Koleksi di lantai dasar sungguh menarik. Di sini juga disajikan cerita tentang aksara dan bagaimana masyarakat nusantara dulu memanfaatkan batu, tulang, dan daun lontar untuk membuat catatan. Parhalaan dan Pustaha dari Batak, misalnya. Masing-masing menggambarkan kalender kuno dan hal-hal penting semacam peraturan, ritual, dan pengetahuan pada jaman dulu.
Di lantai dasar juga ditampilkan aneka instrumental, musik tradisional, senjata tradisional, dan kerajinan dari berbagai daerah yang indah. Di sudut lainnya juga ada cerita tentang rumah adat nusantara dan budaya maritim.
Waktunya ke Lantai Dua.
Setelah puas mengamati koleksi topeng, aku menuju ke lantai dua. Di lantai ini koleksinya memiliki kesinambungan dan benang merah tentang makna tenun dan keragaman baju adat di nusantara.
Tenun bukan hanya sekadar penutup badan, namun juga perlambang status dan kepemimpinan. Tenun ikat rupanya memiliki simbol otoritas para pemimpin sehingga banyak digunakan oleh para raja jaman dulu. Corak dan motif tertentu juga tak semuanya boleh digunakan di berbagai daerah karena setiap warna dan motif memiliki makna tersendiri.
Aku mengagumi kain-kain tenun yang disajikan. Semuanya masih bagus dan terawat. Â Setiap daerah punya motif tenun yang khas. Tentunya tak mudah menghasilkan sebuah kain, apalagi pada jaman dulu alat pintal dan alat tenun masihlah sangat sederhana. Oleh karenanya selembar kain juga memiliki nilai dan makna yang besar.
Lantai Tiga dan Pohon Hayat
Di lantai tiga, koleksi utamanya adalah pohon hayat. Pohon yang dianggap suci ini juga memiliki nama lain yaitu pohon kalpataru dan tree of life.
Pohon ini melambangkan alam semesta. Pohon hayat banyak disebut-sebut di berbagai daerah. Pohon hayat juga biasa muncul di gunungan pertunjukkan wayang.
Koleksi pohon hayat di Museum Indonesia perlambang keharmonisan antara manusia dan alam semesta. Pohon hayat ini berukuran besar dan diukir dengan hati-hati.
Pohon hayat yang merupakan lambang sumber kehidupan dan representasi kosmologis universal, terpilih menjadi logo IKN. Di lantai tiga ini juga disampaikan tentang IKN.
Wah aku rupanya menghabiskan waktu cukup lama untuk menikmati setiap koleksi Museum Indonesia. Museum ini bersih, terawat, dan memberikan banyak wawasan ke para pengunjung. Tak ada biaya masuk ke museum ini alias gratis.
Oh iya ada barcode yang bisa dipindai di beberapa koleksi. Ketika kucoba memindai, ada alamat URL dan ketika kuklik aku mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang koleksi yang dipamerkan. Rupanya museum ini juga mengoptimalkan teknologi untuk memberikan informasi ke pengunjung.