buku digital.Â
Namun sebenarnya gawai dan medsos hanya salah satu faktor yang membuat minat orang-orang dalam membaca menurun. Masih ada faktor lainnya, seperti sarana prasarana dalam membaca, lingkungan, kondisi ekonomi, dan sebagainya.Â
Nah, berdasarkan survei yang dilakukan Program of International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2022, Indonesia hanya mendapat skor 359 untuk kemampuan membaca siswa. Skor ini menempatkan Indonesia di peringkat 70 dari 81 negara.Â
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia mendapat posisi hampir buncit, dengan Singapura (543) di posisi pertama, disusul Vietnam (462), Brunei (429), Malaysia (388), dan Thailand (379). Yang di bawah Indonesia ada Filipina (347) dan Kamboja (329). Â Sedangkan tidak ada Myanmar dan Laos dalam laporan survei tersebut.Â
Data dari UNESCO pada 2016 hanya 0.001% dari penduduk Indonesia yang punya kebiasaan membaca. Sehingga hanya 1 dari 1000 orang di Indonesia yang gemar membaca. Namun data dari BPS 2022 menunjukkan optimisme karena rata-rata durasi membaca orang Indonesia adalah 4-5 jam per minggu dengan 4-5 buku yang tuntas dibaca pertriwulan.Â
Dilansir dari Databoks berdasarkan data yang dirilis Perpustakaan Nasional, Yogya disebut kota yang warganya paling gemar membaca, disusul Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, dan Jawa Timur. Warga Yogya biasa menghabiskan waktu dua jam sembilan menit per hari untuk membaca dan bisa menghabiskan 5-6 buku pertriwulan.Â
Gawai dalam survei PISA tersebut hanya menjadi faktor sebanyak 30 persen dalam mendistraksi para pelajar. Faktor lainnya yang berkontribusi adalah kemiskinan sehingga kesulitan mengakses makanan (8%) dan perundungan (20%). Dalam survei tersebut juga disebutkan sekolah perlu membuat sistem dan lingkungan yang mendukung siswa untuk membaca.Â
Masih berkaitan dengan budaya membaca, masih banyak kalangan dan komunitas yang optimis bahwa tingkat literasi membaca di masyarakat Indonesia ini bisa ditingkatkan. Berbagai perpustakaan dan taman baca baik yang dikelola Pemda maupun kelompok dan perorangan masih ada. Masyarakat bisa datang dan membacanya secara cuma-cuma.Â
Di ranah medsos juga mulai banyak diadakan tantangan membaca, misal gerakan membaca tiap hari atau tunjukan buku yang sedang dibaca. Meski pesertanya belum begitu banyak, kegiatan ini bisa mendorong netizen tidak hanya menggunakan gawai untuk hiburan, namun juga media untuk membaca buku.Â
Yang lagi tren belakangan adalah gerakan membaca buku di tempat umum. Mereka yang mengikuti gerakan membaca ini bisa membaca buku di dalam stasiun, di transportasi umum, di taman, dan tempat-tempat publik lainnya. Bukunya bisa berupa buku fisik maupun buku digital. Ia bisa membaca secara sendirian atau berkelompok.Â
Dari cerita-cerita yang beredar di medsos, ada kekuatiran dan pengalaman unik tersendiri selama membaca di tempat umum. Ada yang malah dirundung, diledek mencari perhatian dan sok pintar. Namun, ada juga yang dianggap menginspirasi dan membuat orang-orang yang melihatnya juga ingin ikutan.Â
Lantas sumber bukunya dari mana? Selain dari koleksi pribadi, buku fisik juga bisa dipinjam di perpustakaan atau rak buku di tempat publik. Di beberapa stasiun dan halte Transjakarta ada rak buku yang menyediakan buku-buku beragam genre yang bisa dipinjam dan dibaca. Cara meminjamnya juga mudah dan cuma-cuma.
Saat ini ada beberapa halte Transjakarta yang sudah menyediakan rak buku, yakni Halte CSW, Gelora Bung Karno, Bunderan HI, Dukuh Atas, dan Kota. Sedangkan untuk Stasiun yang memiliki rak buku atau yang dulu disebut commuter reading spot atau sekarang disebut pojok baca KRL, di antaranya Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Bogor.
Sedangkan untuk platform yang menyediakan buku daring juga lumayan banyak. Kalian bisa unduh dan install aplikasi seperti iPusnas, iJakarta, dan ePerpusdikbud untuk dapat meminjam dan membaca buku dengan gratis.
Memang ada kalanya lingkungan pergaulan juga mendukung dalam menciptakan budaya membaca. Jadi jangan sungkan untuk bergabung dengan komunitas membaca di kota kalian atau di ranah maya agar kalian terus termotivasi untuk rajin membaca buku.Â
Selamat membaca!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H