Cuaca yang mendung dan hawa yang sejuk membuatku enggan beranjak dari kasur. Kuseduh minuman hangat, kuputar musik favorit, dan kupilih sebuah buku. Lagi-lagi buku kumpulan puisi yang kutunjuk, sepertinya mendung pas membaca puisi yang sendu. Selamat Menunaikan Ibadah Puisi bersama Joko Pinurbo di bawah langit kelabu.
Ibarat para musisi dan penyanyi yang sukses, mereka umumnya memiliki album kumpulan lagu terbaik yang diambil dari album sebelumnya, lalu ditambah 1-2 lagu baru, maka demikian pula dengan penyair. Hal yang lumrah apabila seorang penyair juga memiliki buku kumpulan puisi terbaik yang diambil dari buku-buku sebelumnya.
Joko Pinurbo termasuk yang rajin membuat buku kumpulan puisi. Ini wajar karena semasa hidup, ia sangat produktif dalam berpuisi. Buku-buku kumpulan puisinya di antaranya Baju Bulan, Buku Latihan Tidur, Surat Kopi, Kepada Cium, dan Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.
Kali ini aku ingin membahas buku Selamat Menunaikan Ibadah Puisi. Buku ini pas sekali menemani cuaca yang mendung dan suasana yang sepi. Buku kumpulan puisi ini lumayan tebal, yakni 192 halaman. Terdiri dari 121 puisi yang digarap Joko Pinurbo pada rentang waktu 1989 - 2012. Buku ini sendiri diterbitkan tahun 2016 oleh Gramedia Pustaka Utama.
Karena merupakan buku kumpulan puisi, maka sebagian besar sudah pernah kubaca. Namun aku senang kembali membaca puisi kesayangan. Puisi-puisi favoritku yang muncul kembali di buku ini di antaranya Tubuh Pinjaman, Penjual Kalender, Celana Ibu, dan Penjual Bakso.
Berikut cuplikan puisi Tubuh Pinjaman:
"...Tubuh
yang mulai akrab
dengan saya ini
sebenarnya mayat yang saya pinjam
dari seorang korban tak dikenal
yang tergeletak di pinggir jalan
Pada mulanya ia curiga
dan saya juga kurang berselera
karena ukuran dan modelnya
kurang pas untuk saya.
Tapi lama-lama kami bisa saling
menyesuaikan diri dan dapat memahami
kekurangan serta kelebihan kami.
Sampai sekarang belum ada
yang mencari-cari dan memintanya
kecuali seorang petugas yang menanyakan status, ideologi, agama, dan harta kekayaannya... "
Apabila kalian suka menganalisa puisi maka buku ini menjadi salah satu bahan penelitian karena bisa terlihat perubahan gaya berpuisi Jokpin di awal debutnya di kancah sastra nasional hingga belasan tahun kemudian. Tak hanya gaya penulisan, namun juga topik dan diksinya juga ada perubahan. Meski masih ada tema favoritnya  seperti topik celana, telpon genggam, hubungan anak dan orang tuanya, dan isi sosial. Topik ini hampir selalu muncul di bukunya
Pada awal muncul, puisinya sebagian besar menggunakan metafora dengan intepretasi sesuai pembaca, puisinya juga sebagian panjang-panjang seperti sebuah fragmen dalam sebuah drama. Namun juga sudah ada puisi-puisinya yang menggunakan pilihan kata yang lugas, ringan, lentur, membahas hal keseharian dan mudah dipahami. Kisah Semalam, (1996) misalnya, puisi ini berkisah tentang seorang perempuan yang menunggui orang yang disayanginya.
Makin ke sini puisinya makin bercerita dengan cara yang ringan dan jenaka. Puisinya juga makin banyak yang pendek, meski juga masih ada puisi dengan metafora dan lumayan panjang. Kepada Puisi (2003), misalnya, hanya terdiri dari satu baris