"Kalau kau ingin memperjuangkan keinginanmu, perjuangkanlah dan pastikan perjuanganmu untuk kepentingan banyak orang." - M.H. Thamrin
Entah angin apa yang menggerakkan, Minggu siang aku bertekad kuat untuk menuju Museum M.H. Thamrin dan menjelajah kawasan Kramat, Senen sendirian. Museum M.H.Thamrin salah satu museum yang belum pernah kukunjungi. Aku penasaran karena sosok M.H. Thamrin disebut sebagai salah satu pahlawan Betawi dan namanya diabadikan menjadi nama salah satu jalan di Jakarta. Jalanan lumayan sepi sehingga tak lama aku telah tiba di depan pagar museum tersebut.
Lokasi museum ini tidak di pinggir jalan, melainkan masuk ke dalam, tak jauh dari Pasar Kenari. Aku mengandalkan aplikasi peta untuk menuju ke museum ini. Alamat tepatnya di Jalan Kenari 2 No 15.
Setelah memberitahukan maksud kedatangan ke pak satpam, aku pun menuju bangunan museum tersebut. Halaman museum nampak bersih dan rapi dengan patung M.H. Thamrin dengan seragamnya yang gagah, seolah-olah menyambut para tamu. Di bagian belakang patung ada tulisan:
"Memilih djalan jang sesoeai dengan perasaan ra'jat akan membikin ia bekerdja bersama-sama dengan gembira oentoek kesentaoesaan Noesa dan Bangsa."
Halaman museum nampak begitu lengang. Di teras ada sepasang ondel-ondel yang menyambut tamu dan menjadi penolak bala. Nuansanya khas Betawi karena M.H.Thamrin berdarah Betawi.
Ketika masuk ke dalam museum, seorang petugas menyambut. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp5 ribu, ia memberikan brosur dan sebuah kepingan DVD tentang museum ini.
Waktunya menjelajah. Rupanya hanya aku seorang pengunjung yang datang siang itu.
Museum ini tidak besar dan koleksinya juga nampaknya tidak begitu banyak, kebanyakan isinya adalah narasi, foto-foto, koleksi benda-benda pribadi, dan klipingan. Tapi tidak apa-apa, aku jadi bisa membaca semua keterangan dan menikmati koleksinya.
Setiap berkunjung ke museum, aku seolah-olah tersedot ke masa lalu. Kali ini aku seperti berada di awal tahun 1900-an hingga tahun 1940-an, masa-masa pergerakan nasional.
Siapakah M.H. Thamrin? Nama lengkapnya adalah Muhammad Husni Thamrin. Ia lahir pada 16 Februari 1894 di daerah Sawah Besar. Meski ia  merupakan anak wedana, M.H.Thamrin dikenal mudah bergaul dan tidak membedakan teman kaya ataupun miskin.
Kedekatannya dengan rakyat kecil membuatnya peduli dengan nasib mereka. Setelah lulus sekolah menengah atas dan sempat bekerja di maskapai perkapalan Belanda, ia pun masuk politik. Ia mulai dari bawah hingga kemudian ia bisa masuk sebagai anggota Gemeenteraad  Belanda (Dewan Kota) pada tahun 1919. Kemudian sejak 16 Mei 1927 ia menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda). Ia juga mendirikan perkumpulan Betawi pada tahun 1925.
Ia dikenal vokal dengan isu-isu untuk rakyat kecil, baik untuk kaum Betawi maupun daerah-daerah lainnya. Ia berjuang untuk program air bersih, membuka kesempatan belajar lebih besar bagi rakyat, membeli sebidang tanah di daerah Petojo untuk lapangan bola rakyat, dan juga menghapuskan sistem kuli kontrak di Deli Serdang.
Jabatannya sebagai anggota Volksraad tak membuatnya diam dan patuh dengan pemerintah Hindia Belanda. Ia dekat dengan Bung Karno dan menjemputnya saat Bung Karno keluar dari LP Sukamiskin Bandung.
Saat M.H.Thamrin meninggal pada 11 Januari 1941, ada  banyak kalangan masyarakat yang mengantarnya. Ada ribuan masyarakat yang merasa kehilangan akan sosoknya. Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak. Ia kemudian mendapat anugerah pahlawan nasional pada tahun 1960.
Di museum ini memang menyimpan banyak kenangan dan sejarah hidup M.H.Thamrin. Ada meja kursi tamu yang pernah dipergunakan almarhum, meja makan, radio Philips, blangkon, juga potret M.H. Thamrin bersama istrinya, Nyi Otoh Arwati. Â
Lalu juga ada lukisan dan diorama yang menggambarkan penggeledahan kamar oleh Polisi Hindia Belanda (PID) pada 6 Januari 1941. Saat itu ia lagi sakit dan demam beberapa hari. Ia kemudian dijatuhi hukuman tahanan rumah. Tak boleh ada yang keluar masuk tanpa seijin aparat tersebut. Penyakitnya pun tambah parah dan tak lama kemudian ia meninggal dunia.
Di bagian mendekati pintu keluar ada kereta jenazah dan foto-foto dokumentasi pemakaman yang begitu ramai oleh pelayat. Diperkirakan ada 20 ribu yang mengiringi pemakamannya.
Bangunan museum ini sendiri dulu dikenal sebagai Gedung Permufakatan.Dulu bangunan ini juga digunakan sebagai tempat melangsungkan Kongres Rakyat Indonesia yang melahirkan Indonesia Berparlemen. Bangunan berarsitektur Indische ini dulunya kediaman Meneer De Has yang pada tahun 1929 dibeli oleh M.H.Thamrin. Bangunan ini kemudian resmi menjadi museum pada 11 Januari 1986.
Oleh karena M.H Thamrin seorang pahlawan asal Betawi maka juga ada pernak-pernik khas Betawi seperti baju adat, alat musik, teras rumah Betawi, juga para pahlawan Betawi. Nah info para pahlawan Betawi ini yang menarik karena banyak yang hanya kuketahui namanya saja. Â Mereka di antaranya Ismail Marzuki, Entong Gendut, Haji Noer Ali, Syaikh Sayyid Utsman, dan Imam Syafei.
Wah karena sepi, aku jadi santai membaca tiap-tiap informasi dan mengamati koleksinya. Menurutku museum M.H. Thamrin memiliki kaitan dengan Museum Sumpah Pemuda yang berjarak sekitar 1.5 kilometer. Setelah berpamitan ke petugas museum, aku pun melangkah menuju Museum Sumpah Pemuda dan tujuan akhir hari itu adalah Museum Kebangkitan Nasional. Semuanya punya benang merah yaitu pergerakan nasional.
Oh iya museum ini bisa diakses dengan transportasi umum. Kalian bisa turun di stasiun komuter Cikini lalu lanjut berjalan kaki sekitar 800 meter melewati jembatan dan pasar Cikini. Atau juga bisa turun di halte TransJakarta di Salemba Universitas Indonesia lalu dilanjutkan berjalan kaki sekitar 500 meter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H