Pada tahun 2017, aku, Pak Agung, dan Dina melakukan banyak terobosan untuk KOMiK dengan menggandeng berbagai pihak seperti CGV, pusat bahasa Prancis alias IFI, Kineforum, dan lain-lain.Â
Aku masih ingat waktu itu aku, Dina, dan Pak Agung seperti salesman datang ke tiap-tiap pihak menyodorkan proposal kerja sama. Ada yang diterima, tak sedikit yang ditolak.Â
Setiap tahunnya KOMiK melakukan inovasi dan terobosan. Kami melakukan nobar ke tempat-tempat alternatif seperti nobar ke kedutaan, nobar layar tancap, dan sebagainya.Â
Lalu kami menggarap nobar spesial, menggabungkan nobar dengan jelajah dan wisata kuliner seperti Nobar Aruna dan Lidahnya yang diawali dengan jelajah kuliner di kawasan Blok M.Â
Kemudian kami melakukan jelajah nobar maraton ke museum, makan di tempat legendaris, lalu nonton dua film perjuangan. Event ini yang kemudian memicu kami membuat buku tentang film perjuangan.Â
Bermula dari buku Sinema Indonesia Apa Kabar, kemudian dirilis dua buku tentang kumpulan naskah film pendek dan buku tentang film perjuangan. Nah buku tentang film perjuangan ini diapresiasi oleh Museum Penerangan. Mereka kemudian mengundang kami di acara nobar spesial film pertama Usmar Ismail sekaligus merayakan Hari Film Nasional.Â
Buku keempat bekerja sama dengan Ladiesiana, Perempuan dan Sinema, juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak, dari organisasi Ibu-ibu Jakarta hingga pengkaji film mas Erik. Wah senangnya. Ini membuat kami bersemangat untuk terus memproduksi buku tentang perfilman.Â
Nah yang menyenangkan karya KOMiK berupa film pendek juga mendapat apresiasi. Film pertama, Jagaditta, masuk menjadi official selection di festival BRIEFF 5.0 dan Uwan Urwan mendapat nominasi aktor terbaik, juga tayang di Festival Film Lampung 2023.Â
Film yang kedua, film Ngidam lahir karena lolos tiga besar cerita yang didanai Jakarta Film Fund, bagian dari Jakarta Film Week.Â