Saat pandemi, industri bioskop pun terpuruk. Tak terkecuali bioskop lokal dengan harga yang merakyat. Cerita tentang bioskop rakyat dan problemanya ini disampaikan dalam film Layar.
Adalah Marni (Siti Fauziah) , yang terpaksa pulang ke desa, setelah bioskop tempat ia bekerja, Â Merapi Theatre, ditutup. Padahal ia sangat gembira ketika diterima bekerja di sana. Ia sangat mencintai film, cinta yang diwariskan oleh ayahnya yang juga pecinta film.
Ia lalu mengumpulkan rekan-rekan eks pekerja bioskop. Mereka akan terus berkegiatan di bioskop meski tanpa upah, hingga suatu ketika bioskop mereka bisa kembali beroperasi.
Namun, biaya operasional rupanya sangat besar. Bangunan bioskop pun terancam dijual.
Kritik Sosial Lewat Layar
Film Layar yang dibesut oleh Ifa Isfansyah (Sang Penari, Losmen Bu Broto) selintas ringan dan sederhana. Namun sebenarnya film berdurasi 70 menitan ini memiliki kritik sosial, terutama di dunia perfilman nasional.
Saat ini industri bioskop didominasi oleh para pemain besar. Hanya sedikit bioskop lokal yang bertahan. Apalagi yang tiketnya murah dan menjangkau semua kalangan.
Dalam film Layar ini, harga tiket di Merapi Theatre dibandrol Rp 12 ribu. Dengan harga tiket yang murah, para pelanggan mereka dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa dan kalangan menengah ke bawah.
Dengan tiket yang murah, mereka tentunya susah payah untuk bernafas. Fasilitas bioskopnya minimal, peralatan memutar mereka sudah usang, jumlah studio juga terbatas. Mereka tak punya biaya untuk renovasi. Namun sebenarnya bagi sebagian kalangan, fasilitas itu kurang penting. Oleh karena ada yang beralasan bioskop adalah tempat pertemuan dan ruang yang membuka lebar untuk berdiskusi.
Dalam film ini, meskipun bioskop mereka itu kecil, rupanya tak sedikit warga yang bergantung ke mereka sebagai mata pencaharian. Ada tukang becak, penjual jajanan, hingga tukang . Rupanya ada efek domino ketika sebuah bioskop tutup.
Ifa Isfansyah sebagai pekerja film menyampaikan kegelisahannya dalam film ini. Dalam industri perfilman ada empat pilar, pembuat film, penonton, pengulas film, dan pemerintah. Baginya bioskop rakyat adalah solusi untuk menjangkau penonton yang lebih luas dan lebih beragam.
Bagi sebagian kalangan, menonton film di bioskop adalah kemewahan. Oleh karenanya dengan keberadaan bioskop rakyat maka masyarakat menengah ke bawah bisa merasai pengalaman sinematik dengan harga yang terjangkau.
Usia film dengan adanya bioskop rakyat juga lebih lama. Jika diperhatikan saat ini banyak rumah produksi yang berebut layar. Mereka melakukan promosi berbagai cara agar film mereka bisa cukup lama bertahan tayang di bioskop. Beberapa kali ada cerita film-film yang bernasib malang, hanya tayang beberapa hari. Bahkan ada yang hanya bisa bertahan tayang selama sehari.
Nah, dengan bioskop rakyat, film-film yang sudah turun layar dari bioskop konvensional bisa diputar di sana. Dengan demikian usia film bisa lebih panjang. Film juga menjangkau penonton yang lebih banyak.
Pesan dan kritik sosial lewat film ini memang kental. Sayangnya dialog dan solusi cerita ini kurang mengalir. Beberapa adegan dan penyelesaian film terkesan dipaksakan.
Film Layar bisa dinikmati di platform streaming KlikFilm mulai 13 Januari lalu. Para pemerannya di antaranya Pritt Timothy, Adi Marsono, Resti Praditaningtyas, dan Siti Fauziah.
Bagi yang penasaran dengan akting dari Siti Fauziah yang namanya melejit lewat perannya sebagai Bu Tejo di Tilik, maka lewat film ini penonton bisa lihat performa aktingnya sebagai Marni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H