Setahun kemudian novel ini dilayarlebarkan oleh Lewis Milestone dan meraih Oscar untuk sutradara terbaik dan film terbaik (outstanding production).
Pada tahun 1979, novel ini diangkat ke layar gelas  oleh Delbert Mann. Ini berarti sudah ketiga kalinya novel ini diadaptasi. Tiap adaptasi, ceritanya tidak persis sama dengan cerita di versi novelnya. Terutama, versi film tahun 2022.
Dalam versi film tahun 2022 yang dibesut oleh Edward Berger, ada dua kisah yang berjalan paralel. Yang pertama adalah kisah Paul dan kawan-kawannya di medan pertempuran.
Dan yang kedua adalah upaya politisi Matthias Erzberger (Daniel Brhl) sebagai anggota delegasi perundingan gencatan senjata yang nantinya dikenal dengan Armistice of 11 November 1918. Ia begitu kuatir melihat kekalahan demi kekalahan yang dihadapi negaranya. Ia cemas negaranya akan segera kehabisan prajurit.Â
All Quiet on the Western Front adalah sebuah film yang berhasil menangkap trauma dan rasa putus asa para serdadu Jerman. Ini adalah film yang melengkapi cerita perang dunia pertama.
Apabila selama ini ada banyak film dari sisi pihak sekutu, maka di sini, cerita perang diambil dari sisi serdadu Jerman. Apakah mereka sebrutal seperti yang dikisahkan film-film perang pada umumnya, atau sebenarnya mereka hanya serdadu biasa yang juga takut akan kematian?Â
Apabila kalian sudah menyaksikan film 1917, maka film ini ibarat komplementer, pelengkap cerita, dengan sudut pandang yang berbeda. Sama dengan tokoh utama film 1917, tokoh utama dalam film ini, Paul, adalah serdadu muda biasa.
Ia awalnya bergabung karena terbujuk oleh romantisme dan heroisme peperangan. Keduanya adalah tokoh fiktif, tak ada di dunia nyata. Di film All Quiet on the Western Front, tokoh yang nyata dan tercatat di sejarah adalah Matthias Erzberger dan Jenderal Ferdinand Foch.Â
Kedua film ini juga sama-sama berlokasi di western front, di dekat perbatasan Prancis. Latar waktunya juga berkisar tahun 1917. Namun, Paul terus bertahan di medan peperangan hingga tahun 1918.Â