Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Piknik 70-an, Pengunjung Diajak Mengenal Karya Perupa Era 1970-an

6 September 2023   12:06 Diperbarui: 6 September 2023   12:08 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akhirnya aku bisa saksikan secara langsung karya perupa yang kolom humornya kugemari (dokpri) 

"Sesudah kejatuhan pemerintahan Soekarno, para pelukis yang individualis bebas punya pendapat apapun juga dan melukis apa saja yang mereka sukai. Para pelukis yang dulunya mengikuti garis politik sebagai panglima, sekarang mengerti bagian yang dimainkan oleh kebebasan individual dalam proses penciptaan." - Sudarmadji, 1974

Lukisan yang menampilkan sosok seorang nenek itu menyedot perhatianku. Ekspresinya yang muram dan layar sekelilingnya yang juga suram membuatku bertanya-tanya pesan apa yang ingin disampaikan oleh si pelukis. Warna-warni latarnya menggunakan warna yang cenderung suram seperti abu-abu, biru, dan cokelat gelap. Lukisan ini nampak kontras dengan lukisan-lukisan yang dipajang dalam satu ruangan, yang umumnya menggunakan warna-warna cerah. Kubaca nama pelukisnya, aku tersenyum.

Seniman yang membuat lukisan cat minyak berjudul Nenek itu adalah Amang Rachman Jubair. Ia adalah sosok seniman yang populer di Jawa Timur.

Dulu aku salah satu fansnya, tapi bukan karena lukisannya, karena aku sebenarnya belum pernah menyaksikan karya-karyanya secara langsung, melainkan karena sisi pribadinya yang humoris. Ia sering mengisi kolom humor di sebuah media harian. Salah satu yang kuingat dari kolomnya, ia pernah membayar tagihan dengan lukisan yang dibuatnya.

Aku merasa senang bisa menyaksikan karyanya secara langsung. Akhirnya aku bisa menyaksikan karya perupa surealis yang disebut kerap mengusung tema dialog mistis.

Lukisan Nenek ini adalah satu di antara lukisan-lukisan yang ditampilkan di pameran yang bertajuk Piknik 70-an di Galeri Nasional Indonesia. Pameran yang berlangsung hingga 31 Agustus lalu menampilkan sekitar 60-an karya dari 55 perupa era tahun 70-an.

Dikuratori oleh Alam Wasesha, Teguh Margono, dan Bayu Genia Krishbie,  pameran ini menyuguhkan lukisan dan karya seni rupa lainnya yang lahir pada tahun 70-an, sebuah era yang menandai perubahan besar di jagat seni rupa Indonesia. Pada era ini para perupa merasakan kebebasan berekspresi, bebas dari tekanan politik dan hal-hal lainnya. Mereka pun bisa menuangkan karyanya dengan lebih eksploratif. Muncul beberapa gaya yang didominasi oleh gaya liris, dekoratif, dan abstrak.

Lukisan liris membuat pengunjung ikut berkontemplasi (dokpri) 
Lukisan liris membuat pengunjung ikut berkontemplasi (dokpri) 


Pameran ini menggunakan tajuk Piknik karena pengunjung diharapkan menikmati karya seperti melakukan perjalanan piknik, menyegarkan ingatan,  dan bergembira tanpa beban. Ada lima kategori karya yang semuanya menarik disimak, dari liris dekoratif, bentuk-bentuk signifikan, imaji kenusantaraan, eksplorasi materialitas, dan pencarian bentuk-bentuk baru.

Liris di sini dimaknai sebagai penekanan akan emosi dan perasaan dalam memandang dunia. Oleh karenanya lukisan-lukisan yang masuk dalam kategori ini nampak kontemplatif.  Pengunjung akan 'dipaksa' mengira-ngira pesan apa yang ingin disampaikan oleh para pelukis ini.

Karya abstrak dari lukisan dan patung juga ditampilkan (dokpri) 
Karya abstrak dari lukisan dan patung juga ditampilkan (dokpri) 

Lukisan ini bak relief (dokpri) 
Lukisan ini bak relief (dokpri) 

Di ruangan lainnya, lukisan abstrak dan patung-patung yang mengusung simbolisasi figur pun ditampilkan. Aku makin tersedot oleh imajinasi ketika memasuki bagian Imaji Kenusantaraan. Karya-karya indah sekaligus imajinatif. Ada lukisan seperti relief dan juga lukisan yang menampilkan sosok Hanuman di medan pertempuran.

Karya yang ditampilkan  di ruangan lainnya makin variatif dan eksploratif. Imaji pengunjung makin dimainkan.

Karya kontemporer mulai hadir tahun 70-an (dokpri) 
Karya kontemporer mulai hadir tahun 70-an (dokpri) 

Pengunjing diajak piknik era tahun 70-an (dokpri) 
Pengunjing diajak piknik era tahun 70-an (dokpri) 


Ada begitu banyak nama-nama perupa tahun 70-an yang karyanya dipamerkan di sini. Mereka di antaranya Amang Rachman, Ahmad Sadali, Aming Prayitno, Edi Sunaryo, Rita Widagdo, Siti Adiyati Subangun, A. D. Pirous, Ida Hadjar, Fadjar Sidiq, Popo Iskandar, Bagong Kussudiardja, Jim Supangkat, dan Zaini. Merekalah perupa 'pemberontak' dan eksploratif pada jamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun