Aku tak pernah suka lomba-lomba tujuh belasan, dulu, ketika aku masih kecil. Aku sering kali terpaksa mengikutinya, dengan alasan wajib ikut, atau ya karena aku tertarik dengan hadiahnya.
Dulu lomba-lomba tujuh belasan di kampung tak jauh-jauh dari lomba makan kerupuk, lompat karung, jalan  cepat dengan mulut mengigit  sendok berisi kelereng, mencari kancing dalam tepung, dan lomba-lomba lainnya yang sejenis.
Tak ada yang menarik perhatianku saat itu. Tapi aku kemudian mencoba peruntunganku untuk ikut lomba seperti mencari kancing dalam tepung dan berjalan dengan kelereng di atas sendok. Tak ada yang menang, lawan-lawanku jagoan semuanya dan aku sendiri kurang termotivasi.
Lomba-lomba tujuhbelasan di sekolah juga tak menarik. Yang paling membuatku ketakutan adalah lomba saat kelas satu SD. Lomba itu cepat-cepatan berganti baju dari baju olah raga ke baju putih merah.
Aku dan kawan dekatku memilih bersembunyi dan tak mengikuti lomba. Ketika nama kami dipanggil-panggil, Â kami berdua ketakutan. Takut ketahuan dan dipaksa ikut serta.
Aku malu untuk mengikuti  lomba tersebut. Kami akan berganti baju di depan banyak orang. Meski saat itu baru kelas satu SD, aku merasa hal tersebut agak kurang pantas. Kami berdua tetap bersembunyi hingga lomba tujuh belasan benar-benar berakhir. Aku tak pernah menyesal tak mengikutinya.
Aku tak suka ikut lomba tujuh belasan, tapi aku suka memberikan dukungan untuk kakak laki-lakiku. Kakak perempuanku juga sama sepertiku. Ia juga tipe yang malas untuk ikut aneka lomba. Jadi kami berdua bersemangat memberikan sorakan agar kakak kedua bisa menang.Â
Sayangnya ketika kakakku menang di satu lomba, ia malah dijewer oleh ibu karena ia muncul dengan tubuh hitam legam. Ia menangis dimandikan oleh ibu. Aku dan kakak tertua ikut diam merasa kasihan dengan nasib kakakku itu. Tapi ia kemudian melaju bangga ketika namanya disebut sebagai pemenang mencari koin dalam buah yang dilumuri oli.
Jika kuingat-ingat lomba apa yang paling berkesan bagiku mungkin lomba cerdas cermat. Tapi aku lupa apakah lomba tersebut dalam rangka  tujuh belasan atau momen lainnya.
Lomba itu sungguh menyenangkan karena aku bisa berkenalan dengan kawan-kawan lainnya dari berbagai sekolah dasar. Kami boleh bersaing saat lomba, tapi di luar lomba kami tetap berteman. Apalagi matematika dulu adalah mata pelajaran favoritku. Aku merasa ini acara main-main plus kompetisi yang menyenangkan.