Sayangnya di paruh kedua, cerita penuh kontradiksi dan ketidakkonsistensian. Ada banyak hal yang sepertinya ingin disampaikan oleh Razka, tapi akibatnya ceritanya malah kontradiktif.
Dalam film yang dirilis di KlikFilm ini Clara digambarkan anak dari istri kedua. Ayahnya punya tiga istri. Ketika bertemu dengan keluarganya yang tinggal beda kota, Clara mengenakan kerudung panjang. Namun dalam sehari-hari, ia mengenakan pakaian biasa.
Saat menjadi cosplayer, ia juga jarang absen beribadah. Oleh karenanya sangat kontradiktif ketika ia kemudian nampak santai menerima tawaran minuman keras hingga melakukan perbuatan bebas.
Apakah Razka ingin menunjukkan bahwa setiap manusia juga bisa khilaf dalam memenuhi hasratnya? Oleh karena bukan hanya dalam film ini saja Razka memasukkan unsur kontradiktif ini, melainkan juga dalam film Ave Maryam, di mana seorang suster melakukan perbuatan terlarang bersama seorang pastor.
Hal lainnya yang mengurangi nilai film ini adalah ketika Clara seperti tidak merasa bersalah sama sekali. Ia malah menganggap perbuatannya bisa membantu membongkar keborokan calon suami sahabatnya.
Pertengkaran antara Clara dan Kinan juga seperti memperdebatkan hal yang biasa, bukan sesuatu yang sepenting pernikahan.
Paruh kedua film ini seperti menghancurkan pondasi yang kokoh terjalin di paruh awalnya. Penonton malah akan susah berempati kepada para karakternya. Arah film dan pesannya jadi tidak jelas.
Peran Gerald kurang cocok diperankan oleh Keanu Campora. Gerald digambarkan buruh pabrik yang mengalami PHK. Ia juga kalangan menengah ke bawah seperti Kinan dan Clara. Tapi penampilannya sungguh berbeda. Keanu yang bule kurang memelas. Seperti salah cast.
Dialognya di paruh kedua banyak kata makian. Ini menambah daftar film Indonesia yang sarat makian, apakah kehidupan keras berkaitan erat dengan hujan makian?
Meski formula ceritanya porak-poranda di paruh kedua, gagasan Razka mengusung cerita cosplayer kota tua ini sesuatu yang segar.Â