Selama menyaksikan Ant-Man 3 alias Ant-Man and The Wasp: Quantumania, perhatianku lebih banyak tertuju ke Wasp senior alias Janet Van Dyne. Pemerannya adalah Michelle Pfeiffer. Aktris yang pada April mendatang akan berusia 65 tahun ini tampil cemerlang dan mencuri perhatian di film ini.
Dalam film Ant-Man sebelumnya, sosok Janet yang merupakan istri Ant Man senior, Hank Pym, tak banyak peranannya. Dalam film pertama, Janet hanya diceritakan hilang dan kemungkinan meninggalnya besar pada saat melaksanakan sebuah misi. Â Hank yang masih berduka, yakin istrinya menghilang di Quantum Realm.
Pada film Ant-Man berikutnya, latar waktunya tahun 2017 atau 30 tahun setelah Janet menghilang. Hank dan putrinya, Hope, berupaya untuk bisa mengakses alam Quantum. Mereka akhirnya bisa berkomunikasi dengan Janet. Dan, Janet akhirnya bisa bereuni bersama keluarganya. Namun pada era Thanos, ia bersama Hank dan Hope masuk dalam daftar orang yang berubah jadi debu.
Dalam film ketiga ini, peran Janet cukup besar. Ia panik dan marah ketika Cassy membuat alat untuk bisa berkomunikasi dengan alam Quantum. Dan seperti dugaannya, alat tersebut menerima pesan dan membuat mereka tersedot ke alam tersebut.
Rupanya selama ini Janet menyimpan rahasia besar. Selama 30 tahun ia bertualang di dunia Quantum, ada sesuatu yang amat ditakutinya. Ia adalah Kang the Conqueror, sosok yang pernah jadi temannya di dunia Quantum, namun ternyata memiliki sisi lain yang menakutkan.
Dalam film ketiga Ant-Man ini pengalaman dan pengetahuan Janet di alam Quantum memang sangat berguna. Ia tahu seluk-beluk alam tersebut dan para penghuninya. Ia tahu budaya para makhluk di tempat tersebut. Ia juga punya kawan dan lawan di sana.
Meski usianya tak lagi muda, Michelle Pfeiffer masih tangkas dan energik. Ia bisa tampil intimidatif, juga tampil kharismatik.
Sebelum berperan sebagai Wasp senior, Michelle punya banyak pengalaman di dunia akting, termasuk film superhero. Ia pernah berperan sebagai Selina Kyle alias Cat Woman di Batman Returns (1992), sehingga ia cukup luwes dan tangkas berperan di film laga.
Film-film lainnya yang banyak dipuji di antaranya Dangerous Mind, One Fine Day, Up Close and Personal, The Fabulous Baker Boys, dan The Age of Innocence.
Tentang Ant-Man and The Wasp: Quantumania
Dalam film kesekian Marvel ini, sepertinya Marvel bersiap untuk mengalihkan tongkat estafet ke Avangers remaja.
Paul Rudd sebagai Scott Lang/Ant-Man tak cukup menonjol di sini. Sayangnya, hal serupa juga terjadi pada Wasp yang masih diperankan Evangeline Lily. Wasp junior di sini malah hanya tampil sebagai tokoh pendukung, peranan dan porsinya tak cukup banyak.
Porsi yang besar selain diberikan ke Janet, juga dikhususkan untuk Cassie Lang yang kali ini diperankan Kathryn Newton. Porsi yang besar ini sepertinya untuk lebih mengenalkan sosok Cassie ke para penonton. Karena sepertinya pada era mendatang, akan ada proyek Avangers muda yang melibatkan para superhero remaja yang sudah diperkenalkan di serial dan film-film Marvel sebelumnya.
Namun sayangnya Kathryn Newton gagal memanfaatkan peran tersebut. Di sini karakter Cassie lebih seperti anak yang membuat masalah dan keluarganya harus susah payah membenahi masalah yang muncul. Meski kemudian ada perkembangan karakter dan hubungan yang lebih hangat antara ia dan ayahnya.Â
Akting  Kathryn Newton terasa datar di film ini sehingga kurang berhasil memberikan kesan mendalam akan karakter yang diperankannya. Mungkin jam terbangnya memang kurang banyak, tapi siapa tahu aktingnya bakal lebih terasah di film-film berikutnya.
Film Ant-Man 3Â ini seperti film keluarga yang menonjolkan hubungan ayah dan anak dan juga bagaimana agar setiap anggota keluarga bisa tetap berkumpul dan selamat. Oleh karenanya serangan musuhpun tak terasa begitu mengancam. Sosok Kang yang nampak menakutkan di awal di sini jadi seperti melemah. Gambaran kekuatan musuh yang dahsyat juga dilemahkan oleh kehadiran M.O.D.O.K yang seperti sosok imitasi dari Krang-nya Kura-Kura Ninja. Sejak M.O.D.O.K muncul, filmnya jadi terasa seperti main-main belaka.
Alur ceritanya terasa generik. Sayangnya visual film ini juga tak begitu mengesankan, bak menyaksikan kombinasi berbagai film Disney, dari Alice in the Wonderland, John Carter, Star Wars universe, dan Ralph Breaks the Internet.
Film Ant-Man 3 sebagai pembuka fase lima ini bakal mudah dilupakan. Poin plusnya adalah mid dan after credit-nya yang menunjukkan   seperti apa film Marvel berikutnya.
Poin Plusnya adalah Nobar di Local Cinema
Film Ant-Man 3 memang tak begitu bagus, meski juga tak buruk. Visualnya meski terasa generik masih bisa dinikmati, apalagi di layar  studio Prestige Local Cinema Fatmawati yang menggunakan silver screen dan audio Dolby 7.5.
Sofa yang empuk dengan sandaran kaki yang bisa dinaikturunkan otomatis juga  membuat pengalaman menonton jadi berkesan. Studionya memang tak begitu besar. Ada ada 50 tempat duduk. Namun terasa nyaman dan intim.
Nobar Ant-Man 3Â ini merupakan nobar KOMiK yang diadakan di Local Cinema Fatmawati. Bioskop ini tergolong baru, terletak di Lotte Mart 3F, tak jauh dari halte Transjakarta dan MRT. Di sini ada tiga jenis studio, dari Reguler, Prestige, dan CineKids.
Nah, sebelum nobar, Komiker diajak Tiara, representatif Local Cinema untuk melakukan cinema visit. Setelah berkeliling dan foto bareng, kami pun nobar ditemani popcorn keju dan soft drink.
Seusai acara kami berkumpul untuk kuis. Lobinya luas dan ada beberapa kursi dan meja sehingga asyik untuk dijadikan tempat nongkrong dan kumpul-kumpul. Ehm kapan ya nobar KOMiK lagi di tempat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H