Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dulu Aku Tak Pernah Suka Lomba Tujuhbelasan

12 Agustus 2023   00:41 Diperbarui: 12 Agustus 2023   01:02 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak pernah suka lomba-lomba tujuh belasan, dulu, ketika aku masih kecil. Aku sering kali terpaksa mengikutinya, dengan alasan wajib ikut, atau ya karena aku tertarik dengan hadiahnya.

Dulu lomba-lomba tujuh belasan di kampung tak jauh-jauh dari lomba makan kerupuk, lompat karung, jalan  cepat dengan mulut mengigit  sendok berisi kelereng, mencari kancing dalam tepung, dan lomba-lomba lainnya yang sejenis.

Tak ada yang menarik perhatianku saat itu. Tapi aku kemudian mencoba peruntunganku untuk ikut lomba seperti mencari kancing dalam tepung dan berjalan dengan kelereng di atas sendok. Tak ada yang menang, lawan-lawanku jagoan semuanya dan aku sendiri kurang termotivasi.

Lomba-lomba tujuhbelasan di sekolah juga tak menarik. Yang paling membuatku ketakutan adalah lomba saat kelas satu SD. Lomba itu cepat-cepatan berganti baju dari baju olah raga ke baju putih merah.

Aku dan kawan dekatku memilih bersembunyi dan tak mengikuti lomba. Ketika nama kami dipanggil-panggil,  kami berdua ketakutan. Takut ketahuan dan dipaksa ikut serta.

Aku malu untuk mengikuti  lomba tersebut. Kami akan berganti baju di depan banyak orang. Meski saat itu baru kelas satu SD, aku merasa hal tersebut agak kurang pantas. Kami berdua tetap bersembunyi hingga lomba tujuh belasan benar-benar berakhir. Aku tak pernah menyesal tak mengikutinya.

Aku tak suka ikut lomba tujuh belasan, tapi aku suka memberikan dukungan untuk kakak laki-lakiku. Kakak perempuanku juga sama sepertiku. Ia juga tipe yang malas untuk ikut aneka lomba. Jadi kami berdua bersemangat memberikan sorakan agar kakak kedua bisa menang. 

Sayangnya ketika kakakku menang di satu lomba, ia malah dijewer oleh ibu karena ia muncul dengan tubuh hitam legam. Ia menangis dimandikan oleh ibu. Aku dan kakak tertua ikut diam merasa kasihan dengan nasib kakakku itu. Tapi ia kemudian melaju bangga ketika namanya disebut sebagai pemenang mencari koin dalam buah yang dilumuri oli.

Jika kuingat-ingat lomba apa yang paling berkesan bagiku mungkin lomba cerdas cermat. Tapi aku lupa apakah lomba tersebut dalam rangka  tujuh belasan atau momen lainnya.

Lomba itu sungguh menyenangkan karena aku bisa berkenalan dengan kawan-kawan lainnya dari berbagai sekolah dasar. Kami boleh bersaing saat lomba, tapi di luar lomba kami tetap berteman. Apalagi matematika dulu adalah mata pelajaran favoritku. Aku merasa ini acara main-main plus kompetisi yang menyenangkan.

Saat itu aku sungguh senang bisa masuk final. Meski ya akhirnya aku hanya berhasil raih juara tiga.

Aku sungguh senang bisa juara tiga di lomba itu. Aku ingin memamerkannya ke ibu dan nenek. Eh ketika sampai rumah, kakak perempuanku berkata bahwa saat seusiaku itu, ia raih juara satu cerdas cermat matematika sehingga bisa dikirim ke tingkat kecamatan dan tetap menang.

Uuhhh... sulit rasanya punya dua kakak hebat. Aku jadi merasa tak punya sesuatu yang bisa kubanggakan saat lomba tujuhbelasan. 

Mungkin momen-momen saat aku punya kawan-kawan baru pada saat lomba cerdas cermat itulah yang bisa kukenang. Apalagi, kemudian pada saat SMP, aku satu SMP dengan beberapa di antara mereka. 

Berdasar pengalaman ikut lomba cerdas cermat saat SD, ketika duduk di bangku kelas 3 SMP aku berhasil menang lomba cerdas cermat agama di sekolah sehingga dikirim menjadi perwakilan sekolah ke tingkat kotamadya. Lagi-lagi hanya raih juara tiga. Tapi aku senang karena kedua kakakku tak pernah ikut lomba cerdas cermat agama. Hehehe setidaknya ada yang bisa kubanggakan ke ibu dan nenek. 

Aku tak pernah suka dengan lomba-lonba tujuhbelasan seperti mencari koin dan kancing. Tapi aku bersemangat mendukung anak-anak yang ikut lomba tersebut. Aku suka melihat aura kebahagiaan dan keceriaan yang terpancar di wajah mereka. Mereka nampak menikmati momen tersebut. 

Aku sepertinya masih sama dengan aku yang lama. Tak suka lomba-lomba konvensional, tapi aku tak keberatan memberikan dukungan ke para peserta lomba. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun