Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Orpa, Kisah Remaja Papua Gapai Mimpi yang Kental Nilai Tradisi

7 September 2023   16:50 Diperbarui: 8 September 2023   06:30 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang gadis Papua berjalan mengarungi rimba bersama seorang musisi dari Jakarta menuju Wamena. Tak lama anggota rombongan mereka bertambah dengan kehadiran seekor anak babi hutan.


Film yang menitikberatkan pada sebuah perjalanan memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi jika dibingkai dengan panorama dan tradisi suatu daerah yang kental. Inilah yang menjadi daya pikat film asal Papua. Orpa, judulnya. Film ini tayang reguler mulai hari ini, Kamis (7/9).

Dikisahkan Orpa (Orsilla Murib) yang masih remaja 16 tahun akan dinikahkan oleh ayahnya,  Septinus (Arnold Kobogau). Ia menolak dan bersikeras untuk melanjutkan pendidikan di Wamena. Karena ditentang, ia pun memutuskan kabur.

Sementara itu seorang musisi asal Jakarta bernama Ryan (Michael Kho) nampak ketakutan. Ia mengalami tragedi yang membuatnya panik dan kabur.
Kedua insan tersebut dipertemukan. Keduanya pun kemudian melakukan perjalanan berat mengarungi sungai dan rimba. Ayah Orpa juga tak tinggal diam, melakukan pengejaran.

Premis Sederhana yang Dikemas Memikat
Premis film Orpa ini sederhana, tentang seorang remaja perempuan yang ingin melanjutkan studi tapi mengalami penentangan. Premis seperti ini umum baik di film Indonesia maupun mancanegara, selintas juga mengingatkan pada Yuni, yang mengalami dilematis antara menikah dini dan melanjutkan studi.

Namun, yang membuat film ini menarik adalah bingkai tradisi Papua. Sebagian dialog menggunakan bahasa daerah, dengan kultur dan kearifan lokal. Meski tanpa alas kaki dan membawa peta, Orpa nampak luwes menyeberangi sungai dengan batu-batu besar, dan memahami medan perjalanannya.

Ada gagasan modern dan berbasis alam yang coba dibenturkan dan dipertemukan (sumber gambar: IMDb) 
Ada gagasan modern dan berbasis alam yang coba dibenturkan dan dipertemukan (sumber gambar: IMDb) 


Orpa hanya berbekal semacam botol berisi bahan bakar untuk penerangan di malam hari, noken alias tas lebar yang dipegang dengan dikaitkan di kepala, serta singkong yang diawetkan sehingga bisa jadi bekal perjalanan beberapa hari. Ia nampak tak takut berjalan di rimba pada malam hari dan luwes mengumpulkan ranting pohon untuk api unggun. Ia juga tahu tanaman-tanaman tertentu yang bisa jadi obat-obatan.

Karakter Orpa yang luwes hidup dengan alam kontras dengan Ryan yang dibesarkan di perkotaan. Ia mudah kelelahan, tak bisa menyalakan api unggun, dan kerap mengagungkan peralatan canggih yang dibawanya. Sisi menarik dari Ryan adalah profesi dan misinya yang unik, yaitu merekam suara alam  Papua yang belum pernah dijumpainya. Ini mengingatkanku pada film Ukraina berjudul My Thought are Silent.

Perjalanan keduanya inilah yang menjadi inti dari cerita ini. Tentunya dialog juga memegang peranan penting dalam film ini untuk memperkenalkan masing-masing karakter, penentu konflik, dan sebagai pemberi arah dari film ini.

Sungai-sungai dengan batu besar, rimba, dan padang rumput menjadi daya pikat. Saat malam, panorama dibiarkan apa adanya. Namun saat matahari terbenam dan matahari mulai terang, keindahan alam panorama menuju Wamena pun terbentang di layar.

Lewat dialog yang mengalir selama perjalanan, sosok Ryan perlahan-lahan terungkap, demikian juga dengan mimpi Orpa. Sayangnya ada beberapa dialog yang terasa kaku, janggal, dan kurang mengalir, seperti pertentangan yang sengaja dipaksakan. Meski gagasan dari penulis cerita sekaligus sutradara, Theo Rumansara, untuk membenturkan pandangan anak kota dan anak 'alam' juga menarik untuk diselami.

Siapakah Orpa? (Sumber gambar: JAFF) 
Siapakah Orpa? (Sumber gambar: JAFF) 

Hal yang membuatku kagum akan film ini Theo membubuhkan unsur fantasi dalam film ini sehingga terasa magis. Ada hak-hal yang terasa magis yang mengingatkan pada film Sekala Niskala. Kehadiran anak babi juga membuatku tergelak.

Ada banyak gagasan yang ingin dituangkan dalam film ini. Untunglah filmnya tetap terasa ringan dan menyenangkan untuk disimak.

Film Orpa tayang perdana di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2022 dengan Orsilla Murib berhasil meraih penghargaan Best Performance berkat penampilannya sebagai Orpa. Film Orpa saat ini tayang reguler secara terbatas. Coba cek bioskop di daerahmu apakah menayangkan Orpa, lalu segeralah tonton. Skor: 7.2/10.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun