"Tumbuh bersama, bersinar selamanya," itulah tagline yang diusung Museum Penerangan memperingati tiga dekade usia mereka. Dalam acara perayaan yang dihelat hari ini (Sabtu, 29 April) terkandung tekad Museum Penerangan (Muspen) untuk lebih inklusif, merangkul berbagai komunitas dan mendekatkan diri ke masyarakat umum.
Pagi pukul 09.30 WIB, halaman Museum Penerangan sudah ramai oleh pengunjung dan undangan. Di amphitheatre ditampilkan pertunjukan musik akustik. Sedangkan di pelataran terdapat berbagai stan UMKM yang menjual aneka makanan dan camilan. Juga ada stan permainan tradisional.
Acara dibuka secara simbolis di amphitheatre dengan membunyikan kentongan oleh Kepala Museum Penerangan Abdullah, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong, pegiat literasi Maman Suherman, dan beberapa undangan lainnya. Acara kemudian dilanjutkan dengan berbagai sesi  diskusi dan workshop dari Siberkreasi dan lainnya. Yang menarik di setiap acara ini ada juru bicara isyarat karena pengunjung juga ada dari kalangan disabilitas.
KOMiK sebagai komunitas yang beberapa kali berkolaborasi dengan Muspen juga turut hadir. Selain aku, juga ada Linda, Humaidy, dan Noval. Kami mengikuti sesi diskusi bersama tiga narasumber, sejarawan dan kurator museum Bonnie Triyana, Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong dan kang Maman. Topiknya yaitu Museum dan Komunitas.
Ini tema yang menarik. Bonnie menyebut museum sebagai ranah sejarah publik dan bagian wacana publik. Museum juga sebenarnya bisa menjadi kelas untuk belajar. Namun sayangnya masyarakat masih banyak yang antipati dengan museum dan kurang melihat potensinya.
Dari sisi museum sendiri pengelola dirasa kurang memperhatikan engagement antara masyarakat/komunitas dan museum, siapa target pengunjung mereka, dan bagaimana masyarakat tertarik untuk datang. "Museum punya koleksi, tapi tak punya narasi."
Bonnie menyarankan agar pengelola museum berpikir ulang tentang bagaimana mereka menjadikan museum sebagai tempat publik yang menarik. Bagaimana agar sebuah koleksi bisa menjadi daya pikat dan key interest di museum tersebut. Ia mencontohkan lukisan Monalisa di Museum Louvre.
Sementara itu Dirjen IKP Kemenkominfo Usman Kansong mendukung penuh pembenahan museum dan perubahan cara mereka melakukan pendekatan ke masyarakat. Ada berbagai cara, misalnya dengan membuat suvenir yang unik. Miniatur kamera, contohnya.
Pihak museum juga bisa memperkenalkan koleksinya dengan membuka pameran di tempat strategis misalnya di mal atau membuka counter di bandara, sehingga museum yang mendekati masyarakat. Berikutnya adalah melakukan perubahan desain ruang pamer. Misalnya tiap beberapa waktu dilakukan perubahan benda yang dipamerkan dengan narasi yang kuat. Sehingga, masyarakat tak pernah bosan datang ke museum karena selalu ada sesuatu yang baru.
Maman Suherman sebagai pegiat literasi berkelakar jika kondisi museum di Indonesia agak mirip dengan perpustakaan. Ada begitu banyak museum tapi belum terkoneksi satu sama lain dan pengetahuannya belum bisa diakses dari luar. Ia menyarankan Monumen Pers bisa berkolaborasi dan bertukar data dengan Museum Penerangan dan Jogja Library Center serta berbagai perpustakaan. Dengan demikian ketika masyarakat ingin mendapatkan data sebuah koleksi maka pengetahuannya tersambung dan lengkap.