"Desa penghasil cokelat?" Mataku berbinar-binar ketika mengetahui tujuan berikutnya dari perjalanan kami adalah desa wisata Nglanggeran yang dikenal sebagai salah satu penghasil cokelat terbaik. Wah aku sangat suka cokelat, bisa puas deh mencicipi dan membawa oleh-oleh serba cokelat.
Hari itu setelah turun dari Gunung Api Purba Nglanggeran Yogya dan bersantap makan siang, kami pun dengan penuh semangat menuju griya cokelat. Sebenarnya ketika kami turun dari gunung, kami menjumpai kandang-kandang berisi kambing etawa dan juga tanaman kakao.
Desa Wisata Nglanggeran selain menjual pesona wisata alam Gunung Api Purba Nglanggeran juga memberikan banyak tawaran pengalaman menarik ke wisatawan seperti merasai makan siang dengan menu dan jajanan tradisional yang sedap, memerah susu, dan melihat proses pembuatan cokelat. Di desa wisata ini jalanannya juga mulus sehingga ramah berkendara. Juga tersedai homestay bag yang ingin mendapatkan pengalaman lebih.
Oleh karena aku penggemar cokelat dan dulu juga pernah memproduksi dan menjual cokelat praline, maka aku penuh semangat menuju griya cokelat. Ehm mendekati griya cokelat, sudah disiapkan peralatan untuk demo memasak membuat dodol cokelat.
Di dalam toko juga ada beragam oleh-oleh yang bisa dibeli. Pengunjung juga bisa menikmati minuman cokelat yang segar dan baru dibuat.
Aku kemudian bingung memilih karena ada begitu banyak jajanan dan oleh-oleh serba cokelat yang bisa kubawa. Ada bakpia cokelat, pisang salut cokelat, minuman cokelat bubuk. Juga ada cokelat untuk spa. Harganya juga relatif tidak mahal.Â
Desa wisata Nglanggeran adalah salah satu desa wisata yang pernah kukunjungi. Masih banyak desa wisata yang pernah kudatangi dan memberikan kesan yang menarik. Di antaranya desa wisata Bejiharjo, Kadangmoyo Gunung Kidul yang menawarkan obyek wisata Gua Pindul, desa wisata Kertayasa Cijulang di Jawa Barat dengan body rafting di Green Canyon desa wisata situs Gunung Padang yang menawarkan obyek Gunung Padang, juga desa wisata Bilebante dan desa wisata Banyumulek dengan ciri khas budaya Lomboknya.Â
Belum Genap 20 Persen Desa yang Telah Dikelola Menjadi Desa Wisata
Perkembangan desa wisata sangat pesat. Kehadiran desa wisata ini mulai terlihat pada tahun 2009. Selanjutnya potensi desa wisata terus dilirik oleh Kementerian Pariwisata sebagai alternatif baru destinasi wisata. Wisatawan akan merasai pengalaman baru di tempat wisata yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa tersebut baik melalui kelompok sadar wisata dan koperasi desa.
Di desa wisata, masyarakat bisa mengeksplorasi potensi desa yang ada di mana kemudian dijadikan atraksi dan sesuatu yang bernilai guna juga bisa menjual. Biasanya potensi tersebut bisa berupa obyek wisata yang menarik yang ada di lingkungan desa tersebut, kerajinan khas desa, kebudayaan seperti tari-tarian dan tradisi yang unik, juga akomodasi dan kuliner yang khas.Â
Dengan adanya desa wisata ini maka bisa menyalakan gen kreatif masyarakat desa. Mereka bisa lebih diajak mengenali potensi desa sehingga bisa ditingkatkan nilai gunanya, misalkan kualitas pengemasan dan distribusi produk unggulan mereka ditingkatkan sehingga bisa berkualitas ekspor.Â
Kehadiran desa wisata ini bisa meningkatkan perekonomian warga desa tersebut. Masyarakat akan lebih sejahtera karena mereka dilibatkan langsung untuk mengelola desa mereka. Mereka akan juga terpacu untuk meningkatkan kualitas lingkungan di desa mereka, misalnya membenahi akomodasi, akses jalan, dan transportasi sehingga menjadi desa wisata ramah berkendara. Mereka juga bisa mengadakan festival kreatif lokal untuk menarik wisatawan.Â
Nah pada tahun 2016 jumlah desa wisata telah mencapai 1.400 desa. Angka yang cukup besar. Namun kemudian sayangnya pertumbuhannya melambat. Selanjutnya pada tahun 2021 desa wisata yang masuk dalam penilaian anugerah desa wisata Indonesia hanya ada 1.831.
Menariknya pada masa pandemi ini ada kenaikan jumlah desa wisata secara signifikan. Hal ini juga didorong oleh Kementerian Pariwisata dan berbagai pihak seperti Adira Finance. Jumlahnya meningkat pesat menjadi 3.419 desa wisata dari 34 provinsi.Â
Angka 3.519 desa wisata ini terbilang besar. Namun jika dibandingkan dengan data Kemendagri berdasarkan Kemendagri 050-145/2022 yang menyebutkan jumlah desa tercatat sebesar 74.961 desa, maka 3.519 desa wisata tersebut belum ada seperlimanya. Alias belum mencapai 20 persen.Â
Memang tidak mudah menjadikan sebuah desa menjadi desa wisata. Tidak bisa ujug-ujug sebuah desa menjadi desa wisata, meskipun juga misalnya di desa tersebut memiliki obyek wisata yang menarik.Â
Dalam anugerah desa wisata Indonesia ada tujuh komponen penilaian yang bisa menjadi standar sebuah desa untuk menjadi desa wisata. Ketujuh komponen desa tersebut adalah daya tarik pengunjung akan sesuatu yang unik dan wisata alam maupun buatan, suvenir, toilet umum yang bersih, homestay, digital dan kreatif, kelembagaan desa, dan pemenuhan standar CHSE (cleanliness, health, safety, environmental sustainability).Â
Dengan adanya peningkatan kualitas desa wisata maka bisa membangkitkan perekonomian Indonesia pada masa pandemi. Namun untuk itu masyarakat desa juga perlu kualitas sumber daya manusianya ditingkatkan misalnya dengan kursus bahasa Inggris, kursus ketrampilan memasak dan membuat kerajinan tangan, juga kursus pelayanan prima agar bisa memberikan layanan yang optimal kepada wisatawan.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI