Seiring bertambah usia, aku memiliki pandangan yang berubah terhadap makna Ramadan. Makna bulan suci ini saat aku masih anak-anak, remaja, saat mulai bekerja, dan pada masa sekarang memiliki pergeseran. Meski ada satu hal yang sama yakni Ramadan adalah bulan yang istimewa.
Saat aku masih kecil, bulan Ramadan adalah bulan yang paling menyenangkan. Ibu selalu menyiapkan menu istimewa saat berbuka puasa. Bukan makanan yang mewah, namun menu yang menyenangkan bagiku.Â
Pasti ada takjil yang segar dan lezat. Minimal ada dawet, bubur kacang ijo, dan kolak dengan aneka isian. Ada kalanya ayah membawakan es campur, es degan, dan es buah. Jika sekolah libur, aku dan kakak ikut membantu membuat takjil favorit yakni es podeng.
Selain menu takjil yang beragam dan semuanya nikmat, pada bulan Ramadan sering ada acara asyik di masjid dan sekolah. Jam pulang sekolah juga lebih cepat. Malamnya kami bisa beramai-ramai tarawih ke masjid. Kemudian, mendekati hari raya, kami akan membuat kue kering bersama-sama. Ini juga momen yang menyenangkan.
Ya, versi anak-anak diriku beranggapan Ramadan itu bulan yang menyenangkan.
Pendapat ini kemudian berubah ketika aku memasuki masa remaja. Aku lebih memaknai serius bulan ini dengan memperbanyak amalan ibadah seperti tadarusan setelah sholat Subuh dan Maghrib. Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh keberkahan dan waktu di mana doa-doa lebih manjur untuk dikabulkan. Aku berharap doa-doaku untuk masuk ke sekolah favorit pun dikabulkan pada bulan tersebut, tentunya diiringi dengan belajar giat.
Yang kuingat momen Ramadan saat itu dipenuhi dengan banyak kegiatan. Ada banyak kegiatan remaja masjid yang kuikuti. Setiap usai sahur, aku juga tidak kembali tidur. Melainkan, sibuk belajar.Â
Belajar seusai sahur menurutku menyenangkan. Suasana tenang dan damai. Ya makna Ramadan saat itu bagiku bulan yang penting untuk memperbanyak amalan, termasuk bulan untuk belajar giat.
Ketika bekerja dan merasai jadi kuli tinta, makna Ramadan bergeser. Aku merasa bulan ini menjadi penuh tantangan untuk beribadah.Â
Pekerjaan wartawan ke sana ke sini sungguh melelahkan. Ada kalanya aku juga meliput kuliner saat siang hari, sungguh sebuah ujian.