Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Doea Tanda Mata, Film Perjuangan Era Pergerakan yang Digarap Maksimal

27 Maret 2024   03:40 Diperbarui: 27 Maret 2024   04:15 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster filmnya menarik (sumber gambar: Tribunnews) 

Pada masa pergerakan nasional, tak sedikit para pemuda yang rela meninggalkan kehidupan berkeluarganya yang damai demi memberikan kontribusi bagi terwujudnya kemerdekaan negeri yang dicintainya. Perjuangan tentang salah satu pemuda pergerakan tersebut dituangkan dalam film Teguh Karya berjudul Doea Tanda Mata.

Nama pemuda tersebut adalah Gunadi (Alex Komang). Ia sering terlihat berpakaian rapi dan necis. Biola sering dibawanya karena ia mahir memainkannya. Tapi pemuda asal Klaten itu bukan pemain biola biasa. Ia anggota pergerakan bawah tanah. Tugasnya menyebarkan selebaran-selebaran gelap.

Istrinya yang seorang guru dengan tabah merestui perjuangan suaminya. Keduanya kerap bertukar surat. Ia tidak tahu jika di sekitar lingkungan suaminya ada sosok pemain drama bernama Ining (Jenny Rachman), yang diam-diam menyukainya.

Ining adalah seorang aktris yang diam-diam jatuh hati ke Gunadi (sumber gambar: Indonesian Film Center) 
Ining adalah seorang aktris yang diam-diam jatuh hati ke Gunadi (sumber gambar: Indonesian Film Center) 

Konflik terjadi ketika Gunadi dihantui perasaan bersalah kepada keluarga Ining. Gara-gara mengantar dirinya, adik Ining tewas ditembak serdadu Belanda. Ia pun mengatur siasat untuk membalas  dendam. Namun sikap Gunadi ini malah membuat rekan seperjuangannya mencurigainya.

Desain Produksi yang Rapi dan Desain Karakter yang Unik
Tokoh Gunadi, Ining, dan lain-lain hanya sosok rekaan Alex Komang dan Teguh Karya. Namun para karakter ini mampu menyampaikan pesan berbagai hal, seperti keberanian dalam bertindak, pentingnya kekompakan dalam berjuang melawan pihak kolonial, dan lain-lain.

Meski Gunadi merupakan tokoh utama dalam film ini, Ia tidak digambarkan sebagai sosok yang sempurna. Ia tetaplah manusia biasa. Ia peragu. Ia juga nampak canggung dan seperti serba salah. Ia juga merasa dirinya bukan siapa-siapa dan belum memberikan apa-apa.

Desain karakter yang manusiawi dalam berbagai film perjuangan lawas uni menurutku patut diapresiasi. Karakternya jadi terasa lebih natural dan napak bumi.

Ining digambarkan suka menutup sebagian wajahnya (sumber gambar: Indonesian Film Center) 
Ining digambarkan suka menutup sebagian wajahnya (sumber gambar: Indonesian Film Center) 

Cerita film ini sendiri juga terasa segar. Tidak banyak film yang mengupas tentang masa pergerakan nasional, kebanyakan tentang masa agresi militer dan perang Jawa. Oleh karenanya film ini juga membuka wawasan seperti adanya  pergerakan bawah tanah, perjuangan melalui selebaran dan media cetak, penanaman nasionalisme di sekolah-sekolah rakyat, dan sebagainya.

Teguh Karya bersama para kru film berhasil menciptakan kota-kota pada masa tahun 1930-an, dengan tempat hiburan yang didatangi para kulit putih, tempat-tempat berkumpul para pemuda pergerakan, dan sekolah-sekolah. Tata artistik yang rapi dan detail ini dikomandani oleh Benny Benhardi.

Poster filmnya menarik (sumber gambar: Tribunnews) 
Poster filmnya menarik (sumber gambar: Tribunnews) 

Sebenarnya akan lebih nampak natural apabila sebagian kostum pemain dibiarkan lusuh dan warnanya pudar. Di dalam film ini kostum para pemain rata-rata seperti pakaian yang baru dan habis disetrika licin.

Gambar-gambar yang dihasilkan dalam film ini juga memikat. Kamera di tangan George Kamarullah mampu merekam mimik kecemasan dan kebingungan Gunadi tanpa berlebihan. Adegan di lembaga pemasyarakatan yang menampilkan sosok Ining yang berjalan melewati beberapa ruangan seolah-olah menunjukkan betapa terpisahnya ruang hunian pesakitan dengan dunia luar.

Tata musik dari Idris Sardi juga berhasil mendramatisasi adegan. Namun bintang utama dari film ini adalah Alex Komang yang menghidupkan sosok Gunadi yang rapuh dan emosional. Agar mampu memainkan biola dengan trampil, ia bekerja keras berlatih biola di bawah bimbingan Idris Sardi.

Alex Komang berhasil membawa pulang piala Citra (sumber gambar: Liputan6) 
Alex Komang berhasil membawa pulang piala Citra (sumber gambar: Liputan6) 

Berkat tim yang kompak bekerja keras, Doea Tanda Mata yang dirilis tahun 1984 berhasil meraih 10 nominasi Festival Film Indonesia 1985 dan membawa pulang ke empat pialanya. Keempat piala tersebut adalah untuk kategori aktor utama, tata artistik, tata musik, dan tata sinematografi.

Detail Film:
Judul: Doea Tanda Mata
Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Alex Komang, Yenny, Rachman, Sylvia Widiantono, Piet Pagau
Genre : Film perjuangan
Tahun Rilis: 1984
Skor: 8/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun