Capek, punggung pegal, dan puas. Itulah yang kurasakan setelah menyaksikan penampilan Slipknot semalam, Minggu (19/3) di panggung Empire, Hammersonic 2023.Â
Rasanya penantian setelah empat tahun terbayar. Ada rasa haru yang sangat, band yang lagu-lagunya kudengarkan selama kurang lebih dua dekade ini akhirnya tampil di depanku.
Setelah penampilan Trivium, panggung Empire dibersihkan. Ada kain penutup besar dengan nama Slipknot dipasang untuk menutupi desain panggung yang akan dihadirkan.
Penonton sudah tak sabar. Mereka berteriak-teriak "Slipknot... Slipknot...!" Ada yang pula yang memanggil nama personel, seperti Corey Taylor dan Jim Root.
Sekitar pukul 22.40 WIB, satu per satu personel pun tampil di panggung. Mereka langsung menggebrak dengan Disasterpiece dari album kedua, Iowa. Lagu yang agresif dan penuh energi.
Sejak memutuskan nonton Hammersonic sendirian, aku sudah tahu risiko yang bakal terjadi. Tapi kukira setelah menyaksikan Batuskha, Amon Amarth, dan Trivium, gerak-gerik penonton relatif bisa ditebak.Â
Biasanya ada kode atau teriakan ketika bakal ada yang moshing, crowdsurf, dan headbang. Saat Trivium dan Amon Amarth, juga ada yang melakukan moshing.
Tapi ini Slipknot. Dan tanpa aba-aba, penonton merengsek maju, penonton belakang dan yang sedang moshing mendorong penonton lainnya. Alhasil situasi agak chaos di bagian depan dan tengah.
Aku ikut terdorong. Penonton perempuan di sebelahku hampir tergencet. Kami kemudian berpegangan dengan pagar pembatas barikade dengan satu tangan. Handphone pun terpaksa masuk tas.
Hal ini sebenarnya sudah risiko nonton band metal. Memang bakal aneh jika tak ada yang melakukan moshing. Tapi aksi ini meluas dan tanpa aba-aba sebelumnya, sehingga ruang gerak penonton yang sempit semakin sempit. Rasanya susah untuk bergerak.
Untunglah petugas bertindak cepat sehingga situasi segera teratasi. Beberapa penonton pun keluar dari barisan penonton. Ada yang sesak nafas, ada juga yang pingsan. Penonton yang was-was langsung mundur ke belakang.
Situasi pun kemudian cukup kondusif. Meski aku masih was-was dan terus berpegangan ke pagar. Tas ransel yang kutaruh di depan sangat membantu di situasi yang lumayan chaos di awal.
Pentolan Slipknot, Corey Taylor, pernah berkata, ia tak suka jika penonton terus-menerus sibuk dengan handphonenya. Ia lebih suka penonton ikut bernyanyi dan bergerak. Sebagian besar penonton mengapresiasi tersebut, hanya sesekali memotret dan merekam untuk kenang-kenangan. Tapi memang sejak era medsos ini aksi merekam dan memotret tanpa henti juga susah dihindari.
Beberapa penonton diteriaki oleh penonton di bagian belakang ketika mereka mengangkat handphonenya tinggi-tinggi karena mengganggu pandangan penonton di belakang. Ada yang menuruti dengan merendahkan posisi handphone, tapi juga ada yang abai.
Aku sendiri sebenarnya ingin merekam dan memotret beberapa momen spesial. Tapi karena was-was apabila moshing kembali meluas, akhirnya hanya mengambil beberapa gambar dan video singkat ketika situasi sudah kondusif.
Setelah Disasterpiece, Slipknot langsung membawakan nomor yang membuat mereka populer. Lagu tersebut adalah Wait and Bleed dari album pertama yang dirilis tahun 1999. Lagu ini juga yang membuatku kenal dan jatuh cinta dengan lagu-lagu dari pasukan bertopeng ini.
Penonton pun ikut bernyanyi dan menggerakkan badan. Situasi makin panas.
Lagu-lagu berikutnya tetap cadas. Energi penonton dan energi dari musik seperti meluap. Slipknot membawakan beberapa nomor hitsnya yang mewakili setiap albumnya. Kini mereka sudah merilis tujuh album.
Lagu-lagu tersebut berturut-turut All Out Life, Sulfur, Before I Forget, The Dying Song (Time to Sing) Dead Memories, Unsainted, dan The Heretic Anthem. Setiap jeda satu lagu dan lainnya ada kalanya Corey Taylor menyapa penonton.
Ia berujar senang akhirnya berjumpa dengan penonton di Indonesia setelah begitu lama tertunda. Jumlah penonton di Indonesia salah satu yang terbesar yang pernah dijumpainya selama tur.
Berkali-kali Corey mengajak penonton ikut bernyanyi dan menikmati penampilan mereka. Yang disambut hangat oleh penonton dengan ikut bernyanyi dan headbang saat mereka membawakan Psychosocial dari album keempat, Al Hope is Gone, yang dirilis tahun 2008.
Psychosocial!
Psychosocial!
Psychosocial!
Akhirnya nomor favoritku, Duality, dibawakan. Penonton kembali menggila. Sementara aksi personel Slipknot juga menarik dilihat. Personel lainnya seperti Shawn Crahan, Sid Wilson, dan Michael Pfaff juga atraktif.
Michael Pfaff yang kini menggunakan topeng berwarna putih paling atraktif. Ia menari-nari di posnya sambil memainkan perkusi. Di satu momen ia berdiri diam seperti properti sambil membawa alat perkusinya, baru kemudian ia memainkan alat musiknya.Â
Ia juga bermain lampu dan berpura-pura jatuh. Di momen lainnya ia berpura-pura jadi konduktor, memimpin penonton bernyanyi.
Setelah Duality, Slipknot membawakan Custer dan nomor hitsnya, Spit It Out. Uniknya saat membawakan Spit It Out yang diikuti koor penonton, Corey kemudian meminta penonton untuk duduk yang diikuti sebagian besar penonton. Kemudian ia memberikan aba-aba agar penonton kembali berjingkrak atau moshing.
Setelah itu panggung menjadi sepi. Penonton berteriak-teriak, "We want more. .. we want more... ". Yang ditanggapi dengan (515), People=Shit, dan Surfacing.
Hampir tepat pukul 00:00 Slipknot menyudahi aksi panggungnya. Beberapa personel seperti Alessandro Venturella melemparkan pitch-nya. Demikian juga dengan Tortilla Man alias Michael Pfaff dan Jay Weinberg membagikan stiknya. Sedangkan Sid membagikan beberapa merchandise ke penonton.
Usai acara, sebagian penonton nampak duduk kelelahan. Ada yang segera mencari minuman karena kehausan dan kelelahan berada di kerumunan. Apalagi mereka yang melakukan moshing dan ikut crowsurf sejak awal acara. Kemungkinan jumlah penonton mencapai 25 ribu.
Aku sendiri merasa begitu pegal karena sejak Batuskha aku berdiri. Rasa pegal mulai terasa setelah Amon Amarth tampil. Berdiri dan sesak sehingga kurang ruang gerak. Setelah Trivium, aku memaksakan diri untuk duduk agar hemat energi.
Oh iya Trivium sendiri juga sukses membuat penonton bersuka cita. Vokalis Trivium sering menyapa penonton.
"Apa kabar?!"
Ia juga bercerita tentang nasi Padang dan juga kemudian mengenakan seragam Timnas yang disambut hangat penonton.
Lelah, senang, dan pegal. Terbayar dengan rasa puas akhirnya menonton band idola.Â
Setelah Amon Amarth, aku tak beranjak sama sekali takut kehilangan spot. Ada penonton dari Batam yang malah sejak datang tidak ke mana-mana sama sekali demi mendapatkan baris terdepan.Â
Tapi ada juga penonton yang nakal, maksa nyelip di baris terdepan dengan alasan mau keluar karena sesak nafas. Bukannya keluar, malah maksa dan tetap di barisan terdepan. Wah penonton seperti ini nggak usaha banget, padahal yang lainnya sampai rela tak ke mana-mana sejak awal acara.
Ehm sampah banyak banget ya yang berserakan usai acara. Karena mungkin jarang tempat sampah dan banyak yang tidak membawa tas jadinya banyak sampah. Jadi agak minus sih. Lain kali jangan gitu ya. Kasihan panitia dan mengurangi citra sebagai penonton yang baik.Â
Untunglah aku menemukan teman-teman yang satu arah pulang. Meskipun selama menonton, kami terpencar-pencar karena padatnya kerumunan, kami bisa pulang bareng. Lumayan tertib penontonnya ketika bubaran acara. Panitia juga menyediakan shuttle bus ke beberapa arah. Sampai rumah sudah ganti hari, pukul dua pagi.
Sampai jumpa Hammersonic 2023. Semoga tahun depan Korn dan Bring Me the Horizon diajak bergabung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H