Sebuah larangan umumnya memiliki alasan, meski alasan tersebut bisa jadi terlupakan. Lantas bagaimana bila larangan tersebut dilanggar? Formula horor seperti ini biasanya muncul pada era horor pertengahan 2000an hingga awal 2010an. Sekelompok remaja mengikuti rasa ingin tahunya lalu merasai akibat dari tindakannya. Kisah remaja yang cari  'penyakit' ini juga dikisahkan dalam Keramat 2: Caruban Larang.
Cerita diawali dengan trio pembuat konten horor, Ute (Lutesha), Keanu (Keanu Angelo), dan Ajil (Ajil Ditto). Ketiganya pada tahun 2019 masih membuat konten bareng, hingga kemudian mereka terpisah. Ajil dan Keanu  membuat kanal horor sendiri dibantu Umay (Umay Shahab).
Suatu ketika, Ajil dan Keanu mengikuti Umay yang hendak membuat film dokumenter tentang tarian di Cirebon. Keduanya sendiri tetap ingin membuat konten horor. Bergabung dengan mereka, ada tiga mahasiswi seni tari yang sedang melakukan riset tugas akhir, Arla (Arla Ailani), Jojo (Josephine Firmstone), dan Maura (Maura Gabrielle).
Perjalanan mereka ke Cirebon tak berjalan mulus. Ketika kemudian mereka tiba di Padepokan Tari Caruban Larang, penjaga padepokan, Pak Djalil (Ence Bagus) mengijinkan mereka menginap untuk menunggu Mimi Kemuning (Elly Luthan), penari senior yang tinggal di bangunan tersebut. Ia hanya berpesan agar tak membuka sebuah peti di sana
Banyak Makian dan Pertengkaran
Dalam film-film horor Indonesia dan Hollywood, cerita remaja yang mendapat masalah akibat ketidakpedulian mereka terhadap legenda atau larangan, dulu banyak dijumpai. Rumus horor ini sebenarnya kurang bagus karena penonton bakal tak bersimpati dengan para karakternya.
Dan hal ini juga dijumpai di Keramat 2. Sikap beberapa karakter yang hanya mempedulikan tujuannya pun kemudian berujung fatal. Memang rasanya susah bersimpati ke beberapa karakter di film ini. Selain abai terhadap pesan penting dan terkesan menggampangkan sesuatu, juga ada yang berlaku kurang sopan ke warga setempat. Belum lagi berbagai karakter yang mudah meluncurkan kata makian.
Setelah lelah dengan hujan makian di film Inang, di film Keramat 2 terulang, makian tersebut makin mudah meluncur dari mulut berbagai karakter. Kuping rasanya sakit dan mual mendengarnya. Kata makian di film yang terlalu banyak dan tak sesuai konteks ini berbahaya karena bisa jadi nantinya dimaklumi dan dianggap wajar bagi penonton remaja.
Kata makian ini diperburuk dengan adegan pertengkaran yang hampir selalu mewarnai dari awal hingga akhir. Saling teriak, saling ingin suaranya paling kencang agar bisa didengar. Alhasil nonton Keramat 2 walaupun durasinya hanya 90 menitan, terasa melelahkan.
Belum lagi ucapan dan tindakan beberapa karakternya yang tak konsisten. Ini membuat alur cerita juga kurang solid.
Beberapa hal minus dalam Keramat 2 ini agak disayangkan, karena film perdananya banyak meraih pujian. Memang sih sebenarnya film Keramat tak perlu dibuat sekuelnya. Penutupnya yang mengambang malah lebih bagus karena penonton bisa mengintepretasikan sendiri.
Formula Lama Dipakai Kembali
Film pertama Keramat itu menarik berkat konsep mockumentary yang saat itu relatif jarang dipakai di horor Indonesia. Nama karakter yang sama dengan nama pemeran, tempat yang nyata, dan penggunaan kamera amatiran membuat film seperti kisah nyata. Hasil gambar kamera yang bergoyang juga membuat cerita terasa lebih riil. Ulasan film pertama Keramat di sini
Gaya mockumentary mulai beken pada film The Blair Witch Project, kemudian disusul dengan franchise Paranormal Activity. Gaya mockumentary ini memiliki pendukung dan merska yang kontra. Yang kontra merasa film ini membuat tak nyaman karena kameranya bergoyang. Sedangkan yang pro menganggap film ini jadi terasa nyata. Di Keramat 2, kesan mockumentary kurang terasa, meski ada proses perekaman gambar dan siaran langsung di medsos.
Dalam film pertama, ada unsur alam ghaib dan unsur lainnya. Rupanya formula ini kembali dimunculkan. Kedua unsur ini seolah-olah menjadi trademark film Keramat dan ini menarik, meski mungkin bila dimunculkan lagi di sekuel berikutnya akan bisa membuat penonton bosan.
Sisi Plusnya dari Performa Lutesha
Memang ada banyak kekurangan film Keramat 2, tapi bukan berarti tidak ada sisi plusnya. Pembuatan film dokumenter dan penelitian tentang tarian Cirebon ini adalah sesuatu yang menarik. Tari Topeng Cirebon sama terkenalnya dengan tari topeng dari daerah lainnya, dengan gaya tarian dan alat musik pengiring yang khas.
Adegan menari di pantai ini dramatis dan salah satu adegan yang patut dipuji. Adegan menari lainnya juga terasa magis.
Adanya kemunculan beberapa karakter film pertamanya membuat film ini memiliki keterkaitan dengan film sebelumnya. Hal ini juga menambah sisi misteri tersendiri
Dari sisi pembangunan karakter dan dialog, rasanya paling lemah. Namun pujian pantas disematkan kepada Keanu Angelo yang tampil luwes karena perannya tak beda jauh dengan kesehariannya.Â
Yang paling mencuri perhatian adalah Lutesha sebagai Ute yang punya kemampuan supranatural. Performa aktingnya semakin terasah dan ia nampak menyakinkan sebagai seorang indigo.
Setelah melihat film yang dibintangi Lutesha dkk ini aku jadi yakin dengan opiniku dulu apabila Keramat sebenarnya tak perlu dibuat sekuelnya.Â