"We shouldn't just slip into the stereotypical gender-based roles that everyone else seems to be doing. I want us to be equal." - Carl kepada Yaya.
Film Triangle of Sadness masuk dalam salah satu dari sepuluh nominasi film terbaik Oscar tahun ini. Film ini sebelumnya meraih Palme d'Or di Festival Film Cannes dan masuk nominasi Golden Globe untuk film terbaik kategori musikal/komedi. Tentang apa sih film ini?
Film ini mengisahkan pasangan kekasih Carl (Harris Dickinson) dan Yaya (Charlbi Dean). Keduanya adalah model dan influencer. Namun Yaya lebih populer dan lebih banyak menghasilkan uang daripada kekasihnya.
Suatu ketika mereka mendapat undangan gratis naik kapal pesiar mewah. Para penumpang adalah orang-orang berduit yang sebagian kaum eksentrik.
Para penumpang menikmati layanan yang berkelas. Hingga kemudian terjadi malapetaka.
Sebuah Dark Comedy dengan Visual Memikat
Film Triangle of Sadness bermain-main dengan isu gender dan perbedaan kelas sosial. Ada berbagai dialog dan pesan yang menyentil, apakah pria harus selalu membayar tagihan ketika mengajak kekasihnya berkencan? Apakah uang dan kedudukan masih sangat penting ketika kita berhadapan dengan marabahaya?
Paragraf berikutnya akan ada spoiler. Berhati-hatilah.
Ruben stlund (Turist, The Square), si sutradara asal Swedia ini menyampaikan cerita yang digarapnya sendiri dalam tiga babak. Setiap babak punya benang merah, terutama tentang uang, kekuasaan, gender, dan kelas sosial.
Dalam babak pertama, penonton diajak berkenalan dengan sosok Carl. Ia tengah  mengikuti casting sebuah produk.
Seorang pembawa acara yang mewawancarai mereka mengasosiasikan produk fashion yang standar dan yang mewah dengan sikap dan penampilan mereka. Jika mereka menggunakan produk fashion yang murah maka mereka akan menunjukkan wajah yang sumringah dan ramah. Sebaliknya, jika mereka menggunakan produk yang mahal maka mereka nampak dingin dan sulit didekati.
Carl yang serius nampak memperhatikan saran tersebut dengan sungguh-sungguh. Ia nampaknya terobsesi untuk sukses dan menjadi bagian dari pengguna barang-barang bermerk.
Lalu saat ia melakukan casting di hadapan para juri inilah istilah 'Triangle of sadness' keluar dari mulut salah satu juri. Itu adalah area wajah di antara alis, yang biasa digunakan untuk menginjeksi botox. Ia diminta untuk merilekskan bagian tersebut.
Dalam babak ini, penonton kemudian juga diperkenalkan kepada sosok Yaya. Ia menganggap hubungannya dengan Carl adalah simbiosis mutualisme, mereka sama-sama menguntungkan, meski Carl tak sepenuhnya setuju dan merasa dimanfaatkan.
Yaya lebih sukses dan lebih banyak mendapatkan uang. Ia sering mendapatkan barang-barang dan fasilitas gratis yang juga sering dimanfaatkan oleh Carl. Yaya menganggap hubungan keduanya itu seperti kontrak bisnis. Ia sendiri ingin dapat menikah dengan orang kaya suatu hari. Sedangkan Carl berharap Yaya dapat mencintainya dengan tulus.
Dalam babak kedua, isu pertentangan kelas dimainkan. Ada tingkatan kelas di kapal pesiar. Kru kapal akan melayani para penumpang sepenuh hati meski permintaan mereka absurd. Kelas di bawah mereka adalah petugas pembersih dan juru masak.
Dalam babak kedua ini Carl nampak susah payah untuk melakukan panjat sosial. Berbeda dengan Yaya, yang lebih luwes.
Isu kelas banyak disodorkan, dengan dialog yang cerdas dan satir. Beberapa orang kaya tak malu-malu menyebut kekayaan mereka dan merendahkan lainnya.
Nah, di babak ketiga inilah puncak dari isu yang disodorkan Ruben. Bagaimana jika perwakilan berbagai kelas sosial disatukan dalam sebuah kondisi yang membahayakan nyawa mereka?
Saya tak akan membocorkan detail ceritanya. Namun bagian ini akan membuat kondisi yang ada di babak kedua menjadi terbalik.
Film Triangle of Sadness memberikan nyawa tentang isu gender dan kelas sosial. Ruben tak terburu-buru bercerita, ia menyampaikannya dengan perlahan-lahan selama 2,5 jam. Jangan kuatir bakal bosan karena  Ruben menyajikannya dengan visual yang menawan dan akting jajaran pemainnya yang berkelas. Di antara pemeran ada Woody Harrelson,  Vicki Berlin, Zlatko Buri, dan Dolly de Leon.
Dialog-dialognya kritis dan satir. Dan kalian jangan heran jika kalian banyak tertawa menyaksikan film ini.
Film ini berhasil meraih tiga nominasi Oscar untuk kategori film terbaik, sutradara terbaik, dan naskah orisinal terbaik. Skor: 7.9/10.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H