Dalam satu abad, terjadi banyak perubahan dalam dunia transportasi di Indonesia. Jaman dahulu masih ada trem, becak, bemo, dan dokar yang kemudian tergantikan dengan kereta dan alat transportasi yang lebih canggih dan efisien. Sebenarnya aku berharap banyak ketika singgah di Museum Transportasi di TMII karena TMII sudah mengalami revitalisasi. Tapi sayangnya museum ini sepertinya terabaikan, tak ikut daftar rombongan yang direvitalisasi.Â
Seusai dari Museum Keprajuritan, aku berjalan menuju Museum Transportasi. Jarak antar museum ini tidak begitu jauh.Â
Sebenarnya aku sudah pernah ke museum ini hanya karena TMII memiliki slogan wajah baru, aku penasaran apakah museum ini juga ikut berubah. Memang rasanya sulit berharap agar Museum Transportasi TMII bisa menyusul atau mengikuti kualitas adiknya yang jauh berusia lebih muda, yaitu Museum Angkut di Kota Batu karena sama-sama memiliki tema transportasi.Â
Keduanya berbeda pengelolaan, yang satu dikelola pemerintah, yakni di bawah Kementerian Perhubungan, dan lainnya dikelola oleh pihak swasta. Harga tiketnya juga jauh berbeda. Yang pasti harga tiket masuk di Museum Transportasi jauh lebih terjangkau, yakni Rp10 ribu per orang.Â
Museum Transportasi adalah satu di antara belasan museum yang ada di kompleks TMII. Museum-museum di sini ada yang cuma-cuma, namun juga ada yang berbayar. Museum yang tiketnya gratis contohnya adalah Museum Indonesia, Museum Penerangan, dan Museum Pusaka. Sedangkan museum yang berbayar memiliki harga tiket yang juga berlainan, mulai dari Rp5 ribu.Â
Setelah membayar, aku pun masuk ke dalam kompleks museum yang begitu luas namun juga lengang. Selintas tak ada yang berubah dari museum yang dibuka mulai tahun 1991 ini, kecuali penempatannya. Bahkan gerobak penjual cendol pun masih ada. Es cendolnya memang sedap.Â